Tempat Wawancara : Banjar Balangan, Dewa Kuwum, Badung
Tanggal: 5 Januari 2002
Pewawancara :
Nyoman Wijaya, Ketua TSP
Transkriptor : Dewa
Ayu Satriawati, Staf Admin TSP
Korektor : Nyoman
Wijaya, Ketua TSP
Berarti disamping dia itu jahil, Pan Loting
juga ada baiknya?
Ya.
Berarti kalau saudara-saudaranya itu
semuanya dikasi bekal (jimat) kan
gitu jadinya?
Ya. Jika memang orang yang jahat maka yang
jahat juga akan digunakan untuk memusuhi dan jika yang baik, maka tidak akan
ada yang berani menjahili. jadi mana ada yang mau berbuat jahat sama orang yang
baik, jadi orang yang jahat itu kan yang dilawan itu kan juga orang yang jahat.
Jadi kalau leak itu kan tentu saja yang dilawan itu adalah leak juga, siapa yang ingin metantang baya (bahaya) dan ingin mengadu kesaktian maka itu
juga yang akan dilawan. Kalau kita bagaimana caranya melawan orng kita itu
tidak bisa main silat atau yang lainnya dan kita juga tidak membawa apa-apa,
jad kan percuma dia melawan orang yang bodoh. Makanya orang yang bodoh yang
paling menang.
Berarti yang mengalahkan Kakek Loting itu kan sakti sekali jadinya?
Ya dan di sana di kuburan Penarunga, katanya dia dilawan. Itu yang mengalahkan
katanya orang yang dari Penebel yang dari Tuak Ilang.
Apa itu masih sekarang hidup?
Kalau itu saya kurang tahu, karena itu kan
setelah saat tahun 1968 saat itu bulan enam. Lalu saya dikasi tahu sama ayah
saya yang , kalau kakek Loting Loting itu sudah kalah bertanding dan dia sudah
meninggal.
Kalau Kakeknya yang disini itu ikut dia ke
rumah sakit menengok itu?
Tidak. Kakeknya yang di sini (Banjar
Balangan) saya tunggui.
Saat itu Kakek loting tidak dapat minta
obat?
Tidak, hanya bilang kalau dia itu kalah
saja.
Kalau Kakek Loting itu mengobati bagaimana
caranya dia? Pakai mantra, minyak atau air?
Kalau dia mengobati saya, dia hanya pakai
air ludah saja. Kalau saya misalnya gatal, maka hanya air ludahnya saja yang
dipakai mengobati, maka sembuh gatal-gatalnya saya itu.
Berarti kan gampang sekali dia mengobati?
Ya. Selain itu usada (ilmu pengobatan
sesuai dengan lontar-lontar) nya juga ada, misalnya cari anu (bahan obat) begitu dia. Itu kan misalnya kita itu mengajari
murid dan kalau memang sudah berisi istilahnya garis-garis besar haluannya itu
kan gampang jadinya. Saat itu begitu diterangkan sudah ada di otak.
Tidak, kalau saya yang penting itu kan
seperti tadi itu, katanya kalau balian
(dukun) nya itu kerjasama dengan leak-nya, menurut cerita Kakek Loting-nya itu?
Itu kan artinya semua manusia itu mencari
penghidupan masing-masing, baik secara niskala
(alam tidak nyata) dan sekala (alam
tidak nyata). Di niskala dia bekerja dan biar bisa di sekala-nya dia makan dan juga ke tajen (arena sabungan ayam). Kalau saya pikir-pikir itu kan ada saja pro
dan kontranya. Misalnya dari berteman dan bagiannya tidak cocok, maka itu yang
bisa menimbulkan percekcokan, lalu dia itu sampai bertarung dan salah satunya
sampai ada yang meninggal.
Saat Kakek Loting meninggal, kakek yang
disini itu apa dia ikut ya?
Tidak, dia hanya mendengar kabar saja.
Berarti dia tidak ke sana gitu?
Tidak. Saat dia meninggal yang mengkremasi
mayatnya itu kan orang Kristen.
Jadi kuburannya juga kuburan Kristen kan gitu
jadinya?
Ya, seperti yang saya katakan tadi itu dia,
pindah ke Kristen itu kan biar dia itu bisa mengirit
(menghemat) biaya.
Waktu dulu saat odalan di Buduk, saya itu
di sana kan ada bapak-bapak yang kira-kira lebih kecil dari bapak dan dia itu
bercerita dengan saya?
Itu Made Candra.
Dia bilang begini waktu itu, “katanya Kakek
Loting itu belajar Kristen karena dia itu ingin melihat Hyang Widhi secara
langsung, nah setelah belajar secara Hindu kan tidak dapat apa-apa, lalu ada yang mengatakan kalau Kristen itu
yang bagus, maka dia itu pindah ke Kristen tapi juga tidak mendapat apa-apa,
lau karena itu dia kembali lagi ke Hindu.” Itu katanya begitu. Pernah bapak
mendengar cerita begitu?
Memang saya tidak pernah mendengar cerita
begitu, tapi kalau menurut saya memang maunya begitu. Memang benar ada
cita-cita kakeknya begitu. Itu kan karena semua agama mengatakan paling bagus,
dan setelah dipelajari tidak ada apa-apa.
Jadi karena tidak ada itu lantas dia
berhenti beragama Kristen kan gitu jadinya?
Ya. Kalau itu memang masuk akal tapi kalau
dibilang kalah bertanding dengan Guru Kristennya itu bagi saya kurang masuk
akal. Nah kalau memang kalah bertanding, lalu mati kan tidak bisa jadinya dia
itu masuk ke Kristen. Kalau karena cita-citanya itu memang masuk akal dan
disamping itu memang saat itu jaman paceklik, lalu dapat gandum itu juga mau,
karena Kristenya mencari anggota dan itu menyebabkan ada Kristen yang di
Anggungan, Abian Base dan itu memang Kakek Loting yang paling dulu. Maka sampai ada nyama di Anggungan,
Abian Base, Carangsari.
Kalau di Anggungan, Pak punya saudara?
Kalau itu mungkin ada, tapi setelah menjadi
Kristen saya itu tidak pernah memperhatikan hal itu. Kalau kita mau menelusuri
mungkin saja ada.
Tapi kalau sebenarnya memang ada kan gitu
jadinya?
Ya.
Nah kalau saudara yang di Buduk tinggal di
Balangan itu bagaimana katanya
ceritanya?
Itu kan saat jamannya kacau kan mengungsi
jadinya.
Saat wug
(jatuhnya) Kerajaan Mengwi?
Saat wug
Desa Buduknya mungkin. Lalu mereka
lari dan istilahnya transmigrasi dan
mereka kan mencari tanah jadinya.
Berarti nyama
(orang-orang) yang di sini (Banjar Balangan) itu asalnya dari Buduk kan gitu
jadinya?
Ya, kalau itu kan banyak yang mencari tanah
modelnya. Kalau yang di Desa Sembung, Sobangan itu kan saat hancurnya Padang
Luwih itu.
Siapa saja yang diundang saat itu?
Kalau itu yang saya kan tidak menghiraukan
dan terpaksa lantas saudara-saudara yang di sini (Banjar Balangan) yang mengurus, itu yang
masih Hindu mengurus sanggah-nya, paibon (tempat
pemujaan leluhur dari keluarga yang masih jelas pertalian kekerabatannya) dan itu sampai hancur. Sedangkan
yang pintar-pintar itu kan sudah dia masuk Kristen.
Berapa ada peninggalan di situ?
Tiga. Sanggah Gede, Paibon, dan Pura Pasek.
Nah kalau misalnya odalan (perayaan hari jadi) sekarang di Pura Pasek, pak juga ke
sana?
Ya, dan kalau di Paibon ke sana juga, Balai
juga ke sana.
Kalau Balai Pasek itu yang mana?
Pura Pasek Itu dah.
Yang betumpang tujuh itu?
Ya.
Hanya di pura sana saja berarti orang Sudra
yang meru-nya pakai tumpang tujuh?
Ya, hanya Pasek Badak saja yang pakai meru tumpang
Tujuh dan yang lainnya kan tidak ada. Jadi semua nyama-nyama-nya (orang) jadi
heran dengan nyama Pasek Badak-nya karena hanya itu saja yang
pakai meru tumpang tujuh, sedangkan yang lain saudara paseknya semua tidak ada.
Oh ya kan ada ada rekaman dari kakeknya
mengenai meru. Berarti kalau tumpang tujuh kan delapan jadinya tumpangnya?
Ya tujuh.
Berarti kalau begitu kan tumpang enam
jadinya?
Kalau misalnya tumpangnya tujuh dan tidak
dipakai yang terakhir, saya kan tidak tahu jadinya. Pokoknya saya melihat kalau
tumpang tujuh itu ya tujuh dan sembilan juga tumpangnya sembilan dan begitu
seterusnya.
Kalau menurut pengertian tumpang, berarti
itu kan salah kaprah jadinya, kalau menurut pengertian tumpang itu kan ada yang
paling bawah satu baru kemudian ada lagi diatasnya?
Memang salah kaprah dan memang begitu yang
sebenarnya tapi saya melihat kalau tujuh ya tujuh. Memang kalau meru tumpang
tujuh itu sebanarnya tumpangannya enam
tapi tidak ada yang bilang begitu. Sekarang kalau misalnya seperti rumah
tingkat ada tingkat satu kan itu yang dibilang.
Ya sekarang kan lantai yang dibilang?
Ya, kalau saya di sini ada tumpang tujuh,
maka tumpang tujuh yang akan saya bilang.
Kalau sekarang di cari di Buduk itu apa
sudah habis soroh (klen) Pasek Badak-nya?
Tidak, hanya itu saja segitu.
Nah kalau sekarang Pasek Badak-nya, misalnya
ke Puri Mengwi itu apa nangkil (menghadap, datang terutama saat ada hajatan
upacara) juga
Orang kita sudah dibuang dan yang nanggil juga
tidak ada. Itu di Banjar Gulingan (sebelah
timur Puri Mengwi kan itu yang menjadi orang prakanggo (orang yang mendapat jabatan atau posisi di kerajaan) itu.
Kita (klen Pasek Badak) itu kalau mau nangkil boleh dan tidak nangkil juga
tidak apa-apa.
Jadi penabih
(pendamping raja) nya itu di Gulingan gitu?
Ya.
Bagiamana maksudnya penabih itu?
Istilahnya kan kalau sekarang itu kan
tangan kanannya raja.
Nah dari Gulingan juga tidak ada yang ke
sini, artinya kita itu tidak diberi tahu ke sini?
Tidak.
Berarti kan sama berarti kedudukannya?
Ya
sama saja, nah kalau warga Gulingan-nya juga maturan (menghaturkan sesaji) ke Pura Taman Ayun, tapi kalau soal biaya itu
hanya Jro (keluarga istana) Mengwi-nya
yang menanggung.
Jadi kalau Soroh Batu (klen pemdamping Raja Mengwi) ya, kena dia iuran gitu?
Ya.
Apa bedanya, Pasek Badak dengan soroh Batu-nya
atau malah jadi satu?
Soroh (klen) Batu-nya
kan jadi satu.
Berarti kan karena catur Kasta itu?
Ya.
Berarti kan segitu maji (terhormat) nya Pasek Badak? Kalau tangkil ke Puri tidak juga?
Ya. Kalau ngiring dalam keluarga
yang juga tidak pernah dan kalau yang
minta untuk ngiring juga tidak
pernah.
Ngiring apa maksudnya?
Ya. Misalnya kan ada ngiring anak mati atau apa, kan banyak yang ngiring (melaksanakan
upacara ngaben dan semua
tahapannya dengan cara bergabung atau menjadi pengikut upacara serupa yang
sedang berlangsung dalam keluarga yang kastanya lebih tinggi)
Jadi sekarang tidak ada warga Pasek Badak
yang ngiring ke puri gitu?
Ya, tidak.
Tidak dapat
sekarang begitu?
Ya. Pokoknya kita (warga Pasek Badaj) itu
hanya biasa-biasa saja.
Nah kalau dilihat ceritanya kan kalah raja
Mengwinya kan gitu?
Ya
memang kalah tapi akhirnya kan kena kecangkling
(ikat) juga rajanya. Artinya kan beliau dapat juga melawan. Nah kalau pedharman (tempat pemujaan)nya yang di Pura Besakih ke sana, di utara dia maturan.
Nah kalau misalnya kita (warga Pasek Badak) bawa punjung (sajen santapan untuk roh leluhur) tidak apa-apa dan kalau
tidak juga tidak apa-apa. Seperti dulu ada upacara di buduk yang namanya Mulang Dasar tahun 1983.
belummmmmm
Mulang Dasar dimana?
I Pura Pasek Badak. Beliau kan diundang dan
beliau (orang yang dituakan di bekas Kerajaan
Mengwi) itu datang dengan berjalan kaki. Ini dah meninggal waktu ini,
yang pakai Naga Banda ini.
Kalau yang datang ini Ida siapa?
Ida Cokorda. Beliaulah yang ulang
dasar (peletak batu pertama) paling dulu. Kalau beliau itu memang ingat
dengan tugas, karena sudah minta orangtua-nya pura kawitan
(leluhur) itu tidak perlu semasih Jro
Ageng (Puri Agung) Mengwi , itu jangan dan mengurusi kawitan. Kalau misalnya runtuh Jro Mengwi-nya baru bikin kawitan
lagi. Sekarang kalau ada yang lain-lain yang mencari kawitan-nya kita biarkan segitu aja yang mencarinya. Kalau misalnya
kita itu terjadi apa-apa maka kita itu Jro Ageng Mengwi yang kita mintai
bantuan. Kalau misalnya ada ayah-ayah
(kerja baakti) di Jro Ageng Mengwi maka kita itu tidak akan ikut.
Berarti kan Raja Mengwi-nya yang menyembah
Pasek Badak, kan gitu jadinya?
Tidak.
Sekarang tentang istrinya, darimana katanya
isrinya itu?
ya sama dari Buduk.
Yang mana hilang (meninggal) duluan?
Duluan kaknya.
Sama juga saktinya yang perempuan?
Sama.
Bodi istrinya itu sama percis dengan Ratu yang ada di Pura Dalem.
Bagaimana
itu?
Ya
memang seram. Memang tidak ada yang berni dekat dengan dia tapi kalau datang ke
sini itu memang biasa. Istrinya yang duluan meninggal.
(INFORMAN YANG LAIN, Made Gubig, adik dari
Made Gubeg.
Kalau memang pernah ngobrol dengan dia,
duduk dulu di sini?
Saya kan pernah bertanya, “kenapa Kakek
berhenti menjadi Hindu dan kak malah masuk agama kristen?”
“bes
liune adat istiadat anak bali, adenan suba masuk Kristen.” (terlalu banyak adat istiadat di Bali, karena
itu lebih baik masuk Kristen saja).(Bagitu katanya.
Lalu saya tanya lagi saudaranya, dia bilang
hanya sendiri. lalu dia itu duduk di situ lalu saya bikinkan kopi setelah itu
ditinggal pulang. Kalau memang ingin maka datang lagi dia.
Tidak dikasi ilmu sedikit?
Saya hanya disuruh jujur saja, karena kita
itu sudah membawa semuanya yang lengkap. Jangan lagi minta yang macam-macam.
Jadi pernah cerita begitu juga dia?
Ya. Memang kita itu tidak dikasi
macam-macam, tapi kalau kita masuk ke sana
itu, kita rasakan lain perasaannya?
Ya agak ngeri dan bulu kuduknya sampai
berdiri.
Lalu saya tanya, “kenapa bulu kuduk saya
berdiri kek?”
“ae
anak ane macelep mai mula biasa keto.” (kalau masuk ke sini memang seperti itu)
Lalu saya kan masih kecil ke sana, lalu
setelah itu saya kan dikasi teh, lalu lagi saya ke sini.
Berarti hanya melihat wajahnya saja kita
sudah takut gitu?
Ya. Saya
juga pernah diajak ke Soko sama kaknya.
Apa itu Soko?
Desa. Itu sekitar tahun 1963. Dia lalu
bilang, “yen ada apa, jeg cang suba alih, cang suba paling sakti dini.” (Kalau
ada masalah, cari saja aku, aku yang paling sakti di sini).
Bagaimana maksudnya?
Saya kan waktu itu masih kecil, karena saya
itu kan biasa sedikit-sedikit takut. Itu dah saya dikasi pesan, sebab itu kan
saya masih kecil dan oleh karena itu saya kan tidak tahu jadinya. Saat itu umur
saya baru 6 tahun dan saya juga masih pakai gelang slaka.
Nah setelah agak besar, sebelum tahun 1968,
pernah dapat ngobrol?
Tidak, biar tidak salah saat itu saya kan
sudah di Badung (Denpasar). Saya itu kan sering menengok di ke selatan (Buduk).
“dengokin kak-e delodene mai, apa ya enu seger? (ayo tengok kakek di Selatan
(Buduk), apakah dia masih sehat?). Lalu
saya kan dapat juga melihat, karena masih hidup saya itu dikasi kopi dan memang
tidak dikasi minta apa-apa.
Kalau dengan dadong (nenek, istri Pan
Loting)-nya?
Kalau itu saya tidak ingat tapi
rasa-rasanya dadong-nya itu angker.
Kalau ke sana juga angker?
Ya, tapi kakeknya bilang, “pokokne cai ija
dadi asal cai to jujur ajak ulet. Yen cai sing bani guin gen suba kak Loting.” (kemana
pun kamu boleh asalkan kamu jujur dan ulet. Kalau kamu takut, panggil aja Kakek
Loting)
Dipanggili dalam hati gitu?
Ya.
Misalnya kalau orang masih remaja itu apa
tidak dikasi pipis Arjuna (uang
kepeng yang diyakini berkasiat sebagai penakluk hati wanita) atau yang lainnya?
Katanya dia itu tidak perlu, karena kita
itu sudah lengkap, kan tidak usah lagi bawa begitu, jadi yang bawa itu adalah
orang-orang yang kiurang. Pokoknya kita itu istilahnya tidak dikasi neko-neko.
Jadi hati kita itu dibesar-besarkan gitu?
Ya.
Pernah saya waktu saya sudah SMP, saya kan
sudah remaja lalu kan saya tanya kaknya, “kak cang suba truna sing dadi cang
perlu ngaba pipis arjuna?” (kakek sekarang aku sudah remaja apakah sudah boleh
aku membawa pipis arjuna)
“sing ada sing keto, yen anak ana kuang
mara ya pantes ngaba ane kaketo.” (tidak
benar seperti itu, hanya orang kurang (cacad) yang pantas membawa jimat seperti itu.
Apa tidak karena Bapak dari soroh (klen) Pasek badak itu?
Tidak, artinya kita itu sudah genap.
Anggota tubuh kita itu sudah lengkap.
Kalau misalnya ada odalan (hari jadi) di Pura Pasek itu maka saya akan datang dan
sampai di sana saya itu dibikinkan kopi.
Kalau ke gereja bapak pernah melihat dia?
(tidak terjawab)
Apa tidak pernah ditanya, “mau ikut
Kristen?”
Tidak, malah dia bilang, “pang suba cang
dogen masuk Kristen.” (Biarkan aku saja yang masuk Kristen, kamu jangan ikut). Kalau
dia itu kan melihat adat orang Bali itu karena terlalu banyak bikin sesajennya
itu yang membuat dia tidak senang.
Kalau dulunya dia tidak pernah membikin
sesajen?
Ya pernah tapi karena di Buduk itu kan
musim paceklik, jadi siapa yang mau ikut Kristen, maka dia akan dapat
sumbangan.
Kakeknya juga penah bilang, “nyen nyak masuk
Kristen anak lakar maan gandum?” (kalau mau masuk agama Kristen akan
mendapatkan bantuan berupa gandum.
Lalu saya jawab, “ah cang nyak sing maan
gandum, cang anak enu nyidang ngulehang.” (ah, aku tidak mau diberikan gandum,
karena aku masih bisa berusaha sendiri).
Dia juga bilang sama nyama-nyama (saudara-saudara) yang di Buduk, “nyen nyak masuk
Kristen, ia lakar maan sumbangan gandum selama tiga bulan.” (siapaun yang masu
masuk Krisren akan mendapat sumbangan gandum selama tida bulan).
Bagaimana dijawab?
“cang sing perlu gandum, cang enu nyidang
ngulehang baas. (aku tidak perlu gandum, aku masih mengusahakan beras).
Apa tidak pernah dikasi uang?
Tidak. Pokoknya hanya dikasi minta teh dan
kopi saja saya sudah merasa senang, soalnya saya waktu itu kan masih kecil dan
tidak tahu banyak hal. Tapi saya memang senang bertanya sama dia.
Bagaimana misalnya pernah bertanya?
“kak, kak orahanga bisa kene keto.”
(katanya kakek menguasau banyak ilmu).
Nyen ngorahin kak melajah paling maluna?”
(siapa awalnya yang mengajari seperti itu?)
“ulian maca buku gen ja.” (karena hanya
suka membaca buku).
Jadi karena kakek belajar sendiri gitu?
Ya karena belajar sendiri.
Lalu kalau soal dia bisa menjadi begini dan
begitu itu bagaimana?
Itu kan saya yang nanya. “dija kak maan rerajahan
kene?” (Di mana kakek mendapat
gembar-gambas mistis seperti ini).
“Ne anak cetak kak pedidi.” (ini karena
karena kakek yang membuat sendiri)
“pokokne nyen nganggu cai di kuburan, alih gen
suba kak, guin gen suba kak Loting, je sing ada anak bai ken cai.” (Intinya, kalau ada yang sampai mengganggung
kamu di tanah kuburan, cari saja ku, panggil saja namaku, Kakek Loting, tidak
ada yang berani mengganggu kamu).
Saat itu saya masih kecil, kira-kira umur
saya baru 6 tahun. Dia juga pernah bilang, “anak sing ada apa, lelipan, lelipi,
anak to gen ane ngalahang cai peteng-peteng, yen manusa ada sing ane nyidang
ngalahang. Anak onyangan manusane sakti. Ia sakti benya masih anak sakti. Pokokne
cai lakar kija ja pokokne cai mejalan dogen, pasti sing ada apa.” (tidak ada apa-apa, yang mengalahkan kamu di
malam hari kelabang dan ular, kalau dia manusia tak akan bisa mengalahkan kamu.
Karena semua manusia itu sakti, pastilah tidak ada masalah apapun).
(komentar saya :
Nyoman Wijaya)
Dengan filosofis
seperti itu, maka sulit dapat menerima pendapat yang mengatakan Pan Loting
masuk ke agama Kristen akrena dia kalah mengadu kesaktian dengan Tsang To Hang
yang merupakan penyebar agama Kristen di Bali. Lihat lebih jauh file yang
menyebutkan soal itu: “Kesabaran Orang-Orang
Kristen Itu Membuat Saya Tertarik.” Dan “Meskipun Secara Kristen Saya Ucapkan tetapi dalam Hati Saya Lain.”
Memang selamanya ini saya tidak pernah
melihat hal seperti itu. Pokoknya saya itu kan disuruh kencing dulu dan setelah
itu lemparkan keatas, maka tidak akan melihat apa-apa. Dan memang mudah-mudahan
saya selama ini tidak pernah melihat apa-apa.
Kalau kakaknya Bapak, kan dikasi mantra sedikit?
Ya, itu kan dikasi buku dan juga mantra.
Apa tidak pernah bertanya, “pekak orahange
sakti bisa ngeleak?”
Na itu begini, kakek Loting kan pernah
sudah mati selama tiga hari dan sudah mau dikremasi dan dibikinkan lobang
kuburan tapi dia lagi hidup, dan tidak jadi akhirnya meninggal, dia memang sehat lagi dan
informasinya memang dia sudah meninggal.
Memang benar dia meninggal?
Kalau informasi di rumah di sana memang dia
sudah dikatakan mati tapi kemudian hidup lagi. Saat itu memang sudah dibikinkan
kuburan tapi hanya saja belum dibawa.
Memang nafasanya saat itu sudah hilang?
Ya seperti kena bius itu. Katanya, saat itu
dia mengambil pekerjaan pura-pura mati, lalu di pura-pura mati selama tiga
hari. itu mungkin agar dia dapat uang.
Memang mendapat uang dari sana?
Kalau itu saya kurang tahu. Pokoknya dia
pernah mati selama tiga hari tapi kembali dia itu sembuh. Itu sekitar tahun 1967-1968.
Pokoknya hanya satu pesannya, jika kamu
takut berjalan tengah malam, maka kencing saja dulu dan dilemparkan ke atas,
maka kamu tidak akan merasakan takut lagi.”
Kembali
dengan Made Gubeg:
Makanya
sampai ada orang yang mengatakan, Ida Bagus Bima itu sampai meninggal karena
dikerjai sama kak Loting. Dan juga jika ada barong, kalau tidak sesaui dengan
hatinya maka akan akan dikerjai sama kak Loting. Begitu kesaktiannya.
Kalau
ada orang membikin batu-bata tidak bilang pada Kakek Loting, maka tidak akan
terbakar gitu?
Ya.
Berarti
kita kan harus permisi saja dulu ke sana kan gitu jadinya?
Ya.
Itu kan saat masih jaya Kakek Loting. Makanya pendera brahmana-nya tidak ada
yang berani sama dia.
Kalau
lontarnya banyak masih dirumahnya di Buduk?
Tidak,
itu habis semua karena dia masuk Kristen.
Dimana
di sini ada Sri Empu? (pendeta dari
klen Pasek)
Di
Sangbe.
Soroh
Badak juga?
Ya. Dia (Pan Loting) pernah bilang, “cang dadi
sing ngalih pedanda sawireh soroh cange ene anak soroh empu.” (aku tidak boleh
meminta air suci kepada pendeta Siwa karena aku berasal dari klen Pasek). []
No comments:
Post a Comment