Tuesday, April 12, 2016

Karena Kalau di Kristen Ada yang Namanya Penebusan Dosa


Nama Informan :  Ibu Nyoman Lanis
Tempat wawancara : Banjar Legian Kelod, Tanggal 16-11-2001
Pewawancara : Wahyuni, staf peneliti TSP
Transkriptor : idem
Korektor : Nyoman Wijaya, Ketua TSP

Hari ni tanggal 16-11-2001, saya Wahyuni sedang berada di rumah Ibu Nyoman Lanis, ibu ini sudah berumur 85 tahun. Namanya ibu itu Nyoman Lanis dan kemudian katanya ibu menikah dengan pak Wayan Enteg?
Ya. (Ibu)

Bagaimana ceritanya saat terjadi pernikahan itu?
Saat itu saya baru menikah dan saat itu saya belum beragama Kristen saat itu. (ibu)

Belum. Kalau dulunya beragama Hindu?
Ya. Lalu kan datang pemimpin-pemimpin Untal-Untal dan datang juga tukang kabar (pengabar Injil), tapi namanya saya sudah lupa dan yang masih saya ingat hanya pak Kirig. (ibu)


Kalau sebelum menikah itu belum?
Ya saya belum beragama Kristen. (ibu)

Kalau upacara perkawinannya dengan upacara Hindu?
Ya Hindu. (ibu)

Bapak saya jadi Kelihan.

Kalau sebelum kawin itu tidak?
Itu dah sebelum kawin itu dia jadi bermacam-macam kelihan, kelihan desa, kelihan banjar. Tapi setelah dia masuk Kristen dia itu kasepekang. Saat itu hidup saya sangat susah sekali, kemana-mana tidak boleh. (ibu)

Itu karena masuk Kristen?
Ya. (ibu)

Terus pertama mau menjadi Kristen, kan pertamanya Hindu?
Saya kan sudah sangat jengah lalu saya duduk di rumput di antara pohon pandan, di pohn pandan itu kan bagus sekali tempatnya lalu saya duduk di sana, kalau seandainya ada air sudah saya buang diri saya. Tapi entah darimana lantas ada yang melihat saya, lalu saya lari. (ibu)
Terus mau nikah?
Lantas saya dinikahkahkan oleh Wayan Kirig itu dan ada lagi masih banyak dan saya sudah lupa namanya. Saat saya menikah itu tidak memakai apa-apa dan sudah menggunakan cara seperti Kristen. (ibu)

Lalu bagaiman dengan keluarganya, apa di kasi?
Ya di kasi. (ibu)
Bapak saya bagus hubungannya dengan bapak ibu saya, hanya saja banjarnya yang tidak baik pada bapak saya.

Ibu masih ingat dengan nama, ibunya?
Ibu saya bernama Wayan Sangkil. (ibu)

Saat itu kan datang bapak Wayan Kirid itu, dan ada lagi tapi saya lupa namanya.
Saat itu sudah menjadi kelihan?

Sudah. (ibu)
Tapi kalau kelihan itu kan umumnya yang sudah menikah?
Ya saat masih bujangan. Di hanya mengatur banjarnya. (ibu)

Sudah menikah?
Sudah, lalu setelah menikah itu tidak lagi diperbolehkan kemana-mana. (ibu)
Pertama menikahnya sudah memakai banten?

Ya, pakai dan setelah itu kan dia langsung menjadi kelihan suka duka dan kelihan banjar.
Jadi aktivitasnya di di banjar itu boleh, tapi sesudah itu datang pengabar Injilnya, lalu menikah dan di kucilkan.

Oh jainya pertamanya sudah menikah secara Hindu gitu?
Ya. (ibu)

Memakai banten juga lengkap?
Ya. Lalu dia menjadi kelihan. (ibu)

Tahun berapa menjadi kelihannya?
75 tahun yang lalu. Sekarang kan ulang tahun gereja yang ke 70. Bapak saya sudah dipercaya mengatur masyarakat, kemudian dia itu beragama Kristen.

Apa yang menyebabkan mau menjadi agama Kristen, saat datang pengabar Injilnya?
Saya tertarik itu, kan karena dibebaskan oleh orang tua saya. (ibu)

Orangtuanya agamanya apa dulu?
Bapak saya Hindu dan Ibu saya juga agama Hindu. Saya itu mengikuti suami saya itu, karena saya dibebaskan oleh orang tua saya. (ibu)
Lalu kenapa bapak Enteg ini mau menjadi Kristen, padahal sebelumnnya katanya beliau ini sangat senang belajar lontar-lontar dan juga menjadi Kelihan?
Itu kan karena, saya waktu kecil kan di sekolah itu saya di ejek, “e megama Kristen nyembah meja” saya itu dibegitukan dan kemudian saya bertanya pada bapak saya, saat itu saya sudah kelas satu SD. “kenapa bapak beragama Kristen?” “karena di sana itu ada penebusan dosa, kalau ngaben itu kan mengundang banjar dan membutuhkan biaya, sedangkan diagama Kristen itu adalah penebusan dosa melalui perbuatan.” Dia bilang begitu. kalau orang Hindu katanya penebusan dosanya melalui ngaben. Untuk naben itu kan harus ada uang yang banyak.

Bapaknya kan seorang kelihan itu kan jadinya tidak ada masalah dengan uang?
Ya tidak ada masalah. Tapi tertariknya kan karena adanya penebusan dosa itu dan itu bisa dilaukan dengan berbuat baik.

Oh berarti karena di Hindu itu menggunakan banten gitu?
Ya dan tidak mengerti akan kelanjutannya. Kalau pengabaran Injil ini kan berbeda. Bapak saya sudah belajar ngiwa dan belajar membikin orang sakit sampai dia sudah bisa.

Kalau ibunya tahun sebab apa bapak masuk agama Kristen?
Itu kan karena lama tidak punya anak dan dengan  adanya pengabar Injil dan setiap saat datang ke sini, dan suami saya lama-lama menjadi setuju. (ibu)

Lalu ibu langsung ikut saat itu?
Ya. Kalau bapaknya kan lama belum setuju dan setelah lama belajarnya baru dia mau setuju dan saya hanya menurut saja. (ibu)
Dan sesudah dia lama belajar dan juga punya anak baru dia itu tumbuh kepercayaanya terhadap Kristen dan yang imannya kuat Wayan Enteg, bapak saya.

Kalau ibu namanya siapa?
Ni Wayan Ayu Adi.

Berapak pak Enteg ini punya anak?
Dia punya anak dua orang. Saya sendiri dan adik saya Made Oka Sugandem.

Kalau di baptisnya itu pak Enteg ini tahun berapa?
Ya dekat-dekat itu dah. Dia kan sekarang sudah menjadi kristen selama 70 tahun. Lahirnya ibu itu tahun berapa?
Saya lahir tahun 1947.

Berarti setelah masuk kristen langsung lahir ibu gitu?
Tidak masih lama juga baru saya lahir, tetapi saya waktu itu tahu mengenai Sinode, bapak saya juga cerita dan saya kan mengerti jadinya.

Kira-kira pak Enteg ini tahun berapa masuk Kristen?
Dimana kita tahu orang bikin gereja itu. Kita cuma tahu dia dibaptis di sini. Diaman dan kapan gereja itu di bangun kita kan tidak tahu.

Kira-kira gereja itu di bangun tahun 1931?
Saya saja sekarang sudah umur 54. saat itu gereja sudah dibentuk baru dia itu mengabarkan Injil. Lalu lagi ada gereja di sini dan lagi dibaptis di sini kan gitu jadinya. 

Gereja yang mana yang pertama kali dibentuk?
Gereja yang di Legian.

Lalu kan Enteg ini dengan siapa saja masuk Kristen?
Wayan Raneh dengan Wayan Numrig.

Kalau Wayan Raneh ini ada hubungan apa dengan Pak Enteg?
Dia itu kan besannya. Kalau dulu kan belum hanya kenalan biasa.

Hanya dua saja?
Nah saudara dari Wayan Enteg itu semuanya ikut, dan saudara dari Wayan Raneh itu juga semuanya masuk.

Jadi pertamanya sebanyak dua keluarga ya?
Ya. Ada lagi empat yang lainnya, tapi mereka itu tidak jadi karena takut di kucilkan.

Lalu neneknya ini asalnya dari mana?
Saya dari legihan sini. (ibu)

Legian sini dan kak Enteg juga sama?
Ya. (ibu)

Lalu tadi siapa namanya pengabar Injil ke sini pertama kali?
Namanya Wayan Kirig, dari Untal-Untal. Lalu saudara bapak saya menikah dengan anaknya Wayan Kirig itu.

Kalau menikahnya sebelum atau sesudah menjadi Kristen?
Itu kan sudah lama.

Jadi ke sininya itu hanya mengabarkan Injil saja?
Ya, Bapak Kirig ini mengabarkan Injil dengan membawa sepeda.

Nah pak Kirig ini. Sudah menjadi pendeta atau pengabar Injil atau menjadi apa?
Hanya menjadi pengabar Injil dan menjual buku.

Nah kalau ke sini siapa yang di cari?
Ya bapak saya, saat itu kan kempes ban sepedanya, lalu sambil menambal itu kan bercerita jadinya dan saat itu dah dia itu mengabarkan Injilnya.

Dimana dia menambalnya. Apa di tempat lain atau bagaimana?
Bapak saya itu kan tukang sepeda. Nah pak Kirig itu kan mengabarkan Injil membawa sepeda dan sepedanya kempes lalu dia itu bercerita di sana.

Saya mau tanya sama ibu, nah saat menjadi Tukang sepeda itu apakah bapaknya sudah menjadi kelihan?
Ya sudah. Dia itu kan paling dulu menjadi kelihan Desa, Kelihan Banjar dan dia itu dipercaya sama banjarnya di sini. Lalu setelah saya percaya dengan Kristen, lalu kan di stop dan tidak di kasi kemana-mana. (ibu)

Berarti hanya di suruh di rumah saja?
Ya. Kalau saya mau ke rumah orangtua saya, saya itu kena denda sebanyak 250 uang bolong. (ibu)

Jadinya kan tidak berani diterima oleh ibunya?
Ya tidak. Dia bilang begini, “saya itu tidak ingin melepas kamu sebagai anak saya, tapi ibu harap kamu jangalah pulang-pulang agar ibu tidak kena denda. Nanti dimana ibu mencari uang bolong sebanyak itu untuk bayar denda.” Begitu kata ibu saya. (ibu)

Saat itu ibunya ibu (Wayan Sangkil), apa kerjaannya saat itu?
Ibu saya saat itu kan jadi petani, mencari kayu bakar, mencari daun dan dibawa ke pasar. Ibu saya kan banyak punya anak, rasanya dia itu punya anak 8 dan saya anak yang paling kecil. Sekarang semuanya sudah meninggal dan yang lainnya itu semuanya sudah meninggal. (ibu)

Tapi kalau keponakan itu kan masih?
Itu banyak sekali. Dan sekarang bahkan saya sudah punya cicit. (ibu)

Kalau dulu ibu bersekolah?
Kalau saya tidak. Dulu kan tidak ada yang sekolah dan orangtua saya juga tidak ada yang sekolah. (ibu).

Bapaknya ibu meninggalnya saat ibu masih kecilatau setelah agak dewasa?
Saat saya masih kecil. Bapak saay saat itu kan kena belahan botol dan lama-lam dia itu menjadi kejang. (ibu)

Saat itu kira-kira ibu umurnya berapa, masih kecil atau sudah remaja?
Saat itu saya sudah besar tapi saya itu tidak tahu apa-apa. (ibu)

Berarti kak Enteg yang pertama kali dan kemudian ibu Nyoman Lanis dan saat itu ibu belum mantap sekali gitu?
Ya.

Tapi kalau bapak sudah mantap sekali ikut?
Ya sudah.

Apakah ada perbedaan yang ibu rasakan stelah bapaknya masuk Kristen?
Saat setalah saya masuk Kristen itu, perasaan saya biasa saja dan perasaan saya itu menjadi tenang, sedangkan kalau sebelumnya itu perasaan saya itu sangat tidak menentu, saat itu kan belum di lukat (baptis) dan sesudahnya di lukat itu menjadi tenang. (ibu)

Nah kalau tentang asap itu bagaimana ceritanya?
Saat pengabaran itu saya kan bertengkar dengan bapaknya (ibu)

Apa menyebabnya itu?
Saya itu kan berpikir, “apa sebenarnya gunanya menjadi agama Kristen. Kalau misalnya mau sembahyang dan masuk ke gereja yang ada itu hanya meja dan pot.” Lalu dia bilang, “kalau kamu masuk pura kan sama juga candi saja yang kamu lihat.” Dia itu terus baca “sabda suci” tapi saya yang membantah. Setelah itu entah darimana datangnya asap dan saya diliputi asap itu sampai saya tidak berani membuka mata.

Datangnya asap itu darimana?
Itu dari atas. Lalu kan dipanggil ipar saya dan di suruh menepuk-nepuk dan dia kan tidak berani membuka matanya karena asap itu, tapi asap itu dingin. Dan setelah agak lama baru asap itu menghilang. Dan perasaan saya kembali baik. Dan semenjak itu saya baru percaya. (ibu)

Saat itu ibu sudah di baptis?
Sudah. (ibu)

Bersamaan di baptis dengan bapaknya?
Ya bersamaan. (ibu)

Saat itu belum punya anak?
Belum. (ibu)

Tapi setelah ada asap itu baru lantas ibu percaya?
Nah saat itu kan saya berpikir, saya itu tidak punya anak, lalu juga dikucilkan dan setelah itu datang asap dari atas. Saat itu kan api yang datang dulu dan kemudian asap. Sesudah ada asap itu lantas saya itu bisa hamil. (ibu)

Jadi kesimpulannya dia itu kan bertengkar dengan suaminya hanya karena bapak sering menyebut-nyebut tentang sabda suci itu dan mungkin saat itu ibu saya mengajak kembali beragama Hindu. Saat ibu saya bilang “raos suci itu apa.” Lalu datang asapnya dan membungkus dan dia itu merasa tidak panas.

Nah setelah selesai menjadi Hindu dan kelihan juga sudah selesai nah apa terus pekerjaannya?
Itu hanya mengobati orang yang sakit. Siapa yang sakit maka dia yang akan di cari. Lalu di doakan dan mau selamat. (ibu)

Saat mengobati orang ini sudah Kristen?
Sudah, tapi dia masih di cari oleh orang-orang tapi orang yang mencari itu secara sembunyi-sembunyi. (ibu)

Yang mencari itu masih Hindu?
Ya masih Hindu. (ibu)

Jadi pak enteg ini Balian jadinya?
Kalau dia mengobati orang itu bisa langsung sembuh. Orang-orang itu pecaya dengan dia dan dia itu dianggap balian dan dia itu pasti ada saja yang mencari. Dia itu memang mengobati tapi dia itu bukan Balian dan memang ada yang khusus hanya tentang obat-obatan saja.

Jadi sebelumnya saat dia masih Hindu itu belum menjadi Balian?
Belum.

Tapi tadi dikatakan dia itu belajar-belajar lontar?
Itu hanya belajar-belajar saja, tapi dia itu bukan balian. Dia itu belajar tentang wariga.

Berarti dia itu pintar tentang itu?
Ya pintar dan itu sebabnya dia itu dijadikan kelihan banjar. 

Bagaimana hubungannya dengan Anak Agung siapa tadi..?
Dia itu menjadi Abdi Anak Agung Raja Badung.

Kalau asalnya sekali pak Enteg ini darimana?
Ya dari sini, dari Legihan.

Lalu dapat tanah gitu istilahnya pica?
Bukan pica tapi dia yang di suruh membayarkan pajaknya.

Dimana dulu bayar pajaknya?
Kalau itu saya tidak tahu.

Berarti dari sini memarekkan (mengabdi) ke sana?
Ya.  
Jadi saat sudah kasepekang itu kerjaannya mengobati orang gitu?
Ya.

Kalau ke sawah tidak?
Tidak. Bapak saya tidak punya sawah, yang ada hanya tegalan. Kemudian baru lantas membuka bengkel sepeda. Kalau bengkel ini kan sebelum menjadi Kristen sudah buka bengkel. Lantas siapa yang membawa sepedanya ke bengkel sambil mengabarkan Injil.
Nah pak Raneh ini juga orang sini? Dan yang mengabarkan Injil ke sana juga bapaknya?
Ya. Saat itu kak kakeknya sakit sampai berobatnya ke Malang dan yang membawa ke sana itu orang Kristen.

Tapi dulunya kan tidak ada hubungan saudara, hanya berteman saja?
Ya.

Sekarang pak Raneh ini tinggal dimana? Apa yang di cari oleh teman saya ini?
Bukan, itu kan saudaranya pak Enteg.

Pak Enteg ini saudaranya berapa orang?
4 orang, diantaranya, Ni Wayan Kurni, Ketut Sarni, Nyoman Parna, dan dia sendiri. Ada lagi satu yang sudah meninggal.

Kalau yang Hindu ada?
Ada Hindu satu tapi sudah meninggal.

Meninggalnya kapan?
Saat dia belum beragama Kristen, namanya Ketut Rintug, saudaranya Raneh. Tadi kan Raneh temannya bapak. Raneh ini banyak juga punya saudara.

Berarti pak Enteg ini yang nomor satu? Kalau yang nomor duanya Kurni ini?
Ya. Ni Nyoman Kurni.

Kok tidak Made?
Madenya mungkin meninggal. Lalu Ketut Sarni dan adiknya Nyoman Parna.
Jadi sebelumnya ini banyak yang meninggal?
Ya banyak. Anak kecil sudah meninggal, makanya mereka tidak berurutan.

Berarti semua, selain Rinteg ini sudah Kristen ya?
Ya.

Lalu siapa yang mengabarkan Injil ini pak Enteg?
Dia kan langsung mengabarkan Injil pada saudaranya, Pak Raneh itu dan itu juga yang memeang peranan untuk Kristen yang di Seminyak.

Oh pak Ranehnya?
Ya pak Raneh punya saudara dan menikah dengan bapaknya pak Arka dan lahirlah 12 orang anak. Pak Raneh yang punya saudara dan itu perlu di catat.

Namanya siapa?
Kuneh. Lalu ada lagi Nyoman Rana, dan ada yang Hindu saudaranya dan bernama Ranuh. Yang perempuan namanya Ketut Renih dan Nyoman Suki. Dan yang Ketut itu pindah ke Kristen.

Ketut Renih ini yang kawin dengan Kristen gitu?
Ya. Mengabarkan Injil kesana dengan Kakek, lalu anaknya di nikahkan dengan adiknya ini.

Nama adiknya siapa?
Ketut renih. Ketut Renih ini menikah dengan Made Roding yang dari Seminyak.

Oh ini di Seminyak?
Ya.

Berarti kan ini bakal-bakal gereja di seminyak?
Ya. Dan mereka itu punya anak sebanyak 12 orang.

Berarti yang dari sini ke Seminyak itu ya?
Ya. Di sana juga ada gereja dan bapak saya yang menginjili. Bapak saya juga yang menjadi majelisnya dan menuntun orang yang kebaktian. Lalu saling kenal kemudian menikah lantas dan kemudian menjadi saudara besan. Habis itu langsung ke Basang Kasa, Basang Kasa pak Sukarena dan saudaranya pak nteg menikah ke Basang Kasa dan namanya Nyoman Kurni dan sekarang sudah meninggal.

Nyoman Kurni ini?
Ya. Basang Kasa Seminyak. Saudaranya Rana di Seminyak dan saudara bapak saya, (bapak Enteg) di Basang Kasa dan ada lagi Kristen di sana.

Kalau ibu masih ingat cerita tentang masa kecilnya ibu?
Saya itu sebagai orang Kristen dan saya itu sekolah di Kuta dan itu yang menyebabkan saya bertanya pada bapak saya. Bapak saya bilang, “kalau kamu ditanya oleh temanmu atau siapa saja, bilang saja kalau di Kristen itu ada yang namanya penebusan dosa.” Dan itu yang dikasi tahu sama saya.

Lalu ibu langsung menerima waktu kecil itu?
Kan sesudah saya sekolah Minggu dan masuk pemuda-pemudi saya itu baru mengerti.

Tapi apa tidak mauh malu sama teman-temannya?
Kadang-kadang guru saya sendiri bilang, kalau ada Toya itu, “wah dia kok kena Toya?” saya itu tidak merasa malu.

Nah waktu ibu kecil, pak Enteg ini masih suka baca lontar?
Masih tetap saja, dia itu kan sangat senang mekekawin, untuk mengabarkan Injil. Tapi dalam Lontar itu bukan Dewa tapi Tuhan Yesus yang ditampilkan.

Kalau lontar itu membuat sendiri atau memang sudah ada?
Memang sudah ada. Tapi diceritakan sama dengan Yesus.

Lalu, apakah ibu tidak tertarik untuk belajar lontar atau apa saja?
Kalau saya belajar Lontar itu hanya menyanyi, seperti “Hana Sira Ratu..” lalu banyak temannya yang datang dan kemudian dia cerita.

Berarti ibu dari kecil berada di gereja ini?
Ya.

Sekolahnya juga di sini? Apa tidak pernah sekolah ke luar?
Saya itu SD nya di Kuta, kalau dulu namanya kan SR.

Kira-kira tahun berapa itu?
Kalau tahun-tahunnya saya itu tidak tahu, itu kan sudah lama sekali, mungkin ada sekitar 50 tahun.

Kalau SMP nya?
Kalau itu saya tidak melanjutkan, tapi saya melanjutkan ke sekolah Modes.
Kalai nenek bisa cerita mengenai kehidupan masa lampaunya? Kalau Legihan itu kan keadaannya tidak seperti sekarang? Kalau dulu pernah jualan Celeng?
Tidak, kalau kucitnya baru pernah. (ibu)

Saat itu sudah punya anak ibu ini?     
Belum. (ibu)

Berarti kalau begitu bapak Enteg membuka Bengkel dan Ibu Lanis ini jualan Babi, gitu?
Ya. Sampai ke luar Legihan saya jualan. Sampai juga ke Basang Kasa dan yang lainnya saya pernah jualan. Saya kan beli babi, lalu saya bawa pakai guungan dan saya junjung itu. (ibu)

Belinya itu dimana?
Saya belinya ke rumah-rumah. (ibu)

Saat itu apa mereka sudah tahu kalau ibu beragama Kristen?
Sudah.  (ibu)

Saat itu apa ibu tidak ikut mengabarkan Injil?
Tidak. Apa saja yang diminta maka itu yang akan saya berikan pada mereka. Ada orang yang minta kucit akan saya kasi, ada yang meminta minyak saya kasi. (ibu)

Minyak ikan gitu?
Ya. (ibu)

Dimana mendapat minyak ikan?
Saya beli. Kemudian saya jual bersama anak kecil satau, jika terasa berat maka dia yang akan saya suruh membawa. (ibu)

Sebagai buruh gitu?
Ya. (ibu)

Darimana anak itu?
Orang dari Plasa.  Lalu kan jengah hati saya, lalu suami saya kan bikin gerobak, lalu saya membeli sabut kelapa, saat itu saya belanja di Legihan kelod. Saya kan mencari Tukang untuk menarik dan saya yang mendorong. Saat itu saya memang merasa sangat susah sekali. (ibu)

Lalu jualan sambuk gitu?
Ya. (ibu)

Diamana?
Di Denpasar. (ibu)

Bagaimana cara menjualnya, kiloan atau bagaimana?
Saya jual lima puluhan. (ibu)

Harganya berapa?
Per lima puluh itu lima ribu uang bolong. (ibu)

Saat itu kan saat ibu masih susah dan saat itu bapak juga sedang di kucilakan oleh banjarnya?
Ya. (ibu)

Lalu ibu sudah berjualan ke Denpasar?
Ya. (ibu)

Kalau mencari barangnya tidak di daerah sini?
Ya, saya mencarinya ke Kuta dan saya memakai gerobak. Lalu setelah itu saya kan pergi ke Badung, sudah menjadi agak lebih baik, itu disebabkan karena perbuatan bapak saya baik dan tidak semua orang benci sama bapak saya. Yang benci pada suami saya mungkin hanya satu dua saja. Kalau tidak berani terang-terangan datang ke rumah saya, maka dia akan berjalan di bawah pagar rumah saya. Setelah itu beruntung datang tuan Tsang. (ibu)

Oh tuan Tsang itu pernah datang ke sini?
Pernah dan dia yang memberi bantuan obat yang banyak pada bapak saya. (ibu)

Berarti tuan Tsang itu pernah ke sini jadinya ya?
Ya, dia itu membawa obat-obatan.   (ibu)

Saat datang ke sini itu, tidak diapa-apakan oleh banjarnya? Apakah tidak diketahui kalau Tuan Tsang itu agamanya Kristen?
Tidak, sama sekali tidak ada masalah. (ibu)

Oh berarti Tuan Tsang itu datang ke sini hanya membawa obat-obatan saja, apakah dia tidak mengabarkan Injil ke sana?
Dia datang membawa obat-obatan. “kalau ada yang sakitnya begini, maka ini obatnya” dan itu saya catat dalam botolnya. Dia mengasi tahun suami saya. Saat itu ramai sekali yang datang ke rumah saya mencari obat-obatan, (ibu)

Obat yang di cari itu di bayar?
Ya, bayar dengan apa yang dia punya. Ada yang bayar dengan uang, beras.

Lalu siapa yang ke sini membayar obat itu, dia kabari Injil gitu?
Ya.

Lalu Tuan Tsang itu sering ke sini?
Kalau dulunya sering dan dia hanya berceramah tentang obat-obatan itu. Dia mungkin kasihan pada suami saya, oleh karena suami saya tidak boleh kemana-mana dan saya juga sangat miskin. (ibu)

Saya menambahkan sedikit hampir waktu itu karena dia kasepekang dan lama tidak diajak bicara, lalu dia di suruh membuka bengkel di Melaya oleh bapak Mastra. Lalu karena jauh dari istri dan saudara-saudaranya yang lain makanya tidak boleh, lalu dia di kasi tanah di sana.

Siapa yang mengasi tanah itu?
Saudaranya sendiri tapi secara sembunyi-sembunyi.

Tanah yang dimana itu?
Karena tanah yang di sini agaka ke dalam maka kan tidak bisa di sini membuka bengkel. Lalu dia di kasi tempat yang agak di luar. Lalu dia kan tidak jadi ke sana dan dia tetap tinggal di sini menjadi Kristen dan dia mengabarkan Injil.

Kalau dari keluarganya Ibu Nyoman Lanis tidak ada yang masuk Kristen?
Tidak ada. (ibu)

Sampai sekarng tidak ada?
Ya tidak ada. Itu kan karena takut sama banjarnya. Yang ada hanya saudara dari laki saja. Dulu Legihan itu sepi, dikiri kanannya masih pagar dan tanaman dan masih ada tanaman kacang tanah, jagung dan pokoknya seni. Di jalan Sriwijaya ini semuanya masih rumput.

Orang-orang yang di sini kerjaannya sebagai apa dulu?
Sebagai petani sawah.

Sawahnya di mana waktu itu?
Di sebelah timur. Selain sawah juga ada tegalan, misalnya umbi-umbian. Kalau di pantai ada yang menanam bengkuang. Terus pagi-paginya juga ada yang ke pasar, kalau siangnya ada yang munuh ke sawah. Kalau sekarang kan sudah lain, sekarang pakai topi lalu ke pantai mencari dolar.

Kalau waktu ibu kecil ada yang menanam bengkuang.
Kalau ibu juga ikut menanamnnya?
Tidak, saya kan tidak punya tanah. Yang begitu kan warga desa yang lainnya ada yang mananm bengkuang. Kalau dulu di sana kan bengkuang, ubi tapi sekarang sudah menjadi beton.

Di pesisi pantai itu?
Bukan tapi masuk lagi, ini kan pasir dan masuk lagi sedikit itu dan tegalan. Itu dah kehidupan jaman dulu.

Tapi ibu kan dekat dari sini?
Dekat tapi saya kan tidak punya tanah di pinggir pantai. Kalau yang di pinggir pantai kan punya dia ada juga yang punya kelapa. Lalu berjualan kayu api ke Denpasar.
Kalau ibu pernah mengalami masa itu?

Ya pernah. Saya itu ke Denpasar naik sepeda gayung.
Kalau sekarang di mana itu?
Ya di pasar Badung.

Dulu di situ sudah ada pasar?
Saya kan tidak jualan di pasar tapi di jalan-jalan ada yang memanggil.
Oh jadi jualannya di jalan-jalan dan sampai dimana habis, maka akan balik lagi gitu?
Ya, lalu beli daun yang sudah di lipat dan saya ulangi melipatnya supaya mau kecil-kecil dan itu saya jual lagi dan hanya itu saja kegiatan orang-orang di Legihan. Kalau dulu meskipun miskin-miskin tapi semua orang merasa bangga, aman dan bahagia. Kalau sekarang semua sudah beton, dan banyak yang punya berlebihan dan selain itu banyak juga keinginannya. Kalau dulu kan orang pergi ke sawah, setelah datang dari sawah pakai jamu setelah itu istirahat, hanya itu saja kegiatan waktu itu.

Ibu waktu itu masih sekolah?
Saat itu hanya sekolah SD saja dan SD saja saya sudah bersyukur. Kalau adik saya yang laki baru dapat sekolah SD, SMP dan SMA nya.

Diamana itu?
Di Badung.

PP dari sini?
Ya semua pakai sepeda.

Kalau adiknya ibu lahirnya tahun berapa?
1953. Enam tahun kemudiannya. Sekarang dia itu kerja di Hotel dia, dia itu bagian Bartender. Sesudah masuk ke Banjar langsung ada Ibu yang dari Singaraja dan Kost dia di sini.

Jemaat itu?
Ya. Dan karena Kost di sana maka dia itu mau menjadi jemaat di sini. Lalu dia itu kan tahu dengan ketua PKK lalu dia bilang, “kenapa dia orang Kristen tidak diajak?” “kita ajak saja.  Lalu kita di tarik dan diajak ikut menjadi anggota PKK. Jadi sekarang kita itu punya Group Gita beberapa orang.

Termasuk ibu juga ikut?
Ya saya ikut. Sekarang saya kan sudah tua tapi saya masih ikut juga, kalau menjadi pengurus saya juga diajak.

Kalau sekarang kan tidak ada masalah lagi?
Tidak ada lagi.

Apa ibu masih ingat dari kapan masalah itu sudah tidak ada lagi?
Pokoknya saat mulai ikut PKK dan juga dari Kelihan kita diajak ikut kedinasan.

Berarti itu sekitar tahun 1950an?
Ya. Setelah selesai kesepekan (dikucilkan) itu kita langsung ikut ke kedinasan Banjar Legihan Kelod.

Jadi kalau adatnya tidak ikut ya?
Itu dah yang termasuk dengan kedinasan.

Kalau suka duka itu juga ikut?
Kita kan membikin suka duka Kristiani. Jadi orang Kristen membikin Suka Duka. Ada misalnya di kedinasan orang meninggal, maka kita akan ke sana.
Membawa apa ke sana?
Membawa Beras, Uang dan kita juga ikut pakai pakaian hitam. Kalau ada yang menikah dan kita di undang oleh saudara kita itu maka kita akan datang ke sana dan kita bawa beras, uang tapi bajunya lain.

Berarti tidak ada masalah ya?
Tidak.

Kalau dulu waktu masih kasepekang, tidak di kasi belanja, tidak diajak ngomong dan kalau belanjanya dulu di mana?
Ya saya kan belanja ditempat yang lainnya. Saya belanjanya di Kuta, Abian Timbul. Dan saya juga masih tetap jualan, apa yang di minta maka itu yang akan saya bawakan. Kalau ada yang meminta kayu bakar akan saya bawakan kayu bakar dan kalau ada yang minta daun juga akan saya bawakan daun. Waktu itu saya sering jual daun jati dan harganya juga mahal sehingga saya itu bisa membeli beras. (ibu)

Kalau dengan Tuan Tsang bagaimana?
Saya kan tidak bisa bahasa Indonesia maka yang diajak bicara kan hanya suami saya saja. Suami saya kan bisa bahasa Indonesia. (ibu)

Tuan Tsang ini mendapatkannya dari mana?
Kan mungkin dari Jawa. Lalu suami saya kan berkabar kalau dia itu punya obat-obatan. (ibu)

Waktu Tuan Tsang itu ke datang ke Sini dia?
Tidak. (ibu)

Di sebelah barat?
Ya. Di tempat yang di kasi sama mertua saya itu.(ibu)

Waktu mereka berdua bertutur apa ikut mendengarkan?
Ya hanya bertiga saja. Saya suami saya dan Tuan Tsang ini. (IBU)

Terus waktu mengabarkan Injil itu Tuan Tsang tidak ikut. Atau setelah Tuan Tsang ini balik baru dia mengabarkan Injil?
Ikut dia mengabarkan Injil tapi saudara-saudara saya belum ada yang tahu dengan kedatangan  Tuan Tsang. Tuan Tsang kan hanya menarik dan memberi pengarahan pada bapak dan bapak saya yang punya inisiatifnya. Kalau ada yang sakit maka akan minta tolong sama bapak saya dan pokoknya orang datang saja ke rumah. “aduh saya sakit.” Lalu di kasi obat dan akhirnya di sembuh. Tapi bapak saya kan minta kesembuhan dari Tuhan Yesus.

Kalau ibu pernah ikut menyaksikan begitu?
Ya. Kan ada orang yang berkalu, “ratu sang hayng widhi icen tiang mangda seger, yening tiang nyak seger tiang jagi ngaturang jaja Wanci.” Dan setelah dia sembuh dia kan membawa jajan Wanci itu ke sini.

Jadi itu yang di bawa ke sini?
Ya.

Setelah sembuhnya itu?
Ya. Kalau tidak sembuh maka akan diberi pengarahan kan ada mantri di Kuta.

Berarti tidak tahu ya tahun berapa Tuan Tsang datang ke sini?
Saat itu belum ada saya.

Berarti itu sekitar tahun 1930 an.
Kalau yang mengantar Tuan Tsang itu ke sini siapa?
Tidak, dia itu kan dari Denpasar. (ibu)

Naik apa dia ke sini?
Motor. (ibu)

Siapa yang tadi dikatakan menjual bulu ke sini?
Pak Kirig. (IBU)

Datangnya setelah Tuan Tsang atau sebelum Tuan Tsang datang?
Lebih dulu Pak Kirig sebagai tukang kabar.

Pak Kirig ini kenal dengan Tuan Tsang?
Ya kenal, semua kenal. (ibu)

Lalu kenapa Tuan Tsang itu tahu tentang pak Enteg?
Caranya orang dulu mengabarkan Injil, dia kan punya saudara dan dia akan mencari dengan jalan kaki.

Lalu Tuan Tsang ini datang ke sini bagaimana?
Kan ada Informasi dari mungkin siapa orang Kristen waktu itu.

Apa tidak diantar oleh pak Kirig ini?
Tidak.(ibu)

Siapa yang diajak Tuan Tsang datang ke sini pertama kali?
Dia datang sendiri, dia kan ada yang mengasi tahu ke dia. Kalau tidak begitu kan tidak mungkin dia tahu.(IBU)

Tapi tidak tahu siapa yang mengasi tahu padanya?
Tidak. Tapi pasti ada yang mengasi tahu, waktu itu kan pasikian bagus waktu itu.

Bagaimana ceritanya pak enteg ini mengabari ibu, saat itu ibu kan di baptis waktu kecil karena bapaknya sudah Kristen, tapi katanya benar-benar menjalani itu kan setelah berumah tangga ya?
Saya itu kan hidup di bawah asuhan bapak, SD saya itu ikut sekolah Minggu.

Bagaimana bapaknya ibu mengasi tahu?
Kalau bapak saya ke gereja saya di ajak ikut ke gereja, hanya itu saja.

Apa tidak pernah di ceramahi?
Kalau di sekolah Minggu jadi dia itu guru di sekolah Minggu. Dia selalu mengangajarkan, “jangan mencuri, kalau mencuri maka tangannya akan di gantung nanti di sorga.” Dia itu juga punya cara. Dia waktu itu kan cuma punya anak didik sebanyak lima orang.

Termasuk ibu juga?
Ya.

Kalau yang lainnya itu ada anaknya pak Raneh gitu?
Ya dan lama-lama banyak jadinya. Kalau sekarang itu penuh. Nanti sampai akan mencari gereja yang lain. Bapak saya itu caranya dia memarahi lain, bapak itu secara agama caranya memarahi baik sekali.

Kalau pengalaman ibu dengan bapak apa saja? Bagaimana pandangan ibu terhadap bapaknya ibu? Waktu kecil itu kan biasanya si anak sangat takut sama bapaknya?
Dulu bapak saya kan sakit batu karena banyak merokok, dan karena sering berjemur di bengkel itu kan hari banyak minum. Bapak saya itu sangat tekun berdoa. Kalau saya sangat manja sekali dengan bapak saya.

Waktu itu kemana-mana berarti kan ibu saja yang diajak?
Ya. Dia itu kan baru tumben punya anak dia itu kan sayang sekali pada anaknya. Jadi bapak saya itu memang baik sekali, dia sering memberi tuntunan kepada orang lain dan dia juga sangat ramah.

Jadi ibu bisa cerita misalnya bapak baru bangaun itu ngapain?
Dia itu baru bangun selalu berdoa, habis itu kerjanya kan pelihara kambing, saat itu kan kambingnya mahal sekali harganya kalau di jual. Setelah selesai itu dia akan bekerja di Bengkel dan ibu saya waktu itu masak.

Setelah ada ibu itu, apa masih tidak diajak ngomong oleh Banjarnya?
Tidak. Saya itu tidak tahu masa-masa itu.

Oh berarti ibu tidak mengalami masa-masa itu?
Begitu saya besar sudah langsung baik.
Kalau pergaulan di sekolah tidak juga?
Tidak juga. Cuma mereka merasa enggan saja bergaul. Akhirnya setelah ikut PKK itu kita jadi bagus lagi.

Saat itu ibu sudah nikah ya?
Ya.
Tahun berapa ibu nikah?
Saya sudah lupa.

Berarti ibu nikahnya dengan orang Kristen juga?
Ya anaknya pak Raneh.

Berarti kan sudah Kristen berarti semua?
Ya. Kami waktu itu menikah secara Kristen.

Tapi masih tetap pakai pakaian adat?
Masih tetap.

Tapi tidak pakai banten gitu ya?
Pakai baju itu masih seperti biasa ke gereja. Kalau dulu kan orang maturan (persembahan) ke gereja kan memakai selempot (selendang), membawa beras dan ditutup dengan saab dan itu kita junjung ke gereja. Sampai di gereja di taruh di depan berjajar.

Tapi nyanyi gitu?
Ya tetap nyanyi. Maturan dia, kalau dulu kan maturan ke pura tapi sekarang maturan ke gereja. Kalau dulu kan semua bikin. Kalau bikin sepit di bawa ke gereja. Kalau cari sapu juga bikin dan itu di bawa ke gereja.

Kalau dulu gereja di mana?
Di Legian, rumah apa namanya itu di rumah pendeta itu.

Sampai sekarang masih itu?
Tidak tapi sekarang menjadi rumah pendeta.
Saya juga ingin tahu kehidupannya pak Enteg ini, kalau dulu kan di bilang mebuka bengkel dan ibu lanisnya juga bilang membikin gerobak, gitu?
Ya saat bapak saya membikin gerobak dan yang lain juga ikut membikin.

Disaingi gitu?
Ya. Dan akhirnya semua yang di Legian membikin begitu.
Jadi bapak ini yang pertama bikin, terus yang lain ikut bikin gitu?
Ya.

Siapa yang membikin?
Bapak saya.

Waktu itu sudah masuk Kristen?
Sudah.

Tapi masih di kucilkan?
Sudah baik.

Berarti tidak baiknya itu hanya sebentar saja?
Ya hanya sebentar saja. Hanya saat pindah agama saja.
Nah waktu pindah agama itu ada bapaknya memberitahu pada kelihan banjarnya?
Ya. Saat itu kan bapak saya yang menjadi kelihan. Nah apa saja yang menjadi milik banjarnya diserahkan kembali. Waktu itu kan bapak saya menjadi kelihan maka dapat tanah banjar itu diserahkan kembali. Saat itu kan tinggal di tanah banjarnya juga di usir.

Waktu itu kan bapaknya sendiri yang menjadi kelihan?
Ya dan dia itu tinggal di tanah desanya.

Apa warga yang di sini di kumpulkan?
Ya.

Lalu bilang akan pindah agama gitu?
Ya. Lalu kan tidak punya tanah lalu di kasi tanah sama saudara ibu saya. Kalau misalnya tinggal di dalam kan tidak ada yang mendatangi bengkelnya.

Waktu kecil apa ibu ikut membantu pan Enteg ini?
Tidak, saya kan masih kecil dan juga seorang perempuan kan tidak tahu apa-apa jadinya. Kalau di bengkel dia kan punya saudara namanya Parna.
Oh adiknya itu?
Ya.

Di sana diajak?
Ya.

Tapi beliau hanya baru mau masuk Kristen dan hanya baru di kabari saja kan?
Ya. Tapi kan sudah yang namanya satu keluarga pasti saja ikut masuk. Kalau ada yang tidak mau ikut dia akan tetap menjadi Hindu dan tidak dia di paksa.

Kalau adiknya ibu karena beda enam tahun kan jainya tidak mengalami masa-masa sulit itu?
Dia kan melihat jaman yang sudah jauh lebih enak, tapi kalau pribadinya saya kan tidak tahu. Kalau pribadinya mungkin ada yang menghina dia. Kalau ada yang ngong di sini, “e itu yang mengristenkan.”  Lalu di panggil namanya, pernah juga saya berkelahi. Dia itu mungkin menghina dan kelihatannya dia itu mendongkol sekali. Lalu saya bilang, “kalau kamu tahu Pancasila mungkin kamu tidak akan marah dengan agama orang lain.

Itu saat masih kecil?
Sudah tua. Kan ada orang yang jahat satu (sigug). Kalau yang lain yang mungkin tidak mengerti dengan Pancasila mungkin akan menghina kita, tapi tidak ada yang mencolok sekali menghina kita.

Waktu ibu masih kecil itu dan sudah bisa membedakan, apa memang di sini tidak ada sanggah atau apa?
Tidak, saya sama sekali tidak ingat.

Sanggahnya ini oleh pak enteg di bongkar atau bagaimana?
Sanggah saya itu katanya dulu di bongkar, karena itu kan tinggal di desa atau tanahnya desa, lalu kita kan berhenti di sana dan semuanya di tinggalkan. Kan tanahnya itu diambil lagi sama banjarnya.

Berarti kan semuanya ditinggalkan sama bapaknya?
Ya. Lalu lama-lama kan ada arahan dari kelihannya kita itu di suruh membangun WC. Dulu kita itu tidak ada yang punya WC dan kita itu diarahkan untuk itu.     

Itu kan sudah jaman-jaman tahun 70 an?
Itu kan jaman saya sebelum menikah dan saat itu saya kan masih kecil. Akhirnya banjar itu menjadi baik.

Waktu jaman ibu kecil itu orang Kristennya sudah banyak yang ke sini?
Hanya dua keluarga itu saja.

Oh hanya dua keluarga saja?
Ya, jadinya 4 keluarga dari bapak saya. Kemudian menjadi 8 keluarga.

Waktu kecil itu gerejanya yang di kasi minjam sama keluarga ibu Lanis gitu?
Ya. Rumahnya di sana, bengkelnya juga di sana dan kebaktiannya juga di sana.

Oh begitu, tapi ini kan masih kebaktian keluargaya, karena 4 keluarga- 4 keluarga itu kan masih saudara ya?
Ya. Sekolah Minggu juga di sana, kebaktian juga di sana. Apa-apa di sana. Lalu kalau ada pasikian bapak saya minjam lagi tanah sama orang yang punya tanah hektaran. Mungkin dia minjam hanya 2 are saja dan bisa dia itu membikin pasikian.

Berapa hari minjamnya?
Kalau pasikian itu kan selama tiga hari.

Berati dikasi minjam sama orang Hindu?
Dikasi, orang Hindu baik.

Tadi ibu kan bilang kalau bapaknya ibu itu menjadi prakanggo (tokoh masyarakat), terus juga sering belajar hingga menjadi pintar dan juga menjadi kelihan di masa mudanya itu, pasti dia itu pernah cerita kan ibu ini sangat di sayang? Apa bapaknya sering cerita, masalah masa mudanya beliau?
Ya beliau itu kan senang sekali membaca lontar dan makekawin.

Berarti kan bapaknya ibu, Hindunya sangat kuat sekali?
Dia itu sangat senang makekawin sampai disiarkan ke RRI. Dia itu kan ikut memabasan itu. Dia yang membawakan kekawinnya dan ada yang mengartikan. Lalu datang pak Kirig yang menjual buku. Bukunya yang di bawa itu berbeda dan bapak juga lain cara pembacaannya. Kalau tidak salah nama bukunya “pajanjian lama” dengan tulisan Bali.

Tadi ibu kan juga mengatakan kalau beliau juga belajar tentang Leak atau pengiwa?
Dia kan duduk di depan rumah ada yang melihat dia itu sebagai kera.

Siapa?
Bapak saya.

Orang lain yang melihat gitu?
Ya.

Memang benar bapaknya belajar dulu?
Saya itu tidak tahu benar apa tidak, tapi kata orang memang begitu. mungkin juga waktu dulu tapi saya kan tidak tahu. Saya kan tidak tahu waktu Hindunya.

Terus dengar-dengar ceritanya itu dari orang-orang ya?
Ya. Mereka ada yang bilang pada saya, “kalau bapakmu tidak masuk agama Kristen pasti dia itu menjadi prakanggo dia.” Saya kan jawab, “itu kan kepercayaannya bapak saya, kalau sudah begitu mau apa lagi.

Waktu di kasi tahu itu saat masih kecil ya?
Tidak, saat itu saya sudah menikah.

Kalau yang ngomong itu siapa?
Orang tua yang mungkin sebaya dengan bapak saya, yang satu banjar. Dia itu kan punya sepeda, kalau ada yang perlu apa ke Denpasar bapak saya dah yang mengantar.

Berarti bapaknya ibu yang sering mengantar kalau ada keperluan apa ke Denpasar?
Ya. Waktu itu saya lihat waktu itu sebanyak 35 orang naik sepeda dari Denpasar ke Legian, naik sepeda laki. Namanya waktu itu sepeda Komer.

Dulu yang diajak bersepeda itu sudah Kristen?
Belum.

Bapaknya saja yang sudah Kristen?
Ya. Tapi yang lainnya itu baik, kalau ada keperluan apa maka bapak saya yang di panggil. Walaupun bapak saya sudah menjadi Kristen karena mereka sudah baik maka bapak saya juga akan baik kembali.

Temannya yang agama Hindu itu?
Ya baik mereka, tapi ada saja salah satu yang begitu tapi bapak saya tidak menghiraukannya.

Terus setelah Kristen pak enteg ini tidak lagi membaca lontar atau belajar pengiwa?
Tidak. Dia itu hanya menyanyi saja.

Tapi kalau mengobati orang itu masih?
Ya masih tetap.

Tapi dengan obat gitu ya?
Ya. Juga dengan obat tradisional. Seperti misalnya buah mengkudu dia sering pakai obat.

Ibu sekarang kan sudah enjadi Kristen apa ibu masih juga percaya dengan konsep karma pala?
Tidak saya kan tidak mengenal itu.

Misalnya kan begini, kenapa kita berbuat baik tapi mengapa kita kok justru mendapatkan yang tidak baik?
Kita juga kan harus mendoakan orang yang berbuat salah agar dia mau kembali ke Jalan yang benar.

Nah sekarang pan enteg itu kan sudah tidk ada. Biasanya kan di Hindu itu ada sanggah kemulan (tempat pemujuan tingkat keluarga) atau apa untuk mendoakan arwah leluhurnya, nah kalau sekarang ibu kan tidak ada seperti ibu?
Kalau kita orang Kristen tidak ada pikiran yang seperti itu, apalagi sudah dapat sekolah Minggu.

Berarti sudah tidak ada hubungan lagi dengan leluhur itu?
Tidak.

Maksud saya itu mendoakan leluhur itu tidak ada lagi? Apa ibu tidak lagi mendoakan pak Enteg ini, maksudanya doa supaya dia diterima disisi Tuhan?

Kalau itu kan namanya meluasang (menanyakan suatu hal kepada leluhur melalui perantara orang pinter). Kita itu kan meluasang dan ke sana kita membawa keben ke balian, lalu di sana kelihatan dah bapaknya meminta ini dan itu. Sebenarnya kalau dia mengambil tanah yang di kuburan, baru baliannya akan bisa membersihkan dari setan atau semacam Wong Samar. Kalau dia tidak mengambil tanah kuburan itu, langsung dia bikin banten di rumahnya dan kemudian langsung ke Balian maka dia akan kosong.

Berarti ibu percaya dengan itu?
Saya itu tidak percaya tapi ini cerita dari bapak saya sendiri tentang meluasang itu kan seperti itu. Kalau dia tidak ke kuburan itu kan dia tidak akan dapat apa-apa. Kalau di Kristen tidak ada ajaran seperti itu.

Tapi kalau di Hindu ibu percaya ada hal seperti itu?
Saya kan sama sekali tidak tahu tentang Hindu, saya itu kan enggak pernah Hindu.

Kalau dari pergaulan itu apa tidak pernah mendengar?
Saya itu tidak percaya, karena ala ajaran Kristen tidak ada seperti itu.

Terus kalau tentang leak itu apa ibu percaya?
Bagaimana ya, kalau percaya ya percaya. Saya pernah lihat waktu itu, waktu itu kan anak saya nangis lalu saya kan keluar dan saya lihat ada menyerupai seperti lampu senter, tapi waktu itu saya tidak tahu kalau itu adalah endih (nyala api), warnanya bermacam-macam dan saya itu tidak tahu kalau itu namanya endih.

Lalu siapa yang membaptis ibu sama bapaknya?
Saya kan tidak tahu.[]
 

No comments:

Post a Comment