Thursday, April 21, 2016

Allahku Adalah Tabib Yang Sejati, Allahku Gembala yang Baik


Allahku Adalah Tabib Yang Sejati, Allahku Gembala yang Baik

Nama Informan         :  Pendeta I Gusti Putu Puger (3)
Pewawancara            : Nyoman Wijaya, Ketua TSP
Tempat                        : Bongan, Munduk, Tabanan, 6 September 2001
Transkriptor               : Dewa Ayu Satriawati, staf admin TSP
Korektor                     : Nyoman Wijaya, Ketua TSP



Tadi itu kan ceritanya tentang saudara-saudara yang baru akan mulai masuk atau pindah agama, kan jadinya Desak Mundri yang sudah dapat ke Blimbing Sari, dia juga kan sudah menyebarkan agama Kristen di sana, tetangganya yang lain apakah juga ada?
Ya.

Apakah juga tidak dapat mengobati orang di sana?
Tidak ada lagi cuma itu saja. Desak Ketut sekeluarga saja. Cekeg itu kan balian dan merupakan orang yang di segani di sana, bahkan hampir di pakai pedanda (pendeta) di sana.

Sekarang apakah beliau sudah meninggal?
Ya, dia sudah meninggal.


Meninggal, apakah menjadi pendeta?
Tidak.

Meninggalnya kan berarti dia Kristen?
Ya, memang dia Kristen.

Lalu di kuburkan di kuburan yang tadi?
Ya. Saat itu anak saya yang memimpin saat Cekeg itu meninggal, jawab istri Pendeta Putu Puger.

Berarti ada anaknya yang menjadi pendeta?
Ya, tiga yang sudah menjadi pendeta.

Sekarang hanya itu saja yang di Blatungan apakah tidak ada yang lain, cerita yang di Blatungan?
Ada lagi yang di Pasut.

Pasut itu ada di sebelah mananya Blatungan?
Pasut Cantel.

Dimana Pasut itu, apakah  masih daerah Pupuan?
Ya.


Kan yang punya ini masih Tabanan apakah di Pupuan ini tetap?
Ya.

Apa  yang dicari di Pasut?
Ya, kan ada orang yang dari sini tinggal di sana. Saat jaman NICA-nya.

Berarti saat jaman NICAnya datang ke pasut?
Sebelum NICA, saat itu kan Made Ayub tidak berani datang ke sana.

Apa yang menyebabkan tidak berani ke Pasut?
Kalau di bilang tidak berani, ya, memang tidak berani, lalu kan saya yang di suruh datang ke sana.

Bagaimana Made ayub meminta agar pendeta datang ke sana?
Ya, saya yang di utus ke sana.

Ada apa di sana, apakah ada orang yang meninggal di sana?
Tidak, kan  ada orang yang dari sini menikah ke sana, yang rumahnya di sebelah utara gereja. Dari banjar sini nyentana (suami yang merelakan diri berubah status meneruskan garis keturunan mertua) ke sana, dari sini dia sudah berganti agama, lalu pindah dari sini nyentana ke sana,

Apakah dia juga Kristen?
Ya.

Kalau di Pasut sudah ada Kristen sebelum itu?
Sudah, sudah ada 7 KK

Lalu siapa yang  membawa Kristen ke Pasut?
Ada orang yang dari Abian Base yang bernama Pak Menol.

Pak Menol dari Abian Base, dia yang membawa ke sana?
Ya, dulunya cerita dia tentang Kristen ke sana.

Sejak masih jaman Belanda ini kan, lalu yang dari desa sini juga ada ke sana, saat itu sudah ada Kristen?
Ya, lalu kan saya  yang datang ke sana mengajar menyanyi, ada sedikit nyanyian dengan bahasa jawa dan juga ada  sedikit dengan bahasa Bali. Lalu saat jaman bertempur itu, lalu Pak Ayub tidak berani datang ke sana. Lalu orang itu mati kan saya lantas yang menguburkan, dan sampai sekarang masih kuburannya. Sekarng di Pasut sudah habis.

Lalu Gereja apakah tidak ada di sana?
Habis.

Lalu saudara yang nyentana ke sana?
Itu dah yang meninggal. Kalau yang masih tetap kukuh kan Pan Kereg.

Oh Pan Kereg, tapi kan dia tidak punya keturunan?
Ya, dia yang saya ajak ke taman bahagia.

Sekarang kan sudah habis ceritanya di di Pasut, Sekarang kita akan mengalih pada cerita yang lainnya, dimana lagi desa yang lainnya yang pernah  di kunjungi?
Ya, ada lagi desa Nggis.

Dimana desa ini?
Ya, di situ diselatan Piling.

Kalau Nggisnya ini Kristen baru atau memang sudah lama?
Ya, baru juga. Kalau yang dari Nggis kan Pak Tuker kan dia juga menjadi guru.

Di mana dia menjadi guru?
Di Denpasar.

Sekarang apakah sudah habis desa-desa yang pernah dikunjungi?
Masih banyak desa yang saya kunjungi, seperti di banjar Pande, lalu di Tanah Pegat juga ada.

Ya. Lepra itu juga berhenti?
Ya, berhenti.

Apa  tidak dilanjutkan lagi Kristennya?
Berhenti karena sudah meninggal.

Berarti sekarang yang masih hidup sekarang menyambung lagi di Lalang Linggah, Piling, Sudimara, Bengkel, Nggis?
Nggis hilang.

Oh ya Nggisnya hilang, kalau di Tabanan kota apakah tidak ada?
Kalau di sana saya pakai benteng. Kalau di sana banyak yang mengawasi saya di sana .

Siapa yang mengawasi?
Polisi, Pak Wowoh, Pak Kabirja, dan masih banyak lagi polisi yang saya tahu. Mereka  datang ke sini.

Kebaktian ke sini?
Ya.


Yang dari kota asli atau yang bertugas di kota?
Ya, dari desa datang ke sini.

Kalau saudara yang dari Bali yang berganti agama apakah tidak ada?
Tidak.

Sekarang saya bertanya, apa yang menyebabkan, kalau yang dari desa mau berganti agama sedangkan yang dari kota tidak mau, dari pengalaman pendeta?
Itu kan karena keluarga.

Berarti di sini mendapat kabar injil karena kekeluargaan?
Ya.

Kalau di kota apa tidak punya keluarga, kalau yang di Keramas apa tidak berganti agama?
Tidak hanya kawitan saya saja di sana.

Apakah tidak ada hubungan dari Puri Tabanan?
Tidak.

Atau mungkin leluhurnya dulu mengungsi ke sini?
Kalau masalah itu saya tidak tahu. Tapi keluarga disini memang di usuhi oleh Puri Tabanan. Tidak boleh menyamai Tabanan.

Apakah ada  buktinya kalau keluarga di sini dimusuhi oleh Puri Tabanan?
Kakak saya yang menceritakan pada saya, ini kakak saya yang perempuan kan cantik sekali. Lalu kan diinginkan oleh Sedahan Tabanan untuk di jadikan istri tapi dia tidak mau, lalu keluarga kami tidak dikasi menjadi pragusti karena tidak mau menjadi istrinya bahkan ada yang dibunuh  satu yang namanya Gusti Putu Kacang.

Sekarang ceritanya lain, kan sudah selesai menjadi guru Injil, kan selama dua tahun, apakah selesai pekerjaanya selama dua tahun, lalu melanjutkan belajar di Badung, lagi dua tahun, kan begitu jadinya, terus pindah sekarang ke Badung, dan tinggalnya di asrama?
Bukannya pindah tapi saya ke sana pulang pergi.

Lalu apakah ada  lagi anak yang lahir saat itu?
“Ada, saat itu saya sedang hamil tua di tinggal  belajar ke Badung. Ya, saat itu kan anak saya mau lahir hanya saya berdua yang menangani,’ Jawab istri Pendeta I Gusti Putu Puger

Lalu kalau memotong tali pusernya apakah bisa sendiri?
Bisa saya kan pakai pisau cukur, dan memang sudah di sediakan. Sebelum dipakai kan di bersihkan terlebih dahulu. Kan saat itu saya sudah pernah diaajari.

Siapa yang mengajari?
Ada dari kesehatan Gereja. Karena di desa kan tidak adan bidan saat itu.
Lalu pendeta yang mengajari?
Ya.

Jadi materi-materi yang di berikan saat menjadi Guru Injil termasuk materi ke sehatan?
Ya, ada bagaimana caranya memelihara anak, bagaimana caranya menolong istri saat melahirkan.

Berarti kotbah-kotbah yang diberikan kepada masyarakat ke desa-desa yang tadi itu tidak semata-mata agama tok?
Tidak, tentang kesehatan juga diberikan.

Terus pendeta di mana mendapat ilmu itu?
Untuk memelihara bayi ada satu buku yang di berikan oleh mantri.

Sekarang kita bicarakan sedikit sebelum kita membicarakan saat menjadi pendeta, sekarang ketika mendoakan orang-orang yang sembuh terutama ketika di Sudimara, dari sakit menjadi sembuh, sekarang bagaimana bunyi doanya apakah saya boleh tahu tentang hal itu?
Yang paling dasar kan, biar orang pintar, biar orang kaya, biar orang miskin, biar orang bodoh, biar orang sakit asalkan dia percaya, dapat akan menjadi sembuh.

Jadi diberitahukan sebelumnya asalkan kamu percaya kamu pasti bisa sembuh?
Ya.

Kalau di dalam hati bagaimana ucapannya?
Ya, sudah menurut keadaan di situ.

Ya, itu dah, salah satu yang harus dikasi contoh, kalau tidak begitu kan hilang nanti dan tidak akan ada yang mewarisi, lalu bagaimana bunyi doanya?
Terlebih dahulu saya beritahukan, kalau ada orang yang disembuhkan oleh Tuhan Yesus, misalnya kalau orang buta matanya dikilik kan bisa sembuh, dan kalau orang lumpuh juga harus percaya, itu saja dan itu ada mujisatnya.

Kalau ala Balinya kan ada “Ratu Betara,” kalau Kristennya bagaimana?
Tidak ada seperti itu, yang ada hanya Tuhan Yesus, Alah Bapa, Alah Putra hanya itu saja.

Terus itu dah bagaimana pengucapan mantranya supaya orang yang sakit yang pendeta obati bisa sembuh, intinya bagimana?
Orang mantranya tidak hanya satu.

Ya, satu saja, misal kita anggap pengalaman mengobati siapa di Sudimara?
Ada salah satu dalam kitab di pastoral, dan kalau saya akan memilih orang yang betul atau tidak, lalu saya datang ke sana, bukannya memanjatkan doa melainkan saya cerita-cerita tentang doa, nanti bagaimana dia apakah mengerti atau tidak, mencari bantuan ucapan, kita misalnya ambil gelas saja lalu gelas ini diisi air, kalau sudah penuh lagi di tambah air kan tidak bisa dan harus dibuang. Sama halnya orang sakit bagaimana sesudah mendapat obat, apakah sudah puas sampai di situ, dan kalau dia bilang puas saya akan mulai mendoakan.

Yang saya tanyakan bagaimana bunyi doanya?
AllahKu adalah tabib yang sejati, Allahku gembala yang baik. Karena Allah itu menjadi tabib orang sakit akan bisa disembuhkan bahkan orang yang mati bisa dihidupkan, itu bisa terjadi kalau seandainya dia percaya, kalau tidak percaya tidak akan mungkin.

Apakah tidak ada doa yang khusus “semoga si ini yang sedang sakit bisa sembuh” ?
Tidak, kadang-kadang kita duluan percaya pasti akan bisa sembuh.

Misalnya kalau seandainya saya saya bukan Kristen tapi saya percaya Tuhan Yesus apakah saya bisa sembuh?
Kan dilihat dalam pemikiran atau bayangannya dia apakah betul dia minta atau tidak.

Nah kalau misal begini saya masih Hindu tapi saya percaya pada Tuhan Yesus, apakah bisa begitu?
Tidak bisa.

Berarti saya harus pindah ke agama Kristen dulu?
Harus ke Kristen dulu.

Berarti itu kan yang dulu pendeta jelaskan, lalu ada apakah tidak orang yang seperti saya , saya ingin tetap menjadi Hindu namun saya percaya pada Tuhan Yesus, apakah ada  yang bertanya seperti itu pada Pendeta?
Kalau itu tidak, karena itu kan tidak bisa.

Berarti kan tidak ada doa khusus semoga ini sembuh?
Ya. Memang dia orang gila di situ dia membunuh anaknya, “jangan kamu jangan membunuh siapa yang berani menghidupkan. Saya berani membilang orang hidup dan itu tengkar itu.

 

Bertengkar gitu?

Saya bilang jangan, tidak boleh.

 

Oh pendeta bilang jangan gitu?

Ya, jangan lakukan ini “ tidak boleh dibunuh. Siapa mau menghidupkan kalau dia akan hidup.

Dia bertanya siapa yang mau menghidupkan begitu?

Ya, lalu saya bilang jangan. Dan  saya juga keras waktu itu, dan kita betul-betul berani. Kalau memang orang sakit seperti itu kita cari-cari ingatnya. Kalau  saya doakan dari pertama masuk, tapi saya lakukan itu secara adat gereja.

Secara adat gereja?
Ya. Secara kebiasaan.

Maksudnya kenapa itu?
Dia tidak akan dari hati dia mau didoakan.

 

Tidak serius begitu ya, berarti yang serius mau didoakan pasti akan sembuh?

Ya.

Kita  tanyakan dulu kemana saja sudah berobat?
Ya.

Misalnya dari balian (paranormal) apa saja yang sudah di kasi sama baliannya?
Ya, apakah sudah semua di kasi apakah tidak ada yang belum, lalu ada yang perlu dicari lagi.

Berarti kalau seandainya dia bilang ada harus ke sana dulu?
Ya. Dia harus usaha dulu.

Tapi mungkin pada umumnya mereka mengatakan kalau mereka sudah kehabisan akal, dan sudah tidak ada yang bisa mengobati, baik itu ke dokter atau ke balian juga sudah tidak bisa. Lalu di serahkan kepada pak pendeta?
Artinya banyak yang sudah botolnya yang ditutup, botol yang sudah berisi itu, kita kosongkan dulu, kalau sudah kosong tidak ada isinya baru bisa kita isi dan dengan sendirinya isi itu akan masuk.

Itu kan kepercayaanya ya, nah ketika dia sudah mengatakan ada yang perlu dicari lalu dia menjawab tidak, terus apa yang harus dia lakukan, apakah dia menyatakan diri percaya pada Yesus begitu?
Ya, harus percaya dulu, saya kan mengajar di Sudimara itu selama dua tahun.

Berarti si A itu sakit, berarti keluarganya yang disuruh, misalnya yang gila itu kan tidak tahu apa-apa lalu keluarganya yang disuruh, langsung dia disuruh masuk Kristen baru diobati atau apa diobati dulu baru masuk Kristen?

Tidak ada obat saat itu hanya di doakan saja.

 

Oh ya, memang tidak ada obat, istilahnya kan didoakan dulu baru masuk Kristen atau masuk Kristen dulu baru di doakan?

Kristen dulu.
Saat itu pula, misalnya pendeta ke sini kehadapan keluarga di sini, misalnya saya sebagai kepala keluarga dan kepala keluarganya itu beragama  Kristen baru anaknya sembuh gitu?
Ya.

Kenapa tidak disembuhkan dulu anaknya baru beragama Kristen?
Ya, nanti dihapus lagi.

Dihapus lagi, apakah sering begitu, apa pernah terjadi seperti itu?
Pernah dulu di Bongan kan ibu bidan disuruh ke sana pernah dulu ada yang sakit, dan mereka bilang kalau nanti saya sembuh nanti saya akan ikut agama Kristen. Dan memang bisa sembuh dan sampai sekarang dia sama sekali tidak mau ikut agama Kristen.

Berarti karena pengalaman itu akhirnya menggunakan cara yang lain?
Kalau yang ini kan baru-baru.

Berarti kan memang begitu caranya harus ke Kristen baru didoakan, berarti kan pernah terjadi cerita begini, dia sudah menyatakan diri masuk Kristen, tapi anaknya yang sakit tidak sembuh-sembuh pernah ndak dia seperti itu, berarti dia pindah agama apakah dia langsung harus merusak sanggah (kuil keluarga)-nya?
Ya, kosongkan dulu pikirannya itu baru.

Kalau ke dokter juga tidak boleh?
Ya,  bisa.

Berarti kosongkan dulu pikirannya baru masuk Kristen lalu langsung dibaptis?
Tidak kan diajar dulu baru di baptis.

Apa saja yang diajar?
Ya, pelajaran agama Kristen.

Biasanya berapa bulan dia sembuh, menurut pengalaman pendeta, misalnya sekarang kan dia sudah menyatakan akan masuk Kristen, terus apakah ada baru dua tahun baru dia bisa sembuh?
Tidak dan saya tidak pernah mencatat itu.

Kalau begitu mungkin yang diingat, dua bulan dia sudah langsung sembuh?
Ya, seperti ini misalnya yang di Sudimara, kakinya yang satu sudah tidak ada isinya, kemudian keluarganya memanggil saya dan dia saya doakan, kemudian perlahan-lahan kakinya menjadi bagus.

Saat itu percaya apa bertobat namanya?
Percaya, saat itu kan mereka belum tahu dengan yang namanya bertobat.
Apa perbedaan antara percaya dengan bertobat?
Kalau percaya itu kan kenal.

Kalau bertobat?
Ya, sama juga sudah kenal tapi sudah kenal dengan yang jeleknya.

 

Lalu bertobat gitu?

Ya.

Sekarang saya sudah semakin jelas, kalau orang harus  masuk Kristen dulu baru akan di doakan sehingga dia akan bisa sembuh, dan bukan yang sebaliknya?
Ya, memang harus percaya dulu.

Percaya pada siapa ini?
Ya,percaya kepada Kristus ini.

Percaya pada Kristus dulu?
Ya, lalu kita akan beritahukan sampai dia kenal.

Lalu bagaimana mereka menjawa, “ya, saya akan turut” begitu?
Ya.

Setelah turut lalu tugas pendeta memberikan pelajaran?
Ya.

Terus berapa kali?
Kalau di Sudimara tiga kali dalam seminggu, yaitu hari Rabu, Jumat dan Minggu, sedangkan kalau hari yang lainnya saya ada acara yang lain.

Berarti Rabu, Jumat dan Minggu sudah ada di Sudimara. Kalau di tempat-tempat yang lainnya, misalnya kan ada orang yang meninggal, kan pendeta juga harus ke sana?
Ya. Yang disini akan di tinggal dulu.

Yang di sini akan di tinggal, lalu akan pergi ke tempat yang lain?
Ya. Saya itu kan memegang tiga jemaat, yaitu Sudimara, Bongan, dan Piling dan saya akan atur majelisnya. Kalau misalnya saya memimpin jemaat yang di Piling dan majelis yang ada di Bongan dan Sudimara, mereka yang akan memimpin jemaat yang ada di sini, dan kalau yang di Piling saya biasanya pergi ke sana pada hari Minggu.

Sekarang kita lanjutkan ceritanya kalau sudah sampai di tempat Jemaat, apakah mengadakan pertemuan di balai Banjar, wantilan (bangunan besar terbuka multi fungsi) atau di rumah penduduk?

Ya. Kalau yang sudah ada gereja ya kita akan mengadakannya di gereja, sedangkan kalau yang belum punya gereja kita akan pilih salah satu tempat yang baik.

Kalau yang di Sudimara?
Ya, di rumah-rumah penduduk.

Kalau misalnya di rumah-rumah penduduk, terus penduduk yang Hindu bagaimana dia apakah dia menonton atau malah sebaliknya kita di lempari?
Kalau yang di Sudimara tidak pernah, tapi justru di benci.

Di benci seperti apa?
Ya, kita akan mau diajak bicara.

Apakah tidak pernah ada yang menyakiti?
Ya, kalau itu ada juga, seperti ada yang padinya yang diambil.

Ini terjadinya di mana?
“Yang di Sudimara, dan padinya yang di ambil di sawah yang padinya paling baik.
Kalau yang mengetam padinya jemaat yang di sini,” jawab istri Pendeta I Gusti Putu Puger.

Orang yang di sini apakah tidak mau membantu?
Ya, mau kan karena dia di situ dibenci, lalu padinya di curi.

Lalu jemaat yang di sini yang ke sana?
Ya.

Berapa orang yang ke sana?
Ya, semua.

Terus dia ke Sudimara, apakah dia dibayar?
Tidak.

Sukarela?
Sukarela, biasanya kan hasil di sawah itu biasanya sekian tapi karena sudah dicuri sebagian, tapi waktu di panen hasilnya menjadi lebih dari yang biasa.

Padahal kan sudah dicuri?
“Padahal itu, saat itu laki perempuan, anak-anak atau pun dewasa kalau sudah bisa bekerja, diajak dah ke sana, kalau yang di sini ada pekerjaan lalu akan dipanggil ke sana, lalu mereka pasti akan datang ke sini,” Jawab istri Pendeta I Gusti Putu Puger.

Bererti kita di rumah orang itu kita langsung memberikan kebaktian istilahnya atau kotbah atau apa?
Ya, kita menurut keadaan, kalau hari Minggu kita akan memberikan kotbah, kalau hari Minggu sekarang di sini, kemudian menggunya lagi di sini, kita istilahnya meminjam tempat.

Berarti kan masyarakat kan ada yang membenci?
Ya, di benci keras sekali.

Waktu memberikan kotbah apa tidak pernah diganggu?
Tidak, kalau misalnya ada yang seperti itu kan disidangkan, oleh jematnya.

Di sidangkan, di sidangkan seperti apa itu?
Ya, diusir itu.

Oh orang yang mengganggu itu, terus yang di mana?
Yang agama Kristen itu.

Terus ini kasus yang dimana?
Ya, dimana-mana.

Tidak, sekarang saya bertanya ketika pendeta memberikan ceramah dan memberikan kotbah apakah ada pernah kejadian lalu masyarakat datang ke sana, lalu dilempari, apakah pernah terjadi seperti itu?
Ya, saat saya itu ke Sudimara, malam-malam itu sering di depan saya ada pedang.

Siapa yang membawa pedang?
Ya, saya sama sekali tidak tahu.

Sama orang Hindu disana?
Di Beda, oleh anak-anak di sana, di jalan yang sepi dan senggang, di sana dah saya di perlihatkan pedang.

Apakah mau di bunuh?
Saya sama sekali tidak tahu, lalu saya di tanya siapa, kemudian saya jawab, saya gusti.

Di tanya siapa, apakah tidak ditanya mau kemana?
Tidak.

Saat itu apakah jaman Genting?
Ya.

Apakah saat itu jaman NICAnya?
Tidak saat jaman GESTAPUnya.

Apakah saat itu sudah menjadi pendeta?
Ya. Saya kan di sini lalu lalang ke utara dan ke selatan.

Ya, nanti itu kita akan ceritakan, sekarang kita akan ceritakan, sekarang kan sudah tahun 1952 belajar selama dua tahun, kan jadinya tahun 1954 kan jadinya sudah menjadi pendeta, lalu dimana lantas tugas pertama?
Ya, disini.

Lagi di sini?
Ya. Mereka tahu kalau saya itu punya anak banyak, dan jika dipindahkan kan jadinya susah. Dimana kita akan di carikan rumah sementara anak saya banyak.

Kalau jemaat yang dikunjungi apakah sama yang dikunjungi seperti waktu masih menjadi guru Injil?
Ya, sama. Kalau seandainya saya pindah kan di  kasi rumah.

Berarti tidak ada bedanya, lalu tahun berapa pensiun menjadi pendeta?
1976.

Berarti menjadi pendeta tahun 1976 pensiun, lalu mulainya, kalau saat Gestok apakah sudah menjadi pendeta?
Saya tidak tahu.

Jadi sudah lupa sekali dan memang sama sekali tidak ada catatannya?
Ya, saya lupa, saat saya masih di Untal-Untal saya sudah melayani Jemaat, lalu di Blimbing Sari saya juga memimpin di Gereja.

Sekarang sesudah pulang ke sini siapa yang lahir saat menjadi pendeta?
Gung Nyoman, Gung Ketut, Gung putu, Gung Made, anak saya Ayu yang di Sanur, Bagus anak saya yang di Surabaya.

Tidak, saat menjadi pendeta lalu belajar lagi ke Badung?
Kalau itu Gung Ketut saya dengan Gung Nyoman.

Tahun berapa lahirnya?
Saat di Untal-Untal itu tahun berapa.

Bukan di Untal-Untal?
Itu kan begini baru saya pulang dan ada di rumah ini dia sudah lahir (bersambung)

No comments:

Post a Comment