Allahku
Adalah Tabib Yang Sejati, Allahku Gembala yang Baik
Nama Informan : Pendeta I Gusti Putu Puger (3)
Pewawancara
: Nyoman Wijaya, Ketua TSPTempat : Bongan, Munduk, Tabanan, 6 September 2001
Transkriptor : Dewa Ayu Satriawati, staf admin TSP
Korektor : Nyoman Wijaya, Ketua TSP
Tadi itu kan ceritanya tentang
saudara-saudara yang baru akan mulai masuk atau pindah agama, kan jadinya Desak
Mundri yang sudah dapat ke Blimbing Sari, dia juga kan sudah menyebarkan agama
Kristen di sana, tetangganya yang lain apakah juga ada?
Ya.
Apakah juga tidak dapat mengobati orang di sana?
Tidak ada lagi cuma itu saja. Desak Ketut sekeluarga
saja. Cekeg itu kan balian dan merupakan orang yang di segani di sana, bahkan
hampir di pakai pedanda (pendeta) di
sana.
Sekarang apakah beliau sudah meninggal?
Ya, dia sudah meninggal.
Meninggal, apakah menjadi pendeta?
Tidak.
Meninggalnya kan berarti dia Kristen?
Ya, memang dia Kristen.
Lalu di kuburkan di kuburan yang tadi?
Ya. Saat itu anak saya yang memimpin saat Cekeg itu
meninggal, jawab istri Pendeta Putu Puger.
Berarti ada anaknya yang menjadi pendeta?
Ya, tiga yang sudah menjadi pendeta.
Sekarang hanya itu saja yang di
Blatungan apakah tidak ada yang lain, cerita yang di Blatungan?
Ada lagi yang di Pasut.
Pasut itu ada di sebelah mananya Blatungan?
Pasut
Cantel.
Dimana Pasut itu, apakah
masih daerah Pupuan?
Ya.
Kan yang punya ini masih Tabanan apakah di Pupuan ini
tetap?
Ya.
Apa yang dicari di
Pasut?
Ya, kan ada orang yang dari sini tinggal di sana. Saat
jaman NICA-nya.
Berarti saat jaman NICAnya datang ke pasut?
Sebelum NICA, saat itu kan Made Ayub tidak berani datang
ke sana.
Apa yang menyebabkan tidak berani ke Pasut?
Kalau di bilang tidak berani, ya, memang tidak berani,
lalu kan saya yang di suruh datang ke sana.
Bagaimana Made ayub meminta agar pendeta datang ke sana?
Ya, saya yang di utus ke sana.
Ada apa di sana, apakah ada orang yang meninggal di sana?
Tidak, kan ada
orang yang dari sini menikah ke sana, yang rumahnya di sebelah utara gereja. Dari
banjar sini nyentana (suami yang
merelakan diri berubah status meneruskan garis keturunan mertua) ke sana, dari
sini dia sudah berganti agama, lalu pindah dari sini nyentana ke sana,
Apakah dia juga Kristen?
Ya.
Kalau di Pasut sudah ada Kristen sebelum itu?
Sudah, sudah ada 7 KK
Lalu siapa yang
membawa Kristen ke Pasut?
Ada orang yang dari Abian Base yang bernama Pak Menol.
Pak Menol dari Abian Base, dia yang membawa ke sana?
Ya, dulunya cerita dia tentang Kristen ke sana.
Sejak masih jaman Belanda ini
kan, lalu yang dari desa sini juga ada ke sana, saat itu sudah ada Kristen?
Ya, lalu kan saya
yang datang ke sana mengajar menyanyi, ada sedikit nyanyian dengan
bahasa jawa dan juga ada sedikit dengan
bahasa Bali. Lalu saat jaman bertempur itu, lalu Pak Ayub tidak berani datang
ke sana. Lalu orang itu mati kan saya lantas yang menguburkan, dan sampai
sekarang masih kuburannya. Sekarng di Pasut sudah habis.
Lalu Gereja apakah tidak ada di sana?
Habis.
Lalu saudara yang nyentana
ke sana?
Itu dah yang meninggal. Kalau yang masih tetap kukuh kan
Pan Kereg.
Oh Pan Kereg, tapi kan dia tidak punya keturunan?
Ya, dia yang saya ajak ke taman bahagia.
Sekarang kan sudah habis ceritanya di di Pasut, Sekarang
kita akan mengalih pada cerita yang lainnya, dimana lagi desa yang lainnya yang
pernah di kunjungi?
Ya, ada lagi desa Nggis.
Dimana desa ini?
Ya, di situ diselatan Piling.
Kalau Nggisnya ini Kristen baru atau memang sudah lama?
Ya, baru juga. Kalau yang dari Nggis kan Pak Tuker kan
dia juga menjadi guru.
Di mana dia menjadi guru?
Di Denpasar.
Sekarang apakah sudah habis desa-desa yang pernah dikunjungi?
Masih banyak desa yang saya kunjungi, seperti di banjar
Pande, lalu di Tanah Pegat juga ada.
Ya. Lepra itu juga berhenti?
Ya, berhenti.
Apa tidak
dilanjutkan lagi Kristennya?
Berhenti karena sudah meninggal.
Berarti sekarang yang masih hidup
sekarang menyambung lagi di Lalang Linggah, Piling, Sudimara, Bengkel, Nggis?
Nggis hilang.
Oh ya Nggisnya
hilang, kalau di Tabanan kota apakah tidak ada?
Kalau di sana
saya pakai benteng. Kalau di sana banyak yang mengawasi saya di sana .
Siapa yang
mengawasi?
Polisi, Pak
Wowoh, Pak Kabirja, dan masih banyak lagi polisi yang saya tahu. Mereka datang ke sini.
Kebaktian ke
sini?
Ya.
Yang dari kota
asli atau yang bertugas di kota?
Ya, dari desa
datang ke sini.
Kalau saudara
yang dari Bali yang berganti agama apakah tidak ada?
Tidak.
Sekarang saya bertanya, apa yang
menyebabkan, kalau yang dari desa mau berganti agama sedangkan yang dari kota
tidak mau, dari pengalaman pendeta?
Itu kan karena
keluarga.
Berarti di sini
mendapat kabar injil karena kekeluargaan?
Ya.
Kalau di kota apa tidak punya
keluarga, kalau yang di Keramas apa tidak berganti agama?
Tidak hanya
kawitan saya saja di sana.
Apakah tidak
ada hubungan dari Puri Tabanan?
Tidak.
Atau mungkin
leluhurnya dulu mengungsi ke sini?
Kalau masalah
itu saya tidak tahu. Tapi keluarga disini memang di usuhi oleh Puri Tabanan.
Tidak boleh menyamai Tabanan.
Apakah ada buktinya kalau keluarga di sini dimusuhi oleh
Puri Tabanan?
Kakak saya yang
menceritakan pada saya, ini kakak saya yang perempuan kan cantik sekali. Lalu
kan diinginkan oleh Sedahan Tabanan untuk di jadikan istri tapi dia tidak mau,
lalu keluarga kami tidak dikasi menjadi pragusti
karena tidak mau menjadi istrinya bahkan ada yang dibunuh satu yang namanya Gusti Putu Kacang.
Sekarang ceritanya lain, kan
sudah selesai menjadi guru Injil, kan selama dua tahun, apakah selesai
pekerjaanya selama dua tahun, lalu melanjutkan belajar di Badung, lagi dua
tahun, kan begitu jadinya, terus pindah sekarang ke Badung, dan tinggalnya di
asrama?
Bukannya pindah
tapi saya ke sana pulang pergi.
Lalu apakah
ada lagi anak yang lahir saat itu?
“Ada, saat itu
saya sedang hamil tua di tinggal belajar
ke Badung. Ya, saat itu kan anak saya mau lahir hanya saya berdua yang
menangani,’ Jawab istri Pendeta I Gusti Putu Puger
Lalu kalau
memotong tali pusernya apakah bisa sendiri?
Bisa saya kan
pakai pisau cukur, dan memang sudah di sediakan. Sebelum dipakai kan di
bersihkan terlebih dahulu. Kan saat itu saya sudah pernah diaajari.
Siapa yang
mengajari?
Ada dari
kesehatan Gereja. Karena di desa kan tidak adan bidan saat itu.
Lalu pendeta
yang mengajari?
Ya.
Jadi
materi-materi yang di berikan saat menjadi Guru Injil termasuk materi ke
sehatan?
Ya, ada
bagaimana caranya memelihara anak, bagaimana caranya menolong istri saat
melahirkan.
Berarti kotbah-kotbah yang diberikan
kepada masyarakat ke desa-desa yang tadi itu tidak semata-mata agama tok?
Tidak, tentang
kesehatan juga diberikan.
Terus pendeta
di mana mendapat ilmu itu?
Untuk
memelihara bayi ada satu buku yang di berikan oleh mantri.
Sekarang kita bicarakan sedikit
sebelum kita membicarakan saat menjadi pendeta, sekarang ketika mendoakan
orang-orang yang sembuh terutama ketika di Sudimara, dari sakit menjadi sembuh,
sekarang bagaimana bunyi doanya apakah saya boleh tahu tentang hal itu?
Yang paling
dasar kan, biar orang pintar, biar orang kaya, biar orang miskin, biar orang
bodoh, biar orang sakit asalkan dia percaya, dapat akan menjadi sembuh.
Jadi
diberitahukan sebelumnya asalkan kamu percaya kamu pasti bisa sembuh?
Ya.
Kalau di dalam
hati bagaimana ucapannya?
Ya, sudah
menurut keadaan di situ.
Ya, itu dah, salah satu yang harus dikasi contoh, kalau tidak begitu
kan hilang nanti dan tidak akan ada yang mewarisi, lalu bagaimana bunyi doanya?
Terlebih
dahulu saya beritahukan, kalau ada orang yang disembuhkan oleh Tuhan Yesus,
misalnya kalau orang buta matanya dikilik kan bisa sembuh, dan kalau orang
lumpuh juga harus percaya, itu saja dan itu ada mujisatnya.
Kalau ala Balinya kan ada “Ratu Betara,” kalau Kristennya
bagaimana?
Tidak
ada seperti itu, yang ada hanya Tuhan Yesus, Alah Bapa, Alah Putra hanya itu
saja.
Terus itu dah bagaimana pengucapan mantranya supaya orang yang sakit
yang pendeta obati bisa sembuh, intinya bagimana?
Orang
mantranya tidak hanya satu.
Ya, satu saja, misal kita anggap pengalaman mengobati
siapa di Sudimara?
Ada
salah satu dalam kitab di pastoral,
dan kalau saya akan memilih orang yang betul atau tidak, lalu saya datang ke
sana, bukannya memanjatkan doa melainkan saya cerita-cerita tentang doa, nanti
bagaimana dia apakah mengerti atau tidak, mencari bantuan ucapan, kita misalnya
ambil gelas saja lalu gelas ini diisi air, kalau sudah penuh lagi di tambah air
kan tidak bisa dan harus dibuang. Sama halnya orang sakit bagaimana sesudah
mendapat obat, apakah sudah puas sampai di situ, dan kalau dia bilang puas saya
akan mulai mendoakan.
Yang saya tanyakan bagaimana bunyi doanya?
AllahKu
adalah tabib yang sejati, Allahku gembala yang baik. Karena Allah itu menjadi
tabib orang sakit akan bisa disembuhkan bahkan orang yang mati bisa dihidupkan,
itu bisa terjadi kalau seandainya dia percaya, kalau tidak percaya tidak akan
mungkin.
Apakah tidak ada doa yang khusus “semoga si ini yang
sedang sakit bisa sembuh” ?
Tidak,
kadang-kadang kita duluan percaya pasti akan bisa sembuh.
Misalnya kalau seandainya saya saya bukan Kristen tapi saya percaya
Tuhan Yesus apakah saya bisa sembuh?
Kan dilihat dalam pemikiran atau bayangannya dia apakah
betul dia minta atau tidak.
Nah kalau misal begini saya masih Hindu tapi saya percaya
pada Tuhan Yesus, apakah bisa begitu?
Tidak
bisa.
Berarti saya harus pindah ke agama Kristen dulu?
Harus
ke Kristen dulu.
Berarti itu kan yang dulu pendeta jelaskan, lalu ada
apakah tidak orang yang seperti saya , saya ingin tetap menjadi Hindu namun
saya percaya pada Tuhan Yesus, apakah ada
yang bertanya seperti itu pada Pendeta?
Kalau itu
tidak, karena itu kan tidak bisa.
Berarti kan tidak ada doa khusus semoga ini sembuh?
Ya.
Memang dia orang gila di situ dia membunuh anaknya, “jangan kamu jangan membunuh
siapa yang berani menghidupkan. Saya berani membilang orang hidup dan itu
tengkar itu.
Bertengkar gitu?
Saya
bilang jangan, tidak boleh.
Oh pendeta bilang jangan gitu?
Ya,
jangan lakukan ini “ tidak boleh dibunuh. Siapa mau menghidupkan kalau dia akan
hidup.
Dia bertanya siapa yang mau menghidupkan begitu?
Ya,
lalu saya bilang jangan. Dan saya juga
keras waktu itu, dan kita betul-betul berani. Kalau memang orang sakit seperti
itu kita cari-cari ingatnya. Kalau saya
doakan dari pertama masuk, tapi saya lakukan itu secara adat gereja.
Secara adat
gereja?
Ya.
Secara kebiasaan.
Maksudnya
kenapa itu?
Dia
tidak akan dari hati dia mau didoakan.
Tidak serius begitu ya, berarti yang serius mau didoakan pasti akan sembuh?
Ya.
Kita tanyakan dulu kemana saja sudah berobat?
Ya.
Misalnya dari balian (paranormal) apa saja yang sudah
di kasi sama baliannya?
Ya, apakah
sudah semua di kasi apakah tidak ada yang belum, lalu ada yang perlu dicari
lagi.
Berarti kalau
seandainya dia bilang ada harus ke sana dulu?
Ya. Dia harus
usaha dulu.
Tapi mungkin
pada umumnya mereka mengatakan kalau mereka sudah kehabisan akal, dan sudah
tidak ada yang bisa mengobati, baik itu ke dokter atau ke balian juga sudah tidak bisa. Lalu di serahkan kepada pak pendeta?
Artinya banyak
yang sudah botolnya yang ditutup, botol yang sudah berisi itu, kita kosongkan
dulu, kalau sudah kosong tidak ada isinya baru bisa kita isi dan dengan
sendirinya isi itu akan masuk.
Itu kan
kepercayaanya ya, nah ketika dia sudah mengatakan ada yang perlu dicari lalu
dia menjawab tidak, terus apa yang harus dia lakukan, apakah dia menyatakan
diri percaya pada Yesus begitu?
Ya, harus
percaya dulu, saya kan mengajar di Sudimara itu selama dua tahun.
Berarti si A itu sakit, berarti
keluarganya yang disuruh, misalnya yang gila itu kan tidak tahu apa-apa lalu
keluarganya yang disuruh, langsung dia disuruh masuk Kristen baru diobati atau
apa diobati dulu baru masuk Kristen?
Tidak ada obat saat itu hanya di doakan saja.
Oh ya, memang tidak ada obat, istilahnya kan didoakan dulu baru masuk Kristen atau masuk Kristen dulu baru di doakan?
Kristen dulu.
Saat itu pula,
misalnya pendeta ke sini kehadapan keluarga di sini, misalnya saya sebagai
kepala keluarga dan kepala keluarganya itu beragama Kristen baru anaknya sembuh gitu?
Ya.
Kenapa tidak disembuhkan
dulu anaknya baru beragama Kristen?
Ya, nanti dihapus
lagi.
Dihapus lagi,
apakah sering begitu, apa pernah terjadi seperti itu?
Pernah dulu di Bongan
kan ibu bidan disuruh ke sana pernah dulu ada yang sakit, dan mereka bilang
kalau nanti saya sembuh nanti saya akan ikut agama Kristen. Dan memang bisa
sembuh dan sampai sekarang dia sama sekali tidak mau ikut agama Kristen.
Berarti karena
pengalaman itu akhirnya menggunakan cara yang lain?
Kalau yang ini
kan baru-baru.
Berarti kan
memang begitu caranya harus ke Kristen baru didoakan, berarti kan pernah
terjadi cerita begini, dia sudah menyatakan diri masuk Kristen, tapi anaknya
yang sakit tidak sembuh-sembuh pernah ndak dia seperti itu, berarti dia pindah
agama apakah dia langsung harus merusak sanggah
(kuil keluarga)-nya?
Ya, kosongkan
dulu pikirannya itu baru.
Kalau ke dokter
juga tidak boleh?
Ya, bisa.
Berarti
kosongkan dulu pikirannya baru masuk Kristen lalu langsung dibaptis?
Tidak kan diajar
dulu baru di baptis.
Apa saja yang
diajar?
Ya, pelajaran
agama Kristen.
Biasanya berapa
bulan dia sembuh, menurut pengalaman pendeta, misalnya sekarang kan dia sudah
menyatakan akan masuk Kristen, terus apakah ada baru dua tahun baru dia bisa
sembuh?
Tidak
dan saya tidak pernah mencatat itu.
Kalau begitu
mungkin yang diingat, dua bulan dia sudah langsung sembuh?
Ya, seperti ini
misalnya yang di Sudimara, kakinya yang satu sudah tidak ada isinya, kemudian
keluarganya memanggil saya dan dia saya doakan, kemudian perlahan-lahan kakinya
menjadi bagus.
Saat itu
percaya apa bertobat namanya?
Percaya, saat
itu kan mereka belum tahu dengan yang namanya bertobat.
Apa perbedaan
antara percaya dengan bertobat?
Kalau percaya
itu kan kenal.
Kalau bertobat?
Ya, sama juga
sudah kenal tapi sudah kenal dengan yang jeleknya.
Lalu bertobat gitu?
Ya.
Sekarang saya
sudah semakin jelas, kalau orang harus
masuk Kristen dulu baru akan di doakan sehingga dia akan bisa sembuh,
dan bukan yang sebaliknya?
Ya, memang harus
percaya dulu.
Percaya pada
siapa ini?
Ya,percaya
kepada Kristus ini.
Percaya pada
Kristus dulu?
Ya, lalu kita
akan beritahukan sampai dia kenal.
Lalu bagaimana
mereka menjawa, “ya, saya akan turut” begitu?
Ya.
Setelah turut
lalu tugas pendeta memberikan pelajaran?
Ya.
Terus berapa
kali?
Kalau di Sudimara
tiga kali dalam seminggu, yaitu hari Rabu, Jumat dan Minggu, sedangkan kalau
hari yang lainnya saya ada acara yang lain.
Berarti Rabu,
Jumat dan Minggu sudah ada di Sudimara. Kalau di tempat-tempat yang lainnya,
misalnya kan ada orang yang meninggal, kan pendeta juga harus ke sana?
Ya. Yang disini
akan di tinggal dulu.
Yang di sini
akan di tinggal, lalu akan pergi ke tempat yang lain?
Ya. Saya itu
kan memegang tiga jemaat, yaitu Sudimara, Bongan, dan Piling dan saya akan atur
majelisnya. Kalau misalnya saya memimpin jemaat yang di Piling dan majelis yang
ada di Bongan dan Sudimara, mereka yang akan memimpin jemaat yang ada di sini,
dan kalau yang di Piling saya biasanya pergi ke sana pada hari Minggu.
Sekarang kita
lanjutkan ceritanya kalau sudah sampai di tempat Jemaat, apakah mengadakan
pertemuan di balai Banjar, wantilan (bangunan
besar terbuka multi fungsi) atau di rumah penduduk?
Ya. Kalau yang
sudah ada gereja ya kita akan mengadakannya di gereja, sedangkan kalau yang
belum punya gereja kita akan pilih salah satu tempat yang baik.
Kalau yang di
Sudimara?
Ya, di
rumah-rumah penduduk.
Kalau misalnya
di rumah-rumah penduduk, terus penduduk yang Hindu bagaimana dia apakah dia
menonton atau malah sebaliknya kita di lempari?
Kalau yang di
Sudimara tidak pernah, tapi justru di benci.
Di benci
seperti apa?
Ya, kita akan
mau diajak bicara.
Apakah tidak
pernah ada yang menyakiti?
Ya, kalau itu
ada juga, seperti ada yang padinya yang diambil.
Ini terjadinya
di mana?
“Yang di Sudimara,
dan padinya yang di ambil di sawah yang padinya paling baik.
Kalau yang
mengetam padinya jemaat yang di sini,” jawab istri Pendeta I Gusti Putu Puger.
Orang yang di
sini apakah tidak mau membantu?
Ya, mau kan
karena dia di situ dibenci, lalu padinya di curi.
Lalu jemaat
yang di sini yang ke sana?
Ya.
Berapa orang
yang ke sana?
Ya, semua.
Terus dia ke
Sudimara, apakah dia dibayar?
Tidak.
Sukarela?
Sukarela,
biasanya kan hasil di sawah itu biasanya sekian tapi karena sudah dicuri
sebagian, tapi waktu di panen hasilnya menjadi lebih dari yang biasa.
Padahal kan
sudah dicuri?
“Padahal itu,
saat itu laki perempuan, anak-anak atau pun dewasa kalau sudah bisa bekerja,
diajak dah ke sana, kalau yang di sini ada pekerjaan lalu akan dipanggil ke
sana, lalu mereka pasti akan datang ke sini,” Jawab istri Pendeta I Gusti Putu
Puger.
Bererti kita di
rumah orang itu kita langsung memberikan kebaktian istilahnya atau kotbah atau
apa?
Ya, kita
menurut keadaan, kalau hari Minggu kita akan memberikan kotbah, kalau hari Minggu
sekarang di sini, kemudian menggunya lagi di sini, kita istilahnya meminjam
tempat.
Berarti kan
masyarakat kan ada yang membenci?
Ya, di benci
keras sekali.
Waktu memberikan
kotbah apa tidak pernah diganggu?
Tidak, kalau
misalnya ada yang seperti itu kan disidangkan, oleh jematnya.
Di sidangkan,
di sidangkan seperti apa itu?
Ya, diusir itu.
Oh orang yang
mengganggu itu, terus yang di mana?
Yang agama
Kristen itu.
Terus ini kasus
yang dimana?
Ya,
dimana-mana.
Tidak, sekarang
saya bertanya ketika pendeta memberikan ceramah dan memberikan kotbah apakah
ada pernah kejadian lalu masyarakat datang ke sana, lalu dilempari, apakah
pernah terjadi seperti itu?
Ya, saat saya
itu ke Sudimara, malam-malam itu sering di depan saya ada pedang.
Siapa yang
membawa pedang?
Ya, saya sama
sekali tidak tahu.
Sama orang
Hindu disana?
Di Beda, oleh
anak-anak di sana, di jalan yang sepi dan senggang, di sana dah saya di
perlihatkan pedang.
Apakah mau di
bunuh?
Saya sama
sekali tidak tahu, lalu saya di tanya siapa, kemudian saya jawab, saya gusti.
Di tanya siapa,
apakah tidak ditanya mau kemana?
Tidak.
Saat itu apakah
jaman Genting?
Ya.
Apakah saat itu
jaman NICAnya?
Tidak saat
jaman GESTAPUnya.
Apakah saat itu
sudah menjadi pendeta?
Ya. Saya kan di
sini lalu lalang ke utara dan ke selatan.
Ya, nanti itu
kita akan ceritakan, sekarang kita akan ceritakan, sekarang kan sudah tahun
1952 belajar selama dua tahun, kan jadinya tahun 1954 kan jadinya sudah menjadi
pendeta, lalu dimana lantas tugas pertama?
Ya, disini.
Lagi di sini?
Ya. Mereka tahu
kalau saya itu punya anak banyak, dan jika dipindahkan kan jadinya susah.
Dimana kita akan di carikan rumah sementara anak saya banyak.
Kalau jemaat
yang dikunjungi apakah sama yang dikunjungi seperti waktu masih menjadi guru
Injil?
Ya, sama. Kalau
seandainya saya pindah kan di kasi
rumah.
Berarti tidak
ada bedanya, lalu tahun berapa pensiun menjadi pendeta?
1976.
Berarti menjadi pendeta tahun
1976 pensiun, lalu mulainya, kalau saat Gestok apakah sudah menjadi pendeta?
Saya tidak
tahu.
Jadi sudah lupa
sekali dan memang sama sekali tidak ada catatannya?
Ya, saya lupa,
saat saya masih di Untal-Untal saya sudah melayani Jemaat, lalu di Blimbing
Sari saya juga memimpin di Gereja.
Sekarang
sesudah pulang ke sini siapa yang lahir saat menjadi pendeta?
Gung Nyoman,
Gung Ketut, Gung putu, Gung Made, anak saya Ayu yang di Sanur, Bagus anak saya
yang di Surabaya.
Tidak, saat
menjadi pendeta lalu belajar lagi ke Badung?
Kalau itu Gung
Ketut saya dengan Gung Nyoman.
Tahun berapa
lahirnya?
Saat di
Untal-Untal itu tahun berapa.
Bukan di
Untal-Untal?
Itu kan begini
baru saya pulang dan ada di rumah ini dia sudah lahir (bersambung)
No comments:
Post a Comment