Wednesday, April 13, 2016

Hanya Berdoa Minta Tolong Kepada Ida Sang Hyang Yesus

Nama Informan : Ni Ketut Renih (2)
Tempat wawancara : Jalan Raya Seminyak, tanggal 16-11- 2001
Pewawancara : Nyoman Wijaya, Ketua TSP
Transkriptor : Putu Yuliani, staf admim TSP
Korektor : Nyoman Wijaya, Ketua TSP


Saat ini mertua ibu kan sudah meninggal , apakah dikubur secara Kristen , ditanam?
Sudah dikubur. Kuburannya berjejer, di sebelah urata gereja.

Apakah tidak sulit mencari tanah ?
Tidak, karena diberikan oleh pemerintah. Bapak dan ibu saya sudah dikubur di tanah yang lain lalu diusir dan akhirnya diberikan tanah oleh pemerintah.

Pemerintah Jepang?
Pemerintah Belanda. Diberikan tanah kuburan di sebelah timur Gereja di Legian. Mayatnya diangkat kesana, dipindah agar menjadi satu. Bapak , ibu dan ipar saya di jejer kuburannya.


Kalau mertua ibu?
Disana, di jadikan satu.

Berarti hanya sedikit yang beragama kristen disini?
Ya, hanya keluarga kami, tetapi anak-anak saya banyak.

Berarti kan tambah ramai. Bagaimana rasanya setelah pindah agama dari Dewa ke Hyang Widhi? Berarti sewaktu masih gadis mebakti kepada Sang  Hyang Widhi ?
Tidak Dewa. Sewaktu masih gadis kalau saya minta nasi terlebih dahulu harus mebanten (menghaturkan persembahan), setelah itu barulah makan. Kalau sekarang tidak seperti itu tetapi hanya berdoa minta tolong kepada Ida Sang  Hyang Yesus.  Karena waktu itu saya tidak tahu huruf, saya bersekolah kalau bersekolah biasanya lepas ayah  bedik-bedik tiang berdoa beneh engken doa tiange keto? Kalau saya makan saya akan berdoa: ………………..Amin,

Sanggah-nya bagaimana ?
Diberikan untuk orang lain.

Sanggahnya atau tanahnya yang diberikan kepada orang ?
Sanggah-nya.

Siapa yang menghancurkan?
Bapak. Sanggahnya kan ada 2 : rong 3,  dan rong 2.

Kalau saudara yang beragama Hindu  berarti tidak pernah mebakti atau ngaturang sembah di rumah tua karena sudah dibongkar?
Hanya sanggah yang disini saja yang di bongkar. Karena di pikiran dia sudah tidak ada artinya lalu sanggah-nya di berikan kepada yang lain. Kemudian ada yang bilang “ngudiyang pekidihan sanggahe anak misi dewa.” (kenapa sanggah-nya diberikan kepada orang lain, kan ada dewa di dalamnya). Pokoknya bapak saya tidak percaya. Demikianlah riwayat kami dulu, kami sangat sengsara karena rumah kami selalu di-timpugi (dilempari).

Dilempari dengan batu gede-gede ?
Pagi-pagi saat anak saya terbangun semuanya menanyakan “kenapa rumahnya begini?”  setelah saya hitung jumlah batunya 600.  Rumah saya hancur.

Berarti malam harinya tidak bisa tidur?
Tidak.  Tidak berani lewat, batu-batu berterbangan  dari mana-mana. Kakak-kakaknya pintar semua adik-adiknya di bawa ke batan umahe  (di bawah kolong) biar tidak terkena batu.

Saat itu anaknya ibu berapa ?
7.

Berarti saat itu sudah jaman Jepang ?  sudah gede? Jaman revolusi ?
ya. Saat itu mertua saya yang laki meninggal lebih awal dari ibu saya.

Susah menjadi Kristen?

Ya, mula kenten negen salib Sang Hyang Yesus, buka kecoran ide nebus dosan irage, irage kan sareng negen salib  Sang  Hyang Yesus : sareng negen salib yesus, Sang  Hyang Yesus titiang pacang ngiring …. Sareng negen salib ratu ring maya pada, kuatan je manah titiange, nyideyang nekang keweh, ene sampun kati lingsem mesesel ring manah, titiang kesengitan antuk jatma ring jagat iyastu kakutang ring sitra ratu ring tanirah titiang yanin ratu sane nandan. Titiang ngiring tur bungah yenin Sang  Hyang Yusus side titiang ten ilang kewuh: Yenin Sang  Hyang Yusus side tan kewuh, banjare nyengitan, kutange teken nyama braya  masi kenken yan be Sang  Hyang Widhi sane suweca, titing ten keweh.
Terjemahan bebasnya,
Ya, memang demikian menjadi pengikuy Yesus Kristus, seperti halnya Dia menebus dosa kita, berarti kita ikut pula memikul Salib: ikut memikul Salib. Yesus Kristus saya akan ikut, ikut memikul Salib di dunia ini, kuatkanlah pikiran saya, yang bisa mendatangkan kesusahan, ini sampai membuat saya menderita, saya dimarahi orang-orang di dunia, sekalipun ditinggalkan di kuburan, tapi Tuhan Yesus yang akan menuntun saya. Saya ikut dan senang kalau Tuhan Yesus menganugrahi saya supaya tidak mengalami kesulitan, anggota banjar-nya marah, dibuang oleh sanak keluarga, tapi tidak jadi persoalam jika Yuhan Yesus sudah memberi anugrah.

Saat ini kalau ada pekerjaan di Balai banjar apakah ibu diajak?
Tidak. Karena kita sudah lain dan beragama Kristen.

Tidak saling mengundang ?
Kalau anak-anak disini yang kawin, hanya dengan jemaat, bapak-bapak pendeta dan majelis, tidak mengundang yang beraga Hindu.

Menantu-menantu ibu semuanya kristen?
Ya, Hindu juga ada.

Semuanya mau masuk Kristen?
Menantu saya yang beragama Hindu hanya dua orang.

Menantu ibu yang beragama Hindu mau masuk Kristen?
Mau. Ada yang bilang saya banyak mempunyai anak laki-laki, akan susah mencari istri Kristen.

Apa kesukaan bapak disini, mekidung (menyanyikan syair-syair) atau ?
Pekerjaannya sehari-hari adalah bekerja di sawah. Tetapi mertua saya juga suka membawa banten (sesaji) di pura desa.

Menjadi pemangku ?
Ya, di pura desa, yang mengambil sawah untuk ngaci pura.

Saat menjadi mangku berarti kan bisa mengobati diri sendiri nunas di pura?
Tidak bisa.

Berarti penyakitnya berat sekali, apakah  beliau tahu siapa yang menyakiti?
Ya, saudaranya. Bapak pekidih (anak angkat) kesini lalu saudaranya yang merebut sawahnya kemari, sebenarnya kan mertua saya yang seharusnya kesana merebut, terbalik.

Akhirnya diambil semua?
Tidak, yang diambil hanya sawah yang dibeli oleh mertua saya.

Sampai saat ini?
Ya, karena sudah dijual 600 juta untuk ngasti pura.

Kira-kira berapa are?
Tidak tahu. Kalau panen biasanya bisa sampai 100 seet. Saya juga sering ikut  memikul padi.

Apa pekerjaan sehari-hari mertua ibu?
Bekerja ke sawah.

Tidak bisa mendalang ?
Tidak.

Mertua yang perempuan berjualan apa?
Tembakau, bumbu dapur.

Apakah ada yang berbelanja setelah pindah agama ?
Berjualan sebelum pindah agama, setelah beragama Kristen tidak berjualan lagi. Karena tidak ngomong lagi. Mencari  air juga tidak diijinkan, akhirnya Bapak saya saya membuat sumur pada malam hari agar punya air karena kami tidak diijinkan mencari air ke tetangga. Jaman dulu sangat sulit membuat sumur, 10 meter baru ada air.  Waktu kami disisihkan bapak saya membuat sumur malam-malam.

Dengan siapa?
Saudara-saudara yang diselatan. Pagi, siang, sore mereka bekerja agar mendapatkan air.

Akhirnya punya air?
Ya. 

Ketika sudah selesai berarti banjar disini tidak peduli?
Ya.

Siapa yang membantu?
Keluarga kami saja.

Yang dari untal-untal ada yang datang ?
Ada. Sewaktu ipar saya meninggal hanya dijenguk sambil membawa beras tetapi mereka tidak ikut ke Setra.

Saat Wayan Kayun lahir, kehidupan ibu masih susah, kemudian setelah kelahiran anak kedua juga susah?
Anak kedua meninggal. Saya tidak terlalu telaten merawat bayi, sedangkan mertua saya yang perempuan membawa nasi ke sawah untuk mertua saya yang laki-laki, saat saya memandikan sedang memandikan Kayun dia merangkak  di teras kemudian lengannya bengkak karena keseleo ketika ditanya oleh mertua saya “kenapa setiap malam Made menangis?”  Setelah 4 hari barulah saya berani bilang “Bengkak pak?”  “Kenapa kamu bodoh, tidak mau bilang sampai tangan anaknya bengkak dan tidak dicarikan daun camplung muda diisi bawang adas “ lama-lama seperti bisul dan pecah setelah sekian lama meninggal. Saat itu saya di rumah hanya sendiri, kakaknya Kayun baru bisa merangkak.

Berarti orang-orang mentertawakan setelah anak ibu meninggal?
Ya, kalau saya tidak KB, mungkin saya sudah mempunyai anak 18. Lalu saya periksa dokter setelah saya mempunyai anak 14 baru ada KB sebelumnya tidak ada.

Saat ini, anak ibu yang paling kecil umurnya berapa?
Tidak tahu. Yang paling kecil namanya Wayan Nyamin, tugas di Timur-Timur 3 tahun.

Kapan suami ibu meninggal?
4 tahun.

Berarti ibu hampir 18 mempunyai anak ?
Ya, saya dimarahi oleh dokter. Saat saya mau menggugurkan saya di marah oleh mertua saya, katanya banyak ada orang meninggal karena menggugurkan kandungan.

Berapa anak ibu yang meninggal?

1 orang. Keguguran sekali karena menjinjing padi, mertua saya sampai takut, dikiranya saya sudah mati.

Bagaimana caranya karena ibu Kristen sendiri di daerah ini, sedangkan  yang lainnya mayoritas hindu, berarti ibu tidak mempunyai teman ?

Ya.
Berarti tidak ada yang mau datang kemari?

Tidak,  makanya anak saya yang paling kecil, seharusnya ibunya ………….berjualan di warung ………….tamunya berjualan nasi…..

Sekarang dikontrakkan ?
Ya.  Mereka ngomong kepada  anak saya  dan saya“Karena warungnya kecil, dimana saya harus masak kalau saya tidak kamu beri kan dapur.”  Kemudian mereka bayar 4 juta menjadi 29 juta pertahun. Tetapi dikatakan masuk asuransi selama 15 tahun, “Kenapa tidak ngomong dengan saya, saya tidak ada buat rumah.”  Dikira ayah saya  menjadi polisi, dan dia mau menanda tangani.

Kontrakannya masih berapa tahun lagi ?
Sebenarnya selama 15 tahun tetapi 2 tahun sudah diberikan uang.  Kemudian hasil kontrakannya dipakai untuk membeli rumah. 30 juta dan dikontrakkan , diberikan perskot 10 juta, setelah di berikan perskot barulah ngomong dengan saya. Kalau sebelumnya saya diberitahu, saya tidak akan ijinkan untuk membeli tanah disana “to..umah di duur tongosin.”

Gereja itu tanah milik siapa?
Tanah dari membeli.

Milik siapa ?
Nengah Puji, dibeli 3 juta gerejanya cukup besar. 
Tanah tersebut milik perkumpulan saya.

Dibeli secara patungan ?
Jemaat yang membelinya.

Sudah berapa tahun?
Sudah lama. Mula-mulanya gereja kecil, gereja tua, kemudian membeli tanah lagi sehingga besar.

Gereja tuanya disana?
Tidak tetapi  di tempat lain.  Gereja yang kecil tempatnya minjam dan sekarang sudah diambil oleh yang punya.

Pendeta siapa saja yang datang kemari untuk mengembala umat ?
Anak saya , pendeta Putu Raka.

Dia sendiri ?
Berdua tetapi yang satunya lagi tidak melanjutkan.  Anak saya Pak Sukarya, kadang-kadang Waspada datang kemari, kemudian Pak Sator yang baru-baru ini ditasbihkan.

Berapa KK yang masuk Kristen di daerah ini ?
Anak saya semuanya masuk Kristen. Laki-laki 3, perempuan 10.

Semuanya di Legian ?
Ada yang di Batam,  Yogya, Surabaya.

Saudara-saudara ibu yang sudah meninggal kan I Raneh ?
Ya.

Berapa anaknya ?
Banyak.

Semuanya Kristen ?
Ya.

Tidak ada yang pindah lagi ke agama Hindu?
Tidak.

Ibu anak keberapa? Paling tua?
Tidak, ada kakak laki-laki saya.

Wayan Raneh ?
Adiknya Raneh.

Ibu nomor 3?
Ya.

Adik-adiknya ibu dan bapak semuanya sudah meninggal?
Ya, hanya tinggal satu saja.

Semuanya tinggal di Seminyak ?
Di Legian. I Raneh sudah meninggal, Nyoman sudah meninggal, yang tinggal hanya anak-anaknya.

Mungkinkah bapaknya ibu banyak mempunyai musuh sampai nanam pepasangan (melepas ilmu teluh)?
Jaman dulu memang biasa seperti itu, apalagi kalau banyak mempunyai uang kadang-kadang sampai di buat gila, segala macam penyakit bisa dibikin. Anak ipar saya juga ada yang sampai sakit perut tetapi setelah dilihat keponakannya kesakitan akhirnya diobati kembali. Kalau dalam agama Kristen orang-orang tidak boleh melakukan hal itu.

Tidak takut?
Setiap malam saya selalu berdoa kepada Sang  Hyang Widhi, makan berdoa, mau tidur berdoa, sambil menyanyi.

Kalau ada upacara-upacara adat seperti menikah, apakah ibu diundang ?
Ya, diundang.

Apakah ibu tidak takut di racuni ?
Saudara-saudara saya disini kan ikut perkumpulan, ayah saya kan diam di warung kemudian, “ beli ngudiyang beli aluh-aluh sing beli ngae canang, kemu mau cang kadung cang tuyuh ngaja kelod ngaba canang me,  be cang bange seger teken dewane” (Kak kenapa kamu santai saja tidak membuat sesaji, saya sudah terlanjur sibuk ke sana kemari membawa canang, tidak apa-apa asal sudah dilindungi oleh para dewa), dia bicara begitu .“ De nae ngomong keto Tut anak pade len, pidan beli megama patuh cara Tut megama Hindu, ngae canang, jani beli suba len mebakti teken widhi, de nae keto ngomong!”  (Janganlah berkata seperti itu Tut, jalannya berbeda, dulu kakak beragama seperti kamu beragama Hindu, membuat canang, sekarang kakak sudah bersembayang paa Widhi, janganlah berkata seperti itu.”
Empat tahun kemudian setelah anaknya menikah saya diundang kesana, “Beli mase sing beli delodne, lakar timpung cang batis beline.” (Kak merasa gak di Selatan, saya akan lempari kakinyua kakak), begitu dia ngomong. Setelah ayah saya kesana, dan diberikan teh lalu sesampai di rumah mukanya menjadi  lain,  hitam. Kami sudah mencari obat, kemudian dokter bilang hanya sakit ringan dan dianjurkan jangan terlalu banyak merokok. Setelah bapak saya sembuh semua menantunya menengoknya kesini. Semua anak-anaknya datang menengok sambil membawa makanan. Kemudian tepat jam 12 bapak saya berkata “mu pulesan ibane buin mani apang segar muka warung,“ (kamu tidurlah supaya besok segar berjualan) setelah saya bangun beliau sudah tidak bernafas dan mukanya sama sekali tidak menunjukkan bahwa beliau sudah meninggal.      

Pernah sakit sebelumnya ?
Sepulang dari undangan.

Apakah sebelum kondangan bapak tidak ngastawa (berdoa)?
Tidak.

Berarti kena leak?
Ya.

Ye ampun mepindah agama, ampun ten suweca Sang Hyang Yesus? (Sudah beroindah agama, tetapi kenapa tidak dilindungi oleh Yesus Kristus?
Dipaksa disuruh kesana dan bapak saya tiba-tiba ingin kesana, mungkin sudah diacep.

Seharusnya kalau sudah pindah agama kan tidak mempan?
Ya, saat itu ayah saya tidak berdoa. Seharusnya anak-anaknya saja yang kesana dan beliau tinggal di rumah.

Ibu percaya suami ibu disakiti orang ?
Percaya.

Kenapa bisa demikian padahal sudah pindah agama?
Bebutane kan duweg ngintip-ngitip anak apang bimbang teken Sang  Hyang Widhi, ……
(setan kan pintar mencari kesempatan agar orang menjadi ragu pada Yesus Kristus)

Apang iraga mepalas (berpisah) ajak Sang  Hyang Widhi? Kenken wadukne daweg sungkan (bagaimana perutnya kala sakit)?
Biasa.

Bin pidan anake ngelah gae ye seda ( Berapa hari lamanya dia meninggal setelah menghadiri undangan)?
18 harinya meninggal jam 12, hanya saya yang menunggu, nafasnya tersengal-sengal.

Apakah ibu sempat bertanya apakah sebelum berangkan undangan dia sudah berdoa?
Ten (tidak), perkumpulan yang ladne driki delodne, jani ten ya taen mecanang-canangan ten-ten taen ketemu (kelompok dulu di selatan sini, sekarang karena tidak aktif dalam persembahyangan di pura, makanya tidak pernah bertemu)

Taen merasa kundangan ada anak nyakitan (apakah pernah mengalami, saat menghadiri undangan ada pihak yang menyakiti?
Bapak tiang taen. Tiang ten. Pidan nasi besik kan ajak dadua, bene maanehan, ben bapak tiange misi pamor di betene.  Makane bedik. Cara pidan be besik ajak dadua  nyokot. (Suami saya pernah, saya juga pernah. Dulu sepiring nasi untuk di makan berdua, tapi lauknya terpisah. Daging yang dimakan oleh suami saya ada kapur sirih di bawahnya. Sempat dimakannya sedikit saja. Kalau jaman dulu satu daging diambil oleh dua orang)

Magibung (makan bersama dalam satu wadah)?
Ya.  Dia ceritera dagingnya berisi pamor, di bawah lawar-nya sedangkan yang lainnya tidak. 18 hari kemudian meninggal. 

Gelem acepok langsung seda? (Sakit sekali langsung meninggal)?
Hanya 18 hari.

Sebelumnya sehat-sehat saja?
Setelah pulang dari sanalah mukanya kelihatan beda.

Saat anak-anaknya masih kecil apakah dia rajin sembahyang?

Dia sempat tidak pernah mau pergi ke gereja karena tidak percaya dengan adanya Sang  Hyang Widhi.

Kenapa dia tidak mau padahal kan sudah pindah agama, berarti kan murtad namanya?
Ya, murtad. Yen ten panak tiange ane tugas di Timur-timur ngirim surat mulih “Pa, anteng-antengan ke gereja, sing dadi anak iwang teken Sang  Hyang Widhi, be ngelah pianak liu sing dadi murtad.” (Pak rajin-rajinlah ke gereja, tidak boleh sampai lupa pada Yesua Kritus) “Patuh gen cara ngalih Badunge ke Kuta ambin dadi, ke Kerobokan anggon dadi.” (sama hal kalau akan pergi ke Denpasar, bisa ditempuh melalui Kerobokan atau Kuta) begitu dia menjawab.

Maksudnya ?
Yen ngalih Badunge kan ngalih suarga ( mencari Badung kan artinya mencari Sorga) 

Len bin ngelah jalan (punya jalan yang lain juga?
Inggih, ya.

Kembali ke jalan Hindu?
Tidak, jadi satu tetapi malas ke gereja.

Ngastawa uli jumah (berdoa dari rumah)?
Sai-sai ngastawang tiang, di natahe metimpuh ngastawang, di kamar, pidan sing anak juk-juke, ngalih anak maling. Anak ngalih I Reding bapak Made Merta Juke dini. (Setiap hari saya berdoa, di halaman rumah bersimpuh berdoa, di kamar, dulu tidaka da orang yang sampai ditangkap. Orang mencari I Redig, tapi Bapak Wayan Merta yang ditangkap). Orang dari Kedonganan yang mempunyai sifat jelek.  Tahu-tahu suami saya sudah berada di Tabanan.

Waktu jaman G 30 SPKI?
Tidak. Setelah itulah  ketika dia mulai mau bersembahyang ke Sang  Hyang Widhi.

Dia bersikap murtad apakah karena dia senang berjudi atau senang main perempuan ?
Tidak

Hanya malas , tinggal di rumah sehingga tidak mau pergi ke gereja?
Ya.

Dugas ye lakar padem berarti malas ke gereja? (Sebelum dia meninggal dunia, berarti sudah malas berdoa di gereja).
Tidak, sudah rajin kegereja.  Saat kami sudah sudah mempunyai 5 anak.

Mungkin karena malu terus dihina oleh warga?
Teman-temannya ngomong “De suud megama Kristen, yen nyak suud megama Kristen ibukne pasti nyak suud megama Kristen, kan bek ngelah nyama, men be De suud megama  Kristen, memene nyak suud, nyen sing, nyen bakal ngerunguang.” Itu yang bikin dia murtad tidak mau ke gereja.  (Artinya, Made berhentilah beragama Kristen, kalau kamu berhenti beragama Kristen, istri kamu pasti mau juga berhenti beragama Kristen. Kan kamu sudah banyak punya saudara. Kalau kamu berhenti beragama Kristen, ibu kamu pasti juga akan mengikutinya,  kalau tidak, siapa nanti akan menghiraukannya saat meninggal.

Sira sane ngejuk, ngajak ke Tabanan? (Siapa yang menangkap, mengajaknya ke Tabanan)
Motor truk mai  ajak liu,  ngejuk kurenan tiang gen ada ajak 20. (Mereka numpang truk, banyak jumlahnya, yang menangkap suami saya ada sekitar 20 orang)

Ngalih anak Bali-Bali? Napi alihe truk punika.

Saya tidak tahu apa namanya atau apa alasannya mereka.

Saat Pemilu, Golkar?

Lupa. Pokoknya mencari maling.
Suami ibu kan tidak ikut, kenapa mesti dicari?
Mungkin  godaan, biar dia sadar dengan dirinya sendiri.

Bapake driki soroh napi (Bapaknya di sini dari klan apa?
Bendesa asli.

Berarti kan banyak punya keluarga misan, mindon?
Pada jaman itu kalau bendesa  diambil oleh orang lain, putus hubungan keluarga.

Dimana saja saudara-saudara ibu, di desa mana saja ?
Disini saja.

Tidak ada di luar, misalnya di Badung?
Tidak.

Mindon  mertua ibu semuanya disini?
Ya.

Semuanya masih beragama Hindu?
Ya. Hanya keluarga ini saja yang beragama kristen, setelah ibu bapaknya meninggal tinggallah kami berdua dan anak-anak. Anak-anak saya banyak sehingga akhirnya menjadi 13 keluarga.

Dimana letak pura Gede atau Pura ibu?
Namanya pura Peti Tenget.

Semuanya bersembahyang disana?
Kalau ada odalan, semua barong menari kesana.

Sewaktu kecil juga begitu ?
Saya kan berada di Legian.

Ibu soroh apa?
Biasa.

Pasek ?
Tidak, biasa saja.

Berarti keluarga ibu termasuk orang penting ? Bendesa asli?
Ya.

Berarti keluarga ibu termasuk kaya ?
Ya.

Kalau memang tanahnya tidak diambil ?
Ya. Setelah saya disini saya barulah membeli tanah seluas 40 are seharga 600 ribu.

Ibu berjualan apa sehingga sampai bisa membeli tanah banyak ?
Saya berjualan sangat laris karena pada saat itu dagang belum banyak seperti sekarang.

Ibu jualan apa ?
Bumbu dapur, kain, celana, baju. Kadang-kadang saya dapat jualan sampai 500.

Apakah ibu tidak disisihkan ?
Ya, tetapi kebanyakan orang yang belanja disini adalah orang dari jauh.
Anak-anak yang perempuan saya berikan bagian masing-masing 5 are.

Berarti bapak dan ibu memulai lagi dari nol
Ya. Karena tanah milik mertua sudah diperkarakan oleh saudara-saudaranya.

Kalau tanah itu tidak diambil, berarti  tanahnya sangat banyak ?
Di bagi-bagi masing-masing 18 are.

Berarti sewaktu masa G30SPKI ada kesempatan mereka untuk memusuhi ibu ?
Ya.

Bagaimana rasanya waktu itu ? apakah ibu sempat di culik pada jaman itu ?
Tidak ada yang berani datang kesini kecuali rumahnya yang dirusak.

Saat itu ibu masih miskin ? rumahnya masih jelek ?
Ya, rusak gentengnya, kasur bolong.

Berarti saat itu  bisa seenaknya membunuh manusia ?
Orang-orang yang tidak bersalah banyak menjadi sasaran pembunuhan dan tidak ada yang menghiraukan.

Bapak tidak ada yang mencari ?
Disekolahan juga banyak orang dipukuli sampai mati. Saat itu tidak ada yang mengurus, hanya Sang  Hyang Widhi yang memberi keselamatan.

Sewaktu itu bapak tidak mempunyai musuh? Padahal sudah dimusuhi oleh tetangga-tetangga. ?
Tidak, karena tanah dan kebun kami sudah diambil. Sebelum G30SPKI sudah diambil.

Bapak tidak ikut gerombolan PKI?
Tidak.

Ikut partai apa?
Tidak tahu, lupa.

Ikut partai Kristen?
Ya.

Parkindo?
Ya benar.

Berarti sangat susah menjadi Kristen disini?
Ya.  Tetapi saya hanya menyanyi agar anak-anak saya tidak kena batu.

Sekarang apakah sanak saudara tidak ada yang berniat untuk ikut pindah agama?
Anak saya yang menjadi guru di Tulang Ampiang berniat untuk ikut masuk Kristen tetapi takut dimusuhi oleh tetangga, teman-temannya yang ikut mengajar di sana. Mereka takut disakiti. Sekarang banyak yang iri karena tidak pernah melihat saya membuat canang , odalan di Pura Puseh, Dalem, Bale agung, rakyat menjadi susah karena hasil mereka bekerja dipakai ke pura.  Tiang  (saya) dilihat gampang setiap minggu ke gereja bawa buku, menyanyi, katanya:  “Tuyuh ngaba banten keme mai men be baang seger ken dewa.”  (sibuk membawa sesajen ke sama ke mari, yang penting  kan diberikan kesehatan oleh para dewa). Mare tes tiang nawang Sang Hyang Widhi,  sing beneh dewa baktinin, Sang  Hyang Widhi malu baktinin apang kenehe ning.  (Setelah saya beragama Kristen, barulah saya sadar tidaklah benar menyembah dewa, sebab yang paling pantas di sembah adalah Sang Hyang Widhi)
            Saat suami saya meninggal  ada yang datang kemari dan bicara “Nguda sing gaenan iwe punjung?” (Kenapa kamu tidak membuat sesajen).  “Nguda ngae punjung, anak Saang Hyang Widhi suba mimpin jiwane ke suargan, ida Sang  Hyang anak suba sugih, ida nak sing kayun aturan jaje nasi.” “Kenapa saya harus membuat sesaji, karena Sang Hyang Widhi sudah menuntun roh kita ke sorga),  saya ngomong begitu. “Ida nak sing kayun jaje nasi, ide kayun aturan keneh raga ning mebakti teken ida sehari-hari.” “Sang Hyang Widhi tidak menghendaku jajan maupun nasi, yang beliau kehendaki adalah pikiran yang jernih, saat kita bersembahyang sehar-hari)  Ada juga yang nanya “Sing Ngetelunin?  sing ngerorasin?, ngai punjung sing, ngaben sing.” (kenapa tidak membuat upacara tiga hari setelah kematian, dua belas hari setelah meninggal, tidakkah membuat sesaji, tidak ngaben) “Sing anak suba Ida Sang  Hyang Widhi ngaturin kerahayuan.” (Tidak, karena sudah Tuhan Yesus yang mempersembahkan semua itu.

Mangkin satuane,  kuda anak mayah negak dokar ke Buduk ? (Sekarang lain pertanyaannya, berapa ongkos naik dokar sampai di Buduk? )
Lupa.

Sire sane mebaptis? Siapa yang dibaptis?
Pendeta…. Saya lupa.

Berapa dokar?
kira-kira 3.

Berarti ibu sudah pindah agama tetapi belum dibaptis?
Ya, kalau dulu di Bali tidak ada gereja untuk kebaktian, makanya mebabtis ke Buduk. Jalannya jelek, tidak seperti sekarang.

Men cara Bali maturan raga ke gereja bu? (Seperti tradisi Bali, apakah memberikan persembahan ke gereja?)
Tergantung kalau saya punya uang kadang-kadang saya maturan Rp. 25.000 kadang-kadang Rp. 20.000

Kalau Rp. 100.000 pernah ?
Mengucap syukur lain, maturan pembangunan lain, Rp. 500.000 pernah. Saya disini hanya sendiri anak-anak sudah berdikari. Anak saya ada yang maturan Rp. 10 juta.

Berapa cucu ibu
36, kumpi 5.

Ini ibu Ketut Renih. Anak pertamanya lahir pada tahun 1943, umurnya 58 tahun. Ibu Ketut Renih saya perkirakan lahir pada tahun 1913. Semua cucu dan cicit beragama Hindu ?
Ya.

Kecuali saudara ibu yang dilarikan itu ?
Ya.

Apa dia pernah kemari ?
Tidak pernah ,  kadang-kadang saja karena dia jual beli bangunan.

Walaupun sudah berbeda kepercayaan apakah mau rukun ?
Ya, ingat bersaudara.

Ibu ingat dengan leluhur ibu ?
Tidak, untuk apa mengingatnya.

Mungkin karena bapak ibu sudah pindah agama jadi tidak ingat lagi pada kompiang?
Ya.

Percaya dengan karmapala?
Ya.

Sampai sekarang ?
Ya. Tiang (saya) percaya ring Hyang Yesus, tiang percaya ring Hyang Yesus, tiang percaya ring Hyang yesus, haleluya, haleluya, haleluya []



No comments:

Post a Comment