Nama
Informan : Pendeta I Gusti Putu
Puger (1)
Pewawancara
: Nyoman Wijaya, Ketua TSP
Tempat : Bongan, Munduk, Tabanan, 6
September 2000
Transkriptor : Dewa Ayu Satriawati, staf admin TSPKorektor : Nyoman Wijaya, Ketua TSP
Pengantar
Hari ini tanggal 6 September 2000,
saya Nyoman Wijaya dari TSP, sedang berada di banjar Bongan, Munduk, lingkungan
Bongan Pala, Tabanan di hadapakan bapak Pendeta I Gusti Putu Puger, dari Jero
Kaler.
Selamat pagi Bapak Pendeta saya
ingin bertanya sedikit, tadi dikatakan tamat sekolah kelas tiga tahun 1930, di mana
sekolahnya dulu?
Di Beda.
Berapa jaraknya dari sini?
5 kilo.
Pada waktu itu kan berarti bapak
pendeta belum berganti agama, dan masih beragama Hindu?
Ya, belum.
Berganti agama itu apakah sebelum Jaman Jepang atau saat
itu juga?
Sebelum Jepang dan saat itu masih Belanda.
Tahun berapa Pak Pendeta berganti agama?
Tahun 1937.
Di baptis dimana dulu?
Di sini.
Siapa yang membaptis?
Orang Belanda.
Berarti pada waktu itu berapa orang yang dibaptis?
Kira-kira 58 orang.
Dari banjar mana saja?
Dari banjar Bongan dan Munduk, 28 orang.
Kalau yang dari pragusti
(golongan gusti, ksatria) berapa orang?
Hanya saya saja dan ada yang lainnya lagi beberapa.
Berarti yang lainnya semua Sudra?
Ya.
Kalau yang dari pragusti
apa masih ada yang bisa di ingat nama-nama beliau?
Gusti
Putu Kramas, kakak kandung saya, terus ibu saya.
Siapa nama ibu pendeta?
Si luh Ketut Suarti.
Kalau bapaknya?
Bapak saya sudah tidak ada saat itu.
Apakah ibunya Pak Pendeta saat itu sudah tua?
Tidak, masih saat itu bisa berdagang.
Apa yang menyebabkan Pak Pendeta berganti agama?
Ini kan karena keluarga saya di Buduk, namanya I Gusti Putu Sanur.
Jadi beliau sering ke sini?
Ya, dia yang datang ke sini, dan ia berkata beli (kakak) sekarang sudah beragama Kristen.
Kalau saya mati tidak akan ngaben (kremasi)
lagi.
Ada hubungan apa dengan I Gusti Putu Sanur itu?
Saya tida begitu tahu, saya hanya memanggilnya Beli (kakak)
Beliau sering ke sini?
Ya, dulu sering datang ke sini, sekarang berpikilah Putu
di sini. Lalu diutus dua orang dari sini
bernama Putu Jenar dan Putu Reka untuk belajar ke Buduk.
Siapa yang mengutus?
Ya, keluarga disini.
Apakah ke duanya itu saudara pak pendeta?
Ya, dia saudara misan (sepupu) saya, dan dia di utus
belajar ke sana.
Jadi sebelum berganti agama ada utusan untuk belajar ke
sana (Buduk)?
Ya.
Apa yang beliau ceritakan pada waktu itu?
Mereka bilang di sana hanya belajar menyanyi.
Mana yang lebih tua, Pak pendeta atau Gusti Putu Jenar?
Lebih tua beliau lagi dua tahun.
Untuk apa datang ke sini?
Ya, hanya menyanyi saja.
Terus yang ikut siapa saja?
Ya, hanya keluarga disini saja.
Kira-kira berapa orang?
Saya sudah lupa saat itu kan saya masih kecil, saya baru
tamat kelas tiga.
Apakah Gusti Putu Sanur terus-terusan datang ke sini?
Ya, saat saya sudah tahu tentang kidung, beliau yang
mencari bantuan, ke Abian Base anak Kristen yang sudah tamat, yang bernama Pan Nambrig.
Apa yang di lakukan pan Nambrig ke sini?
Dia jadi pelayan (pimpinan Jemaat) disini.
Saat itu kan belum dibaptis?
Langsung saat itu. Dia
yang membaptis.
Apakan beliau juga ikut me baptis?
Tidak hanya mengantar pendeta ke sini. Kerkam Merah (nama
rang Belanda, belum jelas siapa yang dia maksudkan.
Dia yang langsung membaptis?
Ya, dia langsung dan dia sudah sering datang ke sini
bersama Pan Nambrig.
Pan Nambrig itu darimana?
Dari Abian Base. Beberapa tahun kemudian ia pindah di
Piling di Penebel. Lalu Made Ayub datang
ke sini.
Saat Made Ayub datang ke sini apa pak Pendeta ada disini?
Ya, saya yang diajarkan seperti menyanyi.
Apa saat itu sudah berganti Agama?
Sudah, saya memang senang seperti itu, lalu dia di Piling
saya juga mesti kesana. Saat itu saya masih kecil dan saya disuruh menyanyi
disitu dan saya menyanyi.
Saat itu siapa kelian
banjar (kepala dusun)-nya saat itu?
Saya sudah lupa, karena saat itu saya masih kecil.
Saat itu apakah kelian
banjar-nya tidak marah?
Tidak, hanya warga banjar-nya
yang begitu. Saat itu kalau ada yang masuk Kristen hamil, dan saat anaknya lahir lalu mati maka anaknya
tersebut tidak dikasi tanah kuburan. Mau di bakar juga tidak dikasi.
Apakah Pak Pendeta bilang sama
masyarakatnya kalau Pak Pendeta sudah berganti agama?
Ya.
Dimana mengumumkannya?
Saya bilang di Pura Puseh (nama salah satu pura Kahyangan
Tiga di Bali untuk memuja Desa Wisnu). Saat itu saya diadili, dan saya bilang
saya sudah berganti agama.
Berapa orang saat itu yang dipanggil?
Banyak.
Semua yang pernah di baptis disini?
Tidak, hanya beberapa yang di baptis disini. Lalu saya dipanggil
di Pura Puseh Desa Bongan.
Berapa orang yang saat itu hadir?
Ya, hanya kakak-kakak saya.
Yang memanggil itu siapa?
Ya, karena saya saat itu sedang remaja. Saya sudah lupa.
Yang memanggil tidak tahu, terus yang menjawab
pertanyaanya siapa?
Ya, saya juga sudah lupa. Kalau itu diceritakan sangat
panjang. Saat itu biar tidak kelihatan dengan jelas, mungkin di sini dipanggil
oleh para sima (pimpinan adat). Mungkin di Piling, juga pasti dipanggil.
Apakah Piling-nya jauh dari sini?
Jauh, ada kira-kira 13 kilo.
Selain desa disini desa apa saja yang lainnya sudah
berganti agama?
Ya, hanya satu desa disini, seperti desa Wanasara, 1 KK,
Lalang Linggah, itu beberapa KK, di Piling, di Sudimara. Lalu disiksa oleh
orang disana. Juga ada di Tanah Pegat, ada anak sakit lepra, lantas ditolong
dan di bawa ke Jawa dan masuk Kristen, sampai akhirnya sembuh, dan setelah
sembuh kembali masuk Hindu. Terus ada juga anak Kristen di Lalang Linggah.
Sekarang saya ingin tahu sedikit
tentang Gusti Putu Sanur, apakah beliau bersekolah atau tidak?
Bersekolah di Buleleng.
Apakah beliau sudah pendeta?
Tidak hanya biasa saja, karena pendeta kan harus belajar,
tapi dia tidak belajar. Katanya di Kristen yang pertama di Bali.
Kalau Gusti Putu
Sanur ini sorohnya apa?
Ya pragusti.
Kalau begitu Jero Gede (rumah asal)-nya dimana?
Di Jero Kramas, Gianyar.
Berarti dari klen Sagung
Maruti?
Saya tidak tahu, yang penting keluhuran saya di Kramas.
Berapa banyaknya pragusti
di banjar ini?
Ya hanya di sini saja. Kalau di Bongan Pala di sebelah
timur ini ada.
Bersama yang disini apakah bersaudara?
Tidak.
Tidak ke Kramas
berarti?
Tidak.
Berarti Jero di Kramas apa yang disini saja?
Ya.
Karena prugusti-nya sudah berganti agama, yang sudra kan
juga ikut?
Lingkungannya disini ya. Tapi kecil.
Berapa KK disini?
Ya, mungkin ada 16 KK.
Sekarang ada saya lihat pura di samping gerejanya siapa
sekarang yang nyungsung (menjunjung)?
Itu adalah pura-nya keluarga saya. Sekarang yang nyungsung masih ada beberapa orang.
Apakah yang nyungsung
sekarang ini juga dari klen pragusti?
Tidak, ada orang yang mungkin dulunya berkaul saya akan
berbakti disini lalu dia yang sembahyang di sana.
Apakah tidak ada niat untuk membongkar?
Ya, yang sebelah selatan sudah saya bongkar, sekarang
sudah menjadi Gereja. Itu adalah bekas pura keluarga saya. Dan sanggah (kuil keluarga) saya juga sudah
saya bongkar.
Siapa yang membongkar?
Ya, rusak sendiri karena tidak pernah dipakai.
Di gereja itu dulu adalah pura
milik leluhur yang di sini, dan yang sebelah utara milik banjarnya?
Dulu sudah sejak lama masuk tanah adat.
Kalau begitu dulu kan jero (sebutan rumah untuk kalangan
bangsawan, ksatria)-nya disini jadinya kesepekang
(dikucilkan) oleh banjarnya?
Ya, kuburan juga tidak dapat.
Apa yang menyebabkan keluarga disini ikut kata-kata Gusti
Putu Sanur?
Ya, katanya masuk Kristen agar mendapat Sorga, karena
agama Hindu yang paling penting itu kan mendapat Sorga. Dan tidak perlu lagi ngaben.
Jadi kan hanya karena ngaben-nya?
Tidak, kan katanya kalau mati akan mendapat sorga.
Kalau di Hindu ka juga begitu, lalu apa bedanya?
Kalau di Kristen kalau kita sudah percaya kepada Kristus,
dosa di ampuni dan akan mendapat sorga. Barang siapa yang percaya akan mendapat
selamat.
Sekarang saya bertanya, saat
pindah agama itu, apakah hanya menuruti Gusti Putu Sanur atau datang dari diri
sendiri, saat itu kan, kan masih kecil kan tidak tahu apa-apa?
Ya, pikiran sendiri.
Tapi saat itu kan pendeta belum tahu apa-apa?
Saya pernah mempelajari kitabnya dan yang paling bagus
itu kan agama Kristen.
Apakah pernah dulu mempelajari agama Hindu?
Ya, pernah disini dulu hanya mempelajarinya lewat
mendengarkan saja.
Lalu apa saja yang didapat tentang agama Hindu?
Saya pernah mempelajari tentang Kandapat
(nama lontar yang berisikan ajaran kebatinan) tapi saya hanya mendengarkan saja, dan banyak
lagi yang saya dapatkan.
Jadi Hindu dengan Kristen itu kan berbeda?
Ya, saat Made Ayub ini sama sekali tidak boleh ingat
tentang itu, dan kalau bisa jadi pragusti juga harus berhenti.
Apa yang dikatakan Made Ayub dulu?
Selesai Jadi pragusti. Sama sekali dihilangkan.
Saat itu bagaimana pemikiran pendeta?
Saat itu saya masih berpikir. Saya lama sekali
mengambang, apakah masih pragusti ataukah tidak, dan saya sangat malu di
masyarakat.
Apa yang menyebabkan rasa malu itu?
Ya, karena saat itu saya tidak pasti apakah saya pragusti
atau tidak, sedangkan agama saya sudah Kristen, dan saya sudah disekolahkan di
Denpasar, di Untal-untal. Dan saya dua tahun dilatih untuk menjadi Pendeta. Dan
saat itu saya masih mengambang. Lalu saya menanyakan ke Keramas, dan ternyata
saya di sana masih diakui. Dan saya berani membuat tentang sejarah saya, dan
sekarang di bawa anak saya ke Surabaya.
Sejarah apakah itu?
Ya, cuma silsilahnya saja.
Sekarang apakah masih bisa mengingat sedikit tentang
silsilahnya itu,?
Silsilahnya saya, hanya susunan keluarga.
Lalu siapakah nama ayahnya, Pendeta?
Saya sudah lupa.
Saat itu apakah memberi tahu kepada ibu pendeta akan berganti agama?
Ya, dan ibu serta kakak saya juga ikut berganti agama,
kakak saya saat itu kan sakit.
Sekarang kita kembali lagi, berapa jadinya pendeta punya saudara?
Yang paling tua Gusti Putu Keramas. Kemudian yang nomor
Dua, Si Luh Made Sri. Yang nomor tiga Si Luh Nyoman Lemet. Kemudian yang nomor
empat, Gusti Putu Bersih. Yang Nomor lima saya Gusti Putu Puger.
Sementara pendeta sedang makan, saya ceritakan kondisi
rumahnya: rumah disini betul-betul mencerminkan rumah Kristen, karena
halamannya itu salah satu adalah bekas dari sanggah
yang memang sudah dihancurkan. Dan selanjutnya dibiarkan tumbuh beberapa pohon
dan masih nampak sekali bekas sanggah-nya
di timur laut. Rumah ini juga terdiri dari beberapa bangunan. Kamar mandinya cukup bagus, dan ada juga banguan
tembok yang mungkin di buat sekitar tahun 1950-an, sehingga mencerminkan
bangunan tahun 1950-an, juga ada beberapa, bale
daja (balai di utara), bale dangin
(balai di timur) dan bale delod
(balai di selatan).
Kita lanjutkan sekarang, jadi ada lima putra dari Si Luh
Ketut Suarti, apakah kelima-limanya ikut berganti agama? Siapakah yang masih
hidup di antara lima orang itu?
Kakak-kakak saya yang perempuan semuanya sudah meninggal,
dan kakak-kakak saya yang laki-laki juga semuanya sudah meninggal. Dan sekarang
saya keluarga besar. Saya mempunyai anak 8 orang, dan sekarang semuanya sudah
berpencar, sekarang di Bata Kaja
empat orang, di Surabaya satu orang.
Waktu pertama dibaptis itu kan yang pertama kali di
letakan di Gereja ini di sini?
Ya, dulu ada bale saka pat (balai yang ada pasak empat
buah) yang masih beratap rumbia, dan disana saya di baptis dan saya duduk
bersila bersama.
Lalu siapa yang mengantar ke sini?
Banyak, Mas Darmanuadi, Pan Nambrig, Sakar, Madri, Mas
Salam.
Apa yang dipakai ke sini?
Sepeda, saat itu jalannya sangat jelek sekali.
Apakah dulu daerahnya disini angker dulu?
Ya, katanya angker. Dulu ke utara ini pohon Kepuh (kelumpang, Sterculia
foetida)-nya sangat
banyak dan sekarang sudah ditebang.
Siapa yang menebang?
Ya, orang sini, kan Kristen juga.
Jadi semuanya di kampung ini sudah Kristen?
Ya, semuanya sudah. Tapi ada yang mundur satu karena
istrinya tidak mau, sampai sekarang dia masih Hindu. Dulu dimana dikatakan
tempatnya angker, datang dan kesana.
Siapa yang datang ke sana?
Kristen-nya.
Ngapain ke sana?
Ya cuma ingin tahu apa benar tempat itu angker. Terus
dimana ada dikatakan balian sakti saya juga datang ke sana. Saya ingin nyoba
tapi tidak mampu.
Siapa namanya balian
(paranormal) saktinya waktu itu?
Saya sudah tidak ingat.
Siapa yang datang ke sana?
Saya sendiri bersama Pan Kendri.
Namanya yang asli Pan Kendri itu siapa?
Made Putra.
Apakah Pendeta sebaya dengan dia?
Tidak, dia lebih tua.
Dimana tinggalnya balian
itu?
Di sebelah utara Grokgak.
Apa yang ditanyakan sama balian-nya?
Saya hanya mencoba, dan saya hanya diajak Pan Kendri dan
saya sama sekali tidak tahu maksudnya. Saat saya belum masuk Kristen, dia ikut
sekaa (perkumpulan) barong.
Barong apa namanya?
Barong rentet.
Pan Kendri itu apakah ikut saat pembaptisan bersama
disini?
Ikut.
Terus kesana ngetes-ngetes?
Ya.
Apakah hanya satu balian
yang ngetes?
Ya, ada lagi yang di tanah tenget.
Lalu bagaimana ngomong dengan balian-nya?
Dia hanya berbicara tentang rumahnya, tapi setelah
beberapa lama masih saja tetap seperti itu.
Apakah tidak tahu kalau sudah berganti agama?
Tidak dia belum tahu.
Terus selain itu apakah juga masih ada?
Tidak.
Terus kalau nyoba pohon Kepuh yang tenget (angker) juga masih ada?
Ya, ada saya tebang pohon itu tapi sama sekali tidak
apa-apa.
Sebelumnya menebang pohon Kepuh itu apakah ngastawa (berdoa) terlebih dahulu?
Tidak,
katanya sering disana melihat Rangda, dan setelah Kepuh itu ditebang, tidak ada
lagi hal seperti itu. Jadi Kristusnya lebih sakti.
Kalau ingat Kristus apakah juga tidak ingat Kresna?
Tidak.
Apakah tidak senang menonton wayang saat masih kecil?
Senang, waktu kecil dimana ada wayang akan saya tonton.
Sebelum berganti agama?
Sesudahnya. Dan saya cocokan.
Kalau sudah dicocokan bedanya
apa, kalau di wayang itu ada Kresna, dan kalau di Kristen ada Kristus?
Dulu saya pernah menonton di Grokgak, biasanya kan
wayangnya bertempur, karena tidak membawa senjata, hanya menyanyi, lalu
musuhnya rebah.
Apakah dalangnya waktu itu Kristen?
Tidak.
Apakah sudah masyarakatnya Kristen waktu itu?
Belum, saat itu Kristennya di sindir oleh dalangnya.
Berarti sekarang masyarakat disini kerjanya hanya
menyanyi saja?
Ya.
Apakah
sekarng tidak pernah ingat sama bapak atau leluhurnya, apakah di tinggalkan itu
semua, karena seperti orang Bali kalau sudah berganti agama, kan sudah tidak
ingat?
Ya.
Karena sudah lewat, kan tidak perlu lagi kita ingat.
Kalau
dulu sebelum berganti agama, kan pergi ke sanggah
maturan (menghaturkan sesaji kepada
paar dewa) Kalau sekarang jadi apa
leluhurnya?
Ya,
sudah saya tinggalkan.
Sama
sekali tidak ingat?
Ya.
Apakah
tidak pernah bermimpi?
Kalau
bermimpi saya memang sering, padahal saya sama sekali tidak ingat mukanya,
karena sejak kecil saya sudah ditinggal.
Sekarang
kan sudah berbeda agama?
Ya,
karena saya sudah masuk Kristen.
Kalau
sama ibunya bagaimana memberitahu dulu, “bu mari kita berganti agama”. Atau
memang beliau yang mengajak?
Apa pun
yang diperbuat oleh anak saya, saya pasti ikut. Siapa yang akan saya ikuti
selain anak saya sendiri.
Tadi
dikatakan pernah bersekolah ke Denpasar?
Riwayatnya
saya dulu karena saya pindah agama saya jadi di kucilkan oleh masyarakat
disini, lantas pindah dari sini beberapa KK ke Blimbing Sari.
Siapa
saja namanya yang pindah ke sini?
Kakak
saya Putu Keramas, Putu Jenar, Putu Reka, Siyarma.
Semuanya
pragusti?
Tidak.
Hanya Siyarma yang sudra. Karena saya jengah
(malu bercampur marah), saya terus tinggal di sana selama 8 tahun. Dan disana
sampai saya berkeluarga?
Apa
pekerjaannya disana?
Saya
disana mendapat tanah, karena di sana kalau sudah berkeluarga maka akan
mendapat tanah.
Kenapa
tidak mencari istri agar mendapat tanah?
Itu
ceritanya begini, pada waktu jaman Jepang, saya ingin mencari tanah, lalu ada
punggawa yang datang ke rumah saya, dia menanyakan apakah saya sudah punya
istri, saya bilang saya sudah punya pacar (tunangan), dia bilang saya tidak
akan mendapat tanah jika belum nikah, tapi saya diijinkan untuk mendaftar, lalu
saya ikut mendaftar.
Lalu
apakah mendapat tanah?
Ya,
dapat, tapi ayahan (tugas yang wajib dikerjakan)-nya dua karena belum
menikah, yaitu ayahan pemuda dan ayahan orang tua, tapi saya ngayah-nya gampang, karena saya dijinkan
memilih salah satu dari ayahan
tersebut.
Sekarang
siapa yang tinggal di tanah pendeta di Blimbing Sari?
Setelah
saya berkeluarga saya tidak cocok dengan tanah di situ, pernah saya membina
pemuda (anak-anak sekolah Minggu), saya sangat senang bergaul, sampai saya
mendapatkan istri di sana dan saya menikah pada jaman Jepang.
Jadinya
kan pendeta saat masih bujang mendapat tanah?
Ya, saat
itu kan juga menjelang nikah.
Apa yang
menyebabkan Pendeta tidak cocok tinggal disana?
Ya,
karena antara tegalan (ladang) dan
rumah saya jaraknya sangat jauh.
Kalau
dengan Gerejanya kan dekat?
Kalau
dengan Gerejanya dekat tapi kalau mencari tegalan-nya sangat jauh. Saat itu saya berdampingan
dengan hutan.
Lalu
apakah tanahnya di tinggal?
Tidak,
saya ada dua masa menanami tanah tersebut dan saya sering menanaminya jagung,
padi dan memang cukup subur, saat itu saya menanaminya padi gaga (padi ladang)
Padi
gaga itu apa?
Ya, padi
yang dapat ditanam di tanah yang kering. Saat itu saya punya anak, dan jagung
saya juga sedang berbuah. Saya jadi bingung. Jika menunggui jagungnya, anak
saya baru lahir dan saya tidak berani meninggalkannya.
Di
sebelah mananya Gereja dulu tinggal di Blimbing Sari?
Ya,
lumayan jauh dari Gereja, keselatan yang ada tikungannya, dan letaknya agak
tinggi, sedangkan mertua saya di sebelah utaranya.
Istrinya
dulu dari mana?
Ya, dari
sana tapi asalnya dari Plambingan.
Jadi
disana lama?
Ya, agak
lama, saat itu disana ada bukaan, lalu saya lagi ingat sama anak saya, lagi
saya mulai sekolah dan saya kembali menjadi bodoh. Lalu saya lagi membeli sapi,
dan saya dapat membelinya, kemudian saya di suruh pergi ke Untal-Untal dan
katanya mendapat tempat tidur dan saya tinggalkan istri saya di Blimbing Sari
dan saya tidak berani mengajak ke Untal-Untal soalnya jalannya sangat jelek
sekali, dan saya tinggal di Untal-Untal selama dua tahun.
Apakah
saat itu istrinya di ajak ke Untal-Untal?
Ya saya
ajak.
Lalu
setelah kandunganya tua lagi diajak kesini?
Ya, saya
pulang ke sini karena rumah disini kosong. Saya sampai bingung karena tidak
bisa melihat, ya, karena disini kosong dan juga sangat banyak pohonnya.
Cuma itu
saja dulu?
Ya, ada
juga sedikit sawah. Lalu saya mendapat tugas lalu baru saya sampai disini sudah
diikuti sama suratnya, kalau saya akan di tugaskan disini.
Lalu
apakah saat itu sudah menjadi pendeta?
Belum
cuma baru tamat dari sekolah Injil.
Lalu
tugasnya dimana?
Ya,
disini dan di desa ini. Ya, karena di tugaskan.
Lalu
apakah tidak pernah di lihat oleh ........?
Ya,
karena tugasnya di sini sangat berat.
Apa yang
menyebabkan berat, kan malah lebih senang dapat tugas disini?
Kan
dikira sama oleh keluarganya, saya bertugas disini tidak mendapat gaji selama
dua tahun, sampai saya ikut seka manyi (pemanen padi), dan saya bisa
banyak punya uang, lalu karena banyak punya uang saudaranya banyak yang senang
pada saya.
Nanti
dulu kita urut dulu ceritanya dari pertama, dua tahun di Untal-Untal tinggalnya
di mana?
Di sana
kan ada Gereja, saya tinggal di rumahnya Pak Suweca, saya tinggal di sebelah
utaranya, saya saat itu kan dijanjikan rumah di sebelah timur. Dan kebetulan
saya mempunyai kenalan baik dan saya berikan sewa rumah tiap tahun, Pan Madya
dan di sana saya tinggal disana.
Apakah Pan
Madya sudah berganti agama?
Sudah
dia kan asli dari Untal-Untal.
Lalu
bersekolahnya di mana?
Saya
bersekolahnya di Gereja.
Gereja
yang mana?
Gereja
yang sekarang.
Apakah
tidak di gereja tempatnya I Risin?
Tidak
kalau rumahnya dia kan yang sebelah selatan.
Siapa
saja yang Pendeta kenal di Untal-Untal saat itu?
Ya,
banyak kan saya tinggal di sana juga cukup lama.
Lalu
apakah I Risin pendeta tahu?
Ya,
tahu. Suaranya dia sangat kecil.
Jadi
memang kecil suaranya?
Ya,
memang kecil kecil sekali.
Apakah
memang dia pintar karena belajar atau bagaimana?
Ya, I
Risin, Pak Suweca, semua satu kampung itu biasa saya kenal.
Yang
mana lebih tua apakah I Risin atau Pendeta?
Mungkin
lebih tua I Risin. Saat itu dia sudah tua.
Lalu
siapa lagi yang di kenal di Untal-Untal?
Saya
sudah lupa tapi semua orang di kampung itu saya kenal.
Apa yang
di pelajari di Untal-Untal?
Saya di
sana belajar mekidung (menyanyi), belajar agama Kristen, mempelajari buku-buku
agama.
Apakah
susah tamatnya atau ada ujiannya?
Ya, ada
ujiannya, kakak saya saja pulang, lalu dicari lagi pulang.
Siapa
kakaknya itu?
Gusti
Ketut Bersih.
Lalu
beliau dipanggil?
Ya, tapi
dia meninggal. Dia saat itu kan pulang kondangan tapi akhirnya dia meninggal.
Dia
pulang saat besoknya menjelang ujian.
Jadinya
kan tidak ikut ujian?
Ya, saat
saya saya ikut ujian.
Lalu kan
upacaranya di tinggal?
Tidak
kan sudah penuh, ujiannya hanya tiga puluh nomor.
Apakah
tidak boleh nyontek?
Tidak
karena tempatnya berjauhan. c
Apa saja
pertanyaannya?
Ya,
banyak yang sudah pernah dipelajari.
Lalu
setelah ujian lulus?
Saya
saat itu kan tidak mampu nyontek, lalu saya dicari oleh pimpinanya dan saya
ditanya, “putunya dimana?” saya bilang kalau dia sudah meninggal karena sakit
lepra. Lalu saya disuruh mengambil tangan dan disuruh memasukan ke bajunya.
Lalu saya turuti saja.
Apa
artinya itu?
Saya
tidak tahu soal itu, saat itu saya sangat takut kalau saya tidak lulus, dan
saya memang berpikira kalu saya tidak lulus. Setelah selesai ujian saya pulang,
lalu ada lagi seminggunya saya membeli sapi
Di
Belimbing Sari?
Ya.
Apakah
tidak kesini lagi atau langsung tinggal di sana?
Langsung,
lalu setelah saya lulus, saya di panggil dan harus datang ke Untal-Untal, lalu
saya datang ke sana dan mengajak anak saya, lalu sampai di sana saya ditaruh di
asrama yang sangat kecil sekali dan saya kan tidak bisa tinggal di tempat
seperti itu, lalu saya menyewa lagi di rumahnya Pan Madya. Lalu setelah dua
tahun saat itu tidak bisa pulang karena
istri saya perutnya masih besar (hamil tua), dan tetap saya tinggal di
Untal-untal sampai punya anak dua.
Sekarang
kan sudah kan sudah menjadi guru Injil, lalu di tugaskan di sini?
Ya, lalu
saya saat itu pulang tidak bisa, dan saya tetap tinggal di sana. Lalu saya di
tugaskan di sini dan lagi mebuat perasaan saya berat. Saat itu kan di sini
banyak terjadi pembunuhan.
Apa yang
menyebabkan terjadi pembunuhan itu?
Ya,
karena partainya.
Saat itu
sudah sedang jaman apa?
Saat itu
jaman Belanda (maksudnya zaman NICA)
Apakah
saat itu sudah ada partainya?
Ada yang
di sebut Gandek, Jepang.
Suka
dukanya menjadi Guru Injil di sini?
Saat itu
saya sangat semangat mengajar meski tidak mendapat gaji, saya tetap bekerja
sebagai petani, selain itu saya juga mencari pekerjaan sebagi kelihan Manyi (ketua pemetik padi),
sampai akhirnya dua tahun tidak mendapat gaji, lalu saya sekolah lagi ke
Badung.
Apa nama
sekolahnya?
Ya, itu
sekolah Guru Injil.
Letaknya
di Badung sebelah mana?
Di
Gerejanya sekarang, baru saya masuk di sana kan ada asrama, baru masuk di sana
rumahnya di asrama sangat rusak, sumurnya juga sangat jelek, lalu saya lagi
membenahi rumah itu.
Apakah
saat itu sudah mengajak Istri?
Tidak,
istri saya masih di sini. Lalu saya pulang pergi dari sini menaiki sepeda, ada
kira-kira lamanya dua tahun. Setelah saya tamat saya ajak anak asaya yang
namanya Gus Tari, saat itu saya dilantik bersama-sama. Saat itu Gus Tari
bersekolah di Malang. Biar ada pendeta perempuan saya mengangkat anak saya yang
ada di Pelaga. Dan kami di lantik bersamaan di Badung.
Jadinya
kan sudah jadi pendeta saat itu dan cuma dua tahun belajar dan sudah bisa
menjadi Pendeta. Di Untal-untal dua tahun, di Gereja Debes Badung (Denpasar)
juga dua tahun, lalu jadi Pendeta dan langsung di lantik tahun itu juga?
Sekolah
Injil dua tahun tamat, lalu saya tugas disini dua tahun tapi tidak mendapat
gaji (bersambung)
No comments:
Post a Comment