Tuesday, April 19, 2016

Paling Penting Mendapat Sorga dan tidak Perlu Ngaben.



Nama Informan         : Pendeta I Gusti Putu Puger (1)
Pewawancara            : Nyoman Wijaya, Ketua TSP

Tempat                        : Bongan, Munduk, Tabanan, 6 September 2000
Transkriptor               : Dewa Ayu Satriawati, staf admin TSP
Korektor                     : Nyoman Wijaya, Ketua TSP

Pengantar
Hari ini tanggal 6 September 2000, saya Nyoman Wijaya dari TSP, sedang berada di banjar Bongan, Munduk, lingkungan Bongan Pala, Tabanan di hadapakan bapak Pendeta I Gusti Putu Puger, dari Jero Kaler.

Selamat pagi Bapak Pendeta saya ingin bertanya sedikit, tadi dikatakan tamat sekolah kelas tiga tahun 1930, di mana sekolahnya dulu?
Di Beda.

Berapa jaraknya dari sini?
5 kilo.

Pada waktu itu kan berarti bapak pendeta belum berganti agama, dan masih beragama Hindu?
Ya, belum.


Berganti agama itu apakah sebelum Jaman Jepang atau saat itu juga?
Sebelum Jepang dan saat itu masih Belanda.

Tahun berapa Pak Pendeta berganti agama?
Tahun 1937.

Di baptis dimana dulu?
Di sini.

Siapa yang membaptis?
Orang Belanda.

Berarti pada waktu itu berapa orang yang dibaptis?
Kira-kira 58 orang.

Dari banjar mana saja?
Dari banjar Bongan dan Munduk, 28 orang.

Kalau yang dari pragusti (golongan gusti, ksatria) berapa orang?
Hanya saya saja dan ada yang lainnya lagi beberapa.


Berarti yang lainnya semua Sudra?
Ya.

Kalau yang dari pragusti apa masih ada yang bisa di ingat nama-nama beliau?
Gusti Putu Kramas, kakak kandung saya, terus ibu saya.

Siapa nama ibu pendeta?
Si luh Ketut Suarti.

Kalau bapaknya?
Bapak saya sudah tidak ada saat itu.

Apakah ibunya Pak Pendeta saat itu sudah tua?
Tidak, masih saat itu bisa berdagang.

Apa yang menyebabkan Pak Pendeta berganti agama?
Ini kan karena keluarga saya di Buduk, namanya I Gusti Putu Sanur.

Jadi beliau sering ke sini?
Ya, dia yang datang ke sini, dan ia berkata beli (kakak) sekarang sudah beragama Kristen. Kalau saya mati tidak akan ngaben (kremasi) lagi.

Ada hubungan apa dengan I Gusti Putu Sanur itu?
Saya tida begitu tahu, saya hanya memanggilnya Beli (kakak)

Beliau sering ke sini?
Ya, dulu sering datang ke sini, sekarang berpikilah Putu di sini. Lalu diutus  dua orang dari sini bernama Putu Jenar dan Putu Reka untuk belajar ke Buduk.

Siapa yang mengutus?
Ya, keluarga disini.

Apakah ke duanya itu saudara pak pendeta?
Ya, dia saudara misan (sepupu) saya, dan dia di utus belajar ke sana.

Jadi sebelum berganti agama ada utusan untuk belajar ke sana (Buduk)?
Ya.

Apa yang beliau ceritakan pada waktu itu?
Mereka bilang di sana hanya belajar menyanyi.

Mana yang lebih tua, Pak pendeta atau Gusti Putu Jenar?
Lebih tua beliau lagi dua tahun.

Untuk apa datang ke sini?
Ya, hanya menyanyi saja.

Terus yang ikut siapa saja?
Ya, hanya keluarga disini saja.

Kira-kira berapa orang?
Saya sudah lupa saat itu kan saya masih kecil, saya baru tamat kelas tiga.

Apakah Gusti Putu Sanur terus-terusan datang ke sini?
Ya, saat saya sudah tahu tentang kidung, beliau yang mencari bantuan, ke Abian Base anak Kristen yang sudah tamat, yang bernama Pan Nambrig.

Apa yang di lakukan pan Nambrig ke sini?
Dia jadi pelayan (pimpinan Jemaat) disini.

Saat itu kan belum dibaptis?
Langsung saat itu. Dia  yang membaptis.

Apakan beliau juga ikut me baptis?
Tidak hanya mengantar pendeta ke sini. Kerkam Merah (nama rang Belanda, belum jelas siapa yang dia maksudkan.

Dia yang langsung membaptis?
Ya, dia langsung dan dia sudah sering datang ke sini bersama Pan Nambrig.

Pan Nambrig itu darimana?
Dari Abian Base. Beberapa tahun kemudian ia pindah di Piling di Penebel.  Lalu Made Ayub datang ke sini.

Saat Made Ayub datang ke sini apa pak Pendeta ada disini?
Ya, saya yang diajarkan seperti menyanyi.

Apa saat itu sudah berganti Agama?
Sudah, saya memang senang seperti itu, lalu dia di Piling saya juga mesti kesana. Saat itu saya masih kecil dan saya disuruh menyanyi disitu dan saya menyanyi.

Saat itu siapa kelian banjar (kepala dusun)-nya saat itu?
Saya sudah lupa, karena saat itu saya masih kecil.

Saat itu apakah kelian banjar-nya tidak marah?
Tidak, hanya warga banjar-nya yang begitu. Saat itu kalau ada yang masuk Kristen hamil,  dan saat anaknya lahir lalu mati maka anaknya tersebut tidak dikasi tanah kuburan. Mau di bakar juga tidak dikasi.
Apakah Pak Pendeta bilang sama masyarakatnya kalau Pak Pendeta sudah berganti agama?
Ya.

Dimana mengumumkannya?
Saya bilang di Pura Puseh (nama salah satu pura Kahyangan Tiga di Bali untuk memuja Desa Wisnu). Saat itu saya diadili, dan saya bilang saya sudah berganti agama.

Berapa orang saat itu yang dipanggil?
Banyak.

Semua yang pernah di baptis disini?
Tidak, hanya beberapa yang di baptis disini. Lalu saya dipanggil di Pura Puseh Desa Bongan.

Berapa orang yang saat itu hadir?
Ya, hanya kakak-kakak saya.

Yang memanggil itu siapa?
Ya, karena saya saat itu sedang remaja. Saya  sudah lupa.

Yang memanggil tidak tahu, terus yang menjawab pertanyaanya siapa?
Ya, saya juga sudah lupa. Kalau itu diceritakan sangat panjang. Saat itu biar tidak kelihatan dengan jelas, mungkin di sini dipanggil oleh para sima (pimpinan adat). Mungkin di Piling, juga pasti dipanggil.

Apakah Piling-nya jauh dari sini?
Jauh, ada kira-kira 13 kilo.

Selain desa disini desa apa saja yang lainnya sudah berganti agama?
Ya, hanya satu desa disini, seperti desa Wanasara, 1 KK, Lalang Linggah, itu beberapa KK, di Piling, di Sudimara. Lalu disiksa oleh orang disana. Juga ada di Tanah Pegat, ada anak sakit lepra, lantas ditolong dan di bawa ke Jawa dan masuk Kristen, sampai akhirnya sembuh, dan setelah sembuh kembali masuk Hindu. Terus ada juga anak Kristen di Lalang Linggah.

Sekarang saya ingin tahu sedikit tentang Gusti Putu Sanur, apakah beliau bersekolah atau tidak?
Bersekolah di Buleleng.

Apakah beliau sudah pendeta?
Tidak hanya biasa saja, karena pendeta kan harus belajar, tapi dia tidak belajar. Katanya di Kristen yang pertama di Bali.

Kalau  Gusti Putu Sanur ini sorohnya apa?
Ya pragusti.

Kalau begitu Jero Gede (rumah asal)-nya dimana?
Di Jero Kramas, Gianyar.

Berarti  dari klen Sagung Maruti?
Saya tidak tahu, yang penting keluhuran saya di Kramas.

Berapa banyaknya pragusti di banjar ini?
Ya hanya di sini saja. Kalau di Bongan Pala di sebelah timur ini ada.

Bersama yang disini apakah bersaudara?
Tidak.

Tidak ke  Kramas berarti?
Tidak.

Berarti Jero di Kramas apa yang disini saja?
Ya.

Karena prugusti-nya sudah berganti agama, yang sudra kan juga ikut?
Lingkungannya disini ya. Tapi  kecil.

Berapa KK  disini?
Ya, mungkin ada 16 KK.

Sekarang ada saya lihat pura di samping gerejanya siapa sekarang yang nyungsung (menjunjung)?
Itu adalah pura-nya keluarga saya. Sekarang yang nyungsung masih ada beberapa orang.

Apakah yang nyungsung sekarang ini juga  dari klen pragusti?
Tidak, ada orang yang mungkin dulunya berkaul saya akan berbakti disini lalu dia yang sembahyang di sana.

Apakah tidak ada niat untuk membongkar?
Ya, yang sebelah selatan sudah saya bongkar, sekarang sudah menjadi Gereja. Itu adalah bekas pura keluarga saya. Dan sanggah (kuil keluarga) saya juga sudah saya bongkar.

Siapa yang membongkar?
Ya, rusak sendiri karena tidak pernah dipakai.


Di gereja itu dulu adalah pura milik leluhur yang di sini, dan yang sebelah utara milik banjarnya?
Dulu sudah sejak lama masuk tanah adat.

Kalau begitu dulu kan jero (sebutan rumah untuk kalangan bangsawan, ksatria)-nya disini jadinya kesepekang (dikucilkan) oleh banjarnya?

Ya, kuburan juga tidak dapat.
Apa yang menyebabkan keluarga disini ikut kata-kata Gusti Putu  Sanur?
Ya, katanya masuk Kristen agar mendapat Sorga, karena agama Hindu yang paling penting itu kan mendapat Sorga. Dan tidak perlu lagi ngaben.

Jadi kan hanya karena ngaben-nya?
Tidak, kan katanya kalau mati akan mendapat sorga.

Kalau di Hindu ka juga begitu, lalu apa bedanya?
Kalau di Kristen kalau kita sudah percaya kepada Kristus, dosa di ampuni dan akan mendapat sorga. Barang siapa yang percaya akan mendapat selamat.

Sekarang saya bertanya, saat pindah agama itu, apakah hanya menuruti Gusti Putu Sanur atau datang dari diri sendiri, saat itu kan, kan masih kecil kan tidak tahu apa-apa?
Ya, pikiran sendiri.

Tapi saat itu kan pendeta belum tahu apa-apa?
Saya pernah mempelajari kitabnya dan yang paling bagus itu kan agama Kristen.

Apakah pernah dulu mempelajari agama Hindu?
Ya, pernah disini dulu hanya mempelajarinya lewat mendengarkan saja.

Lalu apa saja yang didapat tentang agama Hindu? 
Saya pernah mempelajari tentang  Kandapat (nama lontar yang berisikan ajaran kebatinan)  tapi saya hanya mendengarkan saja, dan banyak lagi yang saya dapatkan.

Jadi Hindu dengan Kristen itu kan berbeda?
Ya, saat Made Ayub ini sama sekali tidak boleh ingat tentang itu, dan kalau bisa jadi pragusti juga harus berhenti.

Apa yang dikatakan Made Ayub dulu?
Selesai Jadi pragusti. Sama sekali dihilangkan.



Saat itu bagaimana pemikiran pendeta?
Saat itu saya masih berpikir. Saya lama sekali mengambang, apakah masih pragusti ataukah tidak, dan saya sangat malu di masyarakat.

Apa yang menyebabkan rasa malu itu?
Ya, karena saat itu saya tidak pasti apakah saya pragusti atau tidak, sedangkan agama saya sudah Kristen, dan saya sudah disekolahkan di Denpasar, di Untal-untal. Dan saya dua tahun dilatih untuk menjadi Pendeta. Dan saat itu saya masih mengambang. Lalu saya menanyakan ke Keramas, dan ternyata saya di sana masih diakui. Dan saya berani membuat tentang sejarah saya, dan sekarang di bawa anak saya ke Surabaya.

Sejarah apakah itu?
Ya, cuma silsilahnya saja.

Sekarang apakah masih bisa mengingat sedikit tentang silsilahnya itu,?
Silsilahnya saya, hanya susunan keluarga.

Lalu siapakah nama ayahnya, Pendeta?
Saya sudah lupa.

Saat itu apakah memberi tahu kepada ibu pendeta  akan berganti agama?
Ya, dan ibu serta kakak saya juga ikut berganti agama, kakak saya saat itu kan sakit.

Sekarang kita kembali lagi, berapa jadinya pendeta  punya saudara?
Yang paling tua Gusti Putu Keramas. Kemudian yang nomor Dua, Si Luh Made Sri. Yang nomor tiga Si Luh Nyoman Lemet. Kemudian yang nomor empat, Gusti Putu Bersih. Yang Nomor lima saya Gusti Putu Puger.

Sementara pendeta sedang makan, saya ceritakan kondisi rumahnya: rumah disini betul-betul mencerminkan rumah Kristen, karena halamannya itu salah satu adalah bekas dari sanggah yang memang sudah dihancurkan. Dan selanjutnya dibiarkan tumbuh beberapa pohon dan masih nampak sekali bekas sanggah-nya di timur laut. Rumah ini juga terdiri dari beberapa bangunan. Kamar  mandinya cukup bagus, dan ada juga banguan tembok yang mungkin di buat sekitar tahun 1950-an, sehingga mencerminkan bangunan tahun 1950-an, juga ada beberapa, bale daja (balai di utara), bale dangin (balai di timur) dan bale delod (balai di selatan).

Kita lanjutkan sekarang, jadi ada lima putra dari Si Luh Ketut Suarti, apakah kelima-limanya ikut berganti agama? Siapakah yang masih hidup di antara lima orang itu?
Kakak-kakak saya yang perempuan semuanya sudah meninggal, dan kakak-kakak saya yang laki-laki juga semuanya sudah meninggal. Dan sekarang saya keluarga besar. Saya mempunyai anak 8 orang, dan sekarang semuanya sudah berpencar, sekarang di Bata Kaja empat orang, di Surabaya satu orang.

Waktu pertama dibaptis itu kan yang pertama kali di letakan di Gereja ini di sini?
Ya, dulu ada bale saka pat (balai yang ada pasak empat buah) yang masih beratap rumbia, dan disana saya di baptis dan saya duduk bersila bersama.

Lalu siapa yang mengantar ke sini?
Banyak, Mas Darmanuadi, Pan Nambrig, Sakar, Madri, Mas Salam.

Apa yang dipakai ke sini?
Sepeda, saat itu jalannya sangat jelek sekali.

Apakah dulu daerahnya disini angker dulu?
Ya, katanya angker. Dulu ke utara ini pohon Kepuh (kelumpang, Sterculia foetida)-nya sangat banyak dan sekarang sudah ditebang.

Siapa yang menebang?
Ya, orang sini, kan Kristen juga.

Jadi semuanya di kampung ini sudah Kristen?
Ya, semuanya sudah. Tapi ada yang mundur satu karena istrinya tidak mau, sampai sekarang dia masih Hindu. Dulu dimana dikatakan tempatnya angker,  datang dan kesana.

Siapa yang datang ke sana?
Kristen-nya.

Ngapain ke sana?
Ya cuma ingin tahu apa benar tempat itu angker. Terus dimana ada dikatakan balian sakti saya juga datang ke sana. Saya ingin nyoba tapi tidak mampu.

Siapa namanya balian (paranormal) saktinya waktu itu?
Saya sudah tidak ingat.

Siapa yang datang ke sana?
Saya sendiri bersama Pan Kendri.

Namanya yang asli Pan Kendri itu siapa?
Made Putra.

Apakah Pendeta sebaya dengan dia?
Tidak, dia lebih tua.

Dimana tinggalnya balian itu?
Di sebelah utara Grokgak.

Apa yang ditanyakan sama balian-nya?
Saya hanya mencoba, dan saya hanya diajak Pan Kendri dan saya sama sekali tidak tahu maksudnya. Saat saya belum masuk Kristen, dia ikut sekaa (perkumpulan) barong.

Barong apa namanya?
Barong rentet.

Pan Kendri itu apakah ikut saat pembaptisan bersama disini?
Ikut.

Terus kesana ngetes-ngetes?
Ya.

Apakah hanya satu balian yang ngetes?
Ya, ada lagi yang di tanah tenget.

Lalu bagaimana ngomong dengan balian-nya?
Dia hanya berbicara tentang rumahnya, tapi setelah beberapa lama masih saja tetap seperti itu.

Apakah tidak tahu kalau sudah berganti agama?
Tidak dia belum tahu.

Terus selain itu apakah juga masih ada?
Tidak.

Terus kalau nyoba pohon Kepuh yang tenget (angker) juga masih ada?
Ya, ada saya tebang pohon itu tapi sama sekali tidak apa-apa.

Sebelumnya menebang pohon Kepuh itu apakah ngastawa (berdoa) terlebih dahulu?
Tidak, katanya sering disana melihat Rangda, dan setelah Kepuh itu ditebang, tidak ada lagi hal seperti itu. Jadi Kristusnya lebih sakti.
  
Kalau ingat Kristus apakah juga tidak ingat Kresna?
Tidak.

Apakah tidak senang menonton wayang saat masih kecil?
Senang, waktu kecil dimana ada wayang akan saya tonton.

Sebelum berganti agama?
Sesudahnya. Dan saya cocokan.

Kalau sudah dicocokan bedanya apa, kalau di wayang itu ada Kresna, dan kalau di Kristen ada Kristus?
Dulu saya pernah menonton di Grokgak, biasanya kan wayangnya bertempur, karena tidak membawa senjata, hanya menyanyi, lalu musuhnya rebah.

Apakah dalangnya waktu itu Kristen?
Tidak.

Apakah sudah masyarakatnya Kristen waktu itu?
Belum, saat itu Kristennya di sindir oleh dalangnya.

Berarti sekarang masyarakat disini kerjanya hanya menyanyi saja?
Ya.

Apakah sekarng tidak pernah ingat sama bapak atau leluhurnya, apakah di tinggalkan itu semua, karena seperti orang Bali kalau sudah berganti agama, kan sudah tidak ingat?
Ya. Karena sudah lewat, kan tidak perlu lagi kita ingat.

Kalau dulu sebelum berganti agama, kan pergi ke sanggah maturan (menghaturkan sesaji kepada paar dewa) Kalau sekarang  jadi apa leluhurnya?
Ya, sudah saya tinggalkan.

Sama sekali tidak ingat?
Ya.

Apakah tidak pernah bermimpi?
Kalau bermimpi saya memang sering, padahal saya sama sekali tidak ingat mukanya, karena sejak kecil saya sudah ditinggal.

Sekarang kan sudah berbeda agama?
Ya, karena saya sudah masuk Kristen.

Kalau sama ibunya bagaimana memberitahu dulu, “bu mari kita berganti agama”. Atau memang beliau yang mengajak?
Apa pun yang diperbuat oleh anak saya, saya pasti ikut. Siapa yang akan saya ikuti selain anak saya sendiri.

Tadi dikatakan pernah bersekolah ke Denpasar?
Riwayatnya saya dulu karena saya pindah agama saya jadi di kucilkan oleh masyarakat disini, lantas pindah dari sini beberapa KK ke Blimbing Sari.

Siapa saja namanya yang pindah ke sini?
Kakak saya Putu Keramas, Putu Jenar, Putu Reka, Siyarma.

Semuanya pragusti?
Tidak. Hanya Siyarma yang sudra. Karena saya jengah (malu bercampur marah), saya terus tinggal di sana selama 8 tahun. Dan disana sampai saya berkeluarga?

Apa pekerjaannya disana?
Saya disana mendapat tanah, karena di sana kalau sudah berkeluarga maka akan mendapat tanah.

Kenapa tidak mencari istri agar mendapat tanah?
Itu ceritanya begini, pada waktu jaman Jepang, saya ingin mencari tanah, lalu ada punggawa yang datang ke rumah saya, dia menanyakan apakah saya sudah punya istri, saya bilang saya sudah punya pacar (tunangan), dia bilang saya tidak akan mendapat tanah jika belum nikah, tapi saya diijinkan untuk mendaftar, lalu saya ikut mendaftar.

Lalu apakah mendapat tanah?
Ya, dapat, tapi ayahan (tugas yang wajib dikerjakan)-nya dua karena belum menikah, yaitu ayahan pemuda dan ayahan orang tua, tapi saya ngayah-nya gampang, karena saya dijinkan memilih salah satu dari ayahan tersebut.

Sekarang siapa yang tinggal di tanah pendeta di Blimbing Sari?
Setelah saya berkeluarga saya tidak cocok dengan tanah di situ, pernah saya membina pemuda (anak-anak sekolah Minggu), saya sangat senang bergaul, sampai saya mendapatkan istri di sana dan saya menikah pada jaman Jepang.

Jadinya kan pendeta saat masih bujang mendapat tanah?
Ya, saat itu kan juga menjelang nikah.

Apa yang menyebabkan Pendeta tidak cocok tinggal disana?
Ya, karena antara tegalan (ladang) dan rumah saya jaraknya sangat jauh.

Kalau dengan Gerejanya kan dekat?
Kalau dengan Gerejanya dekat tapi kalau mencari tegalan-nya  sangat jauh. Saat itu saya berdampingan dengan hutan.

Lalu apakah tanahnya di tinggal?
Tidak, saya ada dua masa menanami tanah tersebut dan saya sering menanaminya jagung, padi dan memang cukup subur, saat itu saya menanaminya padi gaga (padi ladang)

Padi gaga itu apa?
Ya, padi yang dapat ditanam di tanah yang kering. Saat itu saya punya anak, dan jagung saya juga sedang berbuah. Saya jadi bingung. Jika menunggui jagungnya, anak saya baru lahir dan saya tidak berani meninggalkannya.

Di sebelah mananya Gereja dulu tinggal di Blimbing Sari?
Ya, lumayan jauh dari Gereja, keselatan yang ada tikungannya, dan letaknya agak tinggi, sedangkan mertua saya di sebelah utaranya.

Istrinya dulu dari mana?
Ya, dari sana tapi asalnya dari Plambingan.

Jadi disana lama?
Ya, agak lama, saat itu disana ada bukaan, lalu saya lagi ingat sama anak saya, lagi saya mulai sekolah dan saya kembali menjadi bodoh. Lalu saya lagi membeli sapi, dan saya dapat membelinya, kemudian saya di suruh pergi ke Untal-Untal dan katanya mendapat tempat tidur dan saya tinggalkan istri saya di Blimbing Sari dan saya tidak berani mengajak ke Untal-Untal soalnya jalannya sangat jelek sekali, dan saya tinggal di Untal-Untal selama dua tahun.

Apakah saat itu istrinya di ajak ke Untal-Untal?
Ya saya ajak.

Lalu setelah kandunganya tua lagi diajak kesini?
Ya, saya pulang ke sini karena rumah disini kosong. Saya sampai bingung karena tidak bisa melihat, ya, karena disini kosong dan juga sangat banyak pohonnya.

Cuma itu saja dulu?
Ya, ada juga sedikit sawah. Lalu saya mendapat tugas lalu baru saya sampai disini sudah diikuti sama suratnya, kalau saya akan di tugaskan disini.

Lalu apakah saat itu sudah menjadi pendeta?
Belum cuma baru tamat dari sekolah Injil.

Lalu tugasnya dimana?
Ya, disini dan di desa ini. Ya, karena di tugaskan.
Lalu apakah tidak pernah di lihat oleh ........?

Ya, karena tugasnya di sini sangat berat.
Apa yang menyebabkan berat, kan malah lebih senang dapat tugas disini?
Kan dikira sama oleh keluarganya, saya bertugas disini tidak mendapat gaji selama dua tahun,  sampai saya ikut seka manyi (pemanen padi), dan saya bisa banyak punya uang, lalu karena banyak punya uang saudaranya banyak yang senang pada saya.

Nanti dulu kita urut dulu ceritanya dari pertama, dua tahun di Untal-Untal tinggalnya di mana?
Di sana kan ada Gereja, saya tinggal di rumahnya Pak Suweca, saya tinggal di sebelah utaranya, saya saat itu kan dijanjikan rumah di sebelah timur. Dan kebetulan saya mempunyai kenalan baik dan saya berikan sewa rumah tiap tahun, Pan Madya dan di sana saya tinggal disana.
Apakah Pan Madya sudah berganti agama?
Sudah dia kan asli dari Untal-Untal.

Lalu bersekolahnya di mana?
Saya bersekolahnya di Gereja.

Gereja yang mana?
Gereja yang sekarang.

Apakah tidak di gereja tempatnya I Risin?
Tidak kalau rumahnya dia kan yang sebelah selatan.

Siapa saja yang Pendeta kenal di Untal-Untal saat itu?
Ya, banyak kan saya tinggal di sana juga cukup lama.

Lalu apakah I Risin pendeta tahu?
Ya, tahu. Suaranya dia sangat kecil.

Jadi memang kecil suaranya?
Ya, memang kecil kecil sekali.

Apakah memang dia pintar karena belajar atau bagaimana?
Ya, I Risin, Pak Suweca, semua satu kampung itu biasa saya kenal.

Yang mana lebih tua apakah I Risin atau Pendeta?
Mungkin lebih tua I Risin. Saat itu dia sudah tua.

Lalu siapa lagi yang di kenal di Untal-Untal?
Saya sudah lupa tapi semua orang di kampung itu saya kenal.

Apa yang di pelajari di Untal-Untal?
Saya di sana belajar mekidung (menyanyi), belajar agama Kristen, mempelajari buku-buku agama.

Apakah susah tamatnya atau ada ujiannya?
Ya, ada ujiannya, kakak saya saja pulang, lalu dicari lagi pulang.

Siapa kakaknya itu?
Gusti Ketut Bersih.

Lalu beliau dipanggil?
Ya, tapi dia meninggal. Dia saat itu kan pulang kondangan tapi akhirnya dia meninggal.
Dia pulang saat besoknya menjelang ujian. 

Jadinya kan tidak ikut ujian?
Ya, saat saya saya ikut ujian.

Lalu kan upacaranya di tinggal?
Tidak kan sudah penuh, ujiannya hanya tiga puluh nomor.

Apakah tidak boleh nyontek?
Tidak karena tempatnya berjauhan. c

Apa saja pertanyaannya?
Ya, banyak yang sudah pernah dipelajari.

Lalu setelah ujian lulus?
Saya saat itu kan tidak mampu nyontek, lalu saya dicari oleh pimpinanya dan saya ditanya, “putunya dimana?” saya bilang kalau dia sudah meninggal karena sakit lepra. Lalu saya disuruh mengambil tangan dan disuruh memasukan ke bajunya. Lalu saya turuti saja.

Apa artinya itu?
Saya tidak tahu soal itu, saat itu saya sangat takut kalau saya tidak lulus, dan saya memang berpikira kalu saya tidak lulus. Setelah selesai ujian saya pulang, lalu ada lagi seminggunya saya membeli sapi

Di Belimbing Sari?
Ya.

Apakah tidak kesini lagi atau langsung tinggal di sana?
Langsung, lalu setelah saya lulus, saya di panggil dan harus datang ke Untal-Untal, lalu saya datang ke sana dan mengajak anak saya, lalu sampai di sana saya ditaruh di asrama yang sangat kecil sekali dan saya kan tidak bisa tinggal di tempat seperti itu, lalu saya menyewa lagi di rumahnya Pan Madya. Lalu setelah dua tahun  saat itu tidak bisa pulang karena istri saya perutnya masih besar (hamil tua), dan tetap saya tinggal di Untal-untal sampai punya anak dua.

Sekarang kan sudah kan sudah menjadi guru Injil, lalu di tugaskan di sini?
Ya, lalu saya saat itu pulang tidak bisa, dan saya tetap tinggal di sana. Lalu saya di tugaskan di sini dan lagi mebuat perasaan saya berat. Saat itu kan di sini banyak terjadi pembunuhan.

Apa yang menyebabkan terjadi pembunuhan itu?
Ya, karena partainya.

Saat itu sudah sedang jaman apa?
Saat itu jaman Belanda (maksudnya zaman NICA)
Apakah saat itu sudah ada partainya?
Ada yang di sebut Gandek, Jepang.

Suka dukanya menjadi Guru Injil di sini?
Saat itu saya sangat semangat mengajar meski tidak mendapat gaji, saya tetap bekerja sebagai petani, selain itu saya juga mencari pekerjaan sebagi kelihan Manyi (ketua pemetik padi), sampai akhirnya dua tahun tidak mendapat gaji, lalu saya sekolah lagi ke Badung.

Apa nama sekolahnya?
Ya, itu sekolah Guru Injil.

Letaknya di Badung sebelah mana?
Di Gerejanya sekarang, baru saya masuk di sana kan ada asrama, baru masuk di sana rumahnya di asrama sangat rusak, sumurnya juga sangat jelek, lalu saya lagi membenahi rumah itu.

Apakah saat itu sudah mengajak Istri?
Tidak, istri saya masih di sini. Lalu saya pulang pergi dari sini menaiki sepeda, ada kira-kira lamanya dua tahun. Setelah saya tamat saya ajak anak asaya yang namanya Gus Tari, saat itu saya dilantik bersama-sama. Saat itu Gus Tari bersekolah di Malang. Biar ada pendeta perempuan saya mengangkat anak saya yang ada di Pelaga. Dan kami di lantik bersamaan di Badung.

Jadinya kan sudah jadi pendeta saat itu dan cuma dua tahun belajar dan sudah bisa menjadi Pendeta. Di Untal-untal dua tahun, di Gereja Debes Badung (Denpasar) juga dua tahun, lalu jadi Pendeta dan langsung di lantik tahun itu juga?
Sekolah Injil dua tahun tamat, lalu saya tugas disini dua tahun tapi tidak mendapat gaji (bersambung)




No comments:

Post a Comment