Nama Informan : Made Wija [2]
Tempat : Banjar Gede, Desa Abianbase,
Badung, 20 September 2001
Pewawancara: Nyoman Wijaya,
Ketua TSP
Nah, sekarang lanjutkan sedikit ketika bersekolah dulu, tadi Bapak
bilang bersekolah di Kapal. Dimana Kapal itu?
Di utara.
Kok jauh sekali bersekolah, kan
cape kakinya jalan ya?
Tidak lama jalan kaki waktu itu
Pak, tidak merasa cape, ketika itu tidak ada kendaraan, sepeda saya tidak
punya.
Kok begitu, kan beli sepeda?
Jaman itu punya sepeda kan
orang sudah termasuk orang kaya.
Disini kan luas, berapa punya
tanah, orang tua dissini kan banyak punya warisan ?
Ada sekitar 2 hektar.
Kan banyak sekali, kan bisa
banyak beli sepeda Ya?
Sebab tujuannya tidak ada
kesana, sebab tidak ada yang seperti itu.
Jalan kaki bersekolah?
Jalan kaki.
Sudah jalan kaki, kira-kira
tahun 1938, masih jaman Belanda bersekolah ya, kan jelek sekali jalan disini,
banyak debu?
Tidak begitu rusak, tidak debu.
Jalan gladakan?
Ya, tidak jalan itu kan ayahan (kerja) rodi, apa nama itu.
Bapak pernah dapat ayahan rodi disini?
Orang gitu, dipinggir jalan
naruh kerikil meter-meter pernah.
Bapak pernah ikut rodi?
Tidak.
Orang tua saja?
Ya. Dijalan ini keutara.
Nah, kalau sudah begitu, punya
Bapak saudara Bali, Hindu disekolah, maksudnya teman?
Oh banyak.
Mana banyakan dengan saudara
Kristen?
Waktu itu kan orang dari Desa
Kapal ikut sana, orang Kristen sedikit.
Didalam kelas ada kristen 10
orang?
Ya sekitar itu ada.
Dari mana saja mereka, asalnya
teman-teman Bapak?
Dari Abianbase saja.
Dari Abianbase saja, dari banjar
apa? Semate?
Desa Abianbase, Banjar
Semate keselatan.
Banjar Semate, Banjar Gede, Banjar
Sengguan, semua ada?
Semua ada.
Habis selatannya, ini yang
paling jauh, tidak ada yang dari Dalung masuk kesana?
Kecamatannya lain, desanya lain.
Sekolahnya lain juga, kan
begitu. Berarti saudara Hindu ada?
Banyak.
Siapa nama Bapak yang masih
hidup, saudara Hindu disini?
Yang disini?, habis sudah.
Nah, ketika kecil sekarang,
disini setelah habis sekolah apa pekerjaan Bapak?
Ya, kesawah membantu orang tua.
Saudara-saudara Bali ke sawah
juga?
Sama juga.
Kalau malamnya , apa
tontonannya, hiburannya?
Tidak seperti sekarang, jarang
ada, kadang-kadang wayang.
Wayang begitu?
Ya, tetapi jarang sekali hanya
tiga bulan sekali baru ada wayang.
Topeng juga begitu, pernah
nonton Pan Loting menari disini?
Tidak, tidak pernah.
Siapa saja yang jadi topeng yang
pintar menari disini?
Ketika itu siapa kaden, oh ini
Ida Bagus Ngurah, dalang di Buduk, tetapi sudah lama.
Beliau sudah meninggal ya?
Ya, sudah meninggal.
Bapak senang nonton wayang?
Ketika itu, tidak ada hiburan
apa, apa ada disenangi.
Sudah pindah agama, kok tidak
apa-apa?
Kenapa, saya bahasa Bali juga,
itu pakai bahasa Bali.
Bahasanya ngerti, ceritanya
Bapak tidak mengerti kan, orang tidak dimuat di Injil?
Tidak perlu (tutur) ceritanya
tetapi judulnya saya tahu, misalnya sekarang Sang Rama begini, Sang Anoman
begini, begini. Kenapa tidak, biasa saya tahu, satuanne (ceritanya) saya tahu tetapi maknanya saya tidak tahu.
Makna apanya?
Itu, misalnya Sang Rama
bercerita begini, begini, itu saya tidak tahu. Kalau lampahnya (judulnya) kan
tahu, Dewi Sita diambil Rahwana, seperti itu.
Tuturnya (ceritanya) ngerti
Bapak, yang di Wayang banyak cerita.
Itu dah yang saya nggak ngerti.
Tidak ngerti ceritanya
(tuturnya) begitu?
Mana termasuk pitutur mana yang
bukan pitutur saya tidak tahu.
Apa memang bapak masih kecil
atau memang Bapak tidak jelas tentang itu?
Itu kan karena masih kecil Pak.
Setelah remaja atau dewasa pernah nonton wayang?
Pernah, kenapa tidak.
Kan sudah mengerti sekarang,
pitutur-pitutur wayang?
Ya.
Ngerti juga Bapak
pitutur-pitutur wayang?
Ngerti, kenapa tidak.
Kalau sudah mengerti pitutur
wayang, apa sekarang bedanya dengan pitutur di Kristen?
Kalau diwayang kan hubungn
manusia-dengan manusia supaya baik hubungan dengan manusia, tidak ada saya
lihat hubungan dengan Tuhan, biar dia baik dengan temannya jangan sampai
bertengkar, kan cuma begitu saja.
Kalau di Kristen lain pitutur
ring Kristen lain, kan begitu, ada hubungan ke Tuhan?
Ya, itu yang diutamakan.
Bapak membayangkan sorga itu
seperti apa?
Tidak bisa, sebab begini,
percuma juga membayangkan itu menurut keyakinan saya. Apa yang tidak terbayang
dihatimu, apa yang tidak terlihat dimatamu, apa yang tidak terpikirkan olehmu,
itulah yang disediakan Tuhan bagimu. Tidak perlu membayang-bayangkan itu, tidak
mungkin terbayang sorga itu tetapi yakin.
Tetapi bapak ingin tinggal di
sorga begitu?
Ya ingin, karena dijanjikan oleh
Tuhan Yesus.
Tetapi kita tidak ingat, ada
kita di sorga, tidak kita di sorga tidak juga tahu apa, kenapa bapak ingin
tinggal di sorga?
Karena dijanjikan oleh Sang
Yesus.
Kan kita sudah lupa, sudah mati
tidak tahu apa-apa.
Mati
tetapi jiwa itu tidak mati Pak.
Berarti
percaya Yesus jiwa tidak mati?
Ya, jiwa
itulah disebut jiwa dan roh
Itu tidak
mati begitu?
Jiwa dan roh itu memang berbeda,
tetapi orang biasa menyatu satu, karena manusia susah membedakan jiwa dan roh
tetapi Yesus dapat membedakan ini jiwa, ini roh, itu tidak bisa mati itu.
Jiwa tidak bisa mati begitu,
hidup disisi Tuhan besok begitu ?
Apanya?
Kalau sudah kita mati. Distilahkan
di kerajaan Tuhan.
Jadi apa kita disana?
Dianggap anak dalam Kristen,
kalau Bali menyebut, Ratu Sanghyang Widhi Wasa ajin titiang, begitu.
Dianggap anak, begitu?
Bukan dianggap, diberi hak untuk
menjadi anak Allah.
Nah, waktu Bapak kecil-kecil itu
bersekolah, sudah mengerti begitu?
Apanya?
Waktu Bapak bersekolah ini,
bersekolah SD sudah Bapak tahu pitutur begitu?
Tidak Pak, masih kecil, tidak
percaya Sangyang Yesus itu Widhi, turun di bumi menyelamatkan ..... ditengah
jalan nyalib, tersalib bertumpahan darah, itu saja dasarnya.
Itu saja Bapak ngerti begitu?
Tetapi salib Bapak tahu, pernah
Bapak melihat salib ketika itu ?
Tidak, gambar-gambar saja.
Tahu sampai disana saja begitu,
setelah besar baru tahu yang lebih tinggi. Nah sekarang sudah nonton wayang,
sudah Kristen, nonton wayang, punya Bapak pikiran, oh begini Bali, begini
Hindunya, begini Kristenya, begitu Bapak?Punya bayangan seperti itu?
Ketika itu sudah saya tidak
mengerti membanding-bandingkan, tidak perlu saya membanding-bandingkan, apa
yang dibandingkan sudah tahu ceritanya tetapi cuma satu saja Pak.
Itu saja ya, Nah sekarang kalau
disini orang Bali itu takut sama gelap, takut sama angker, Bapak tahu angker?
Angker tahu.
Dimana katanya disni jalan
yang paling angker?
Di jalan ini?
Ya, di jalan Abianbase ini,
dimana dianggap paling angker disini?
Mungkin di depan Kuburan itu
Pak, mungkin saya tidak tahu, mana yang angker, mana yang tidak, warga banyak
bilang takut, tanah kuburan itu, saya kira begitu.
Waktu Bapak masih kecil, takut
juga Bapak kesana ?
Takut, kenapa tidak.
Sudah dilindungi oleh Yesus
kenapa takut?
Itu sudah karena keraguan kita
itu.
Kenapa Bapak takut sama Yesus?
Sering.
Bagaimana biasanya sering
ragunya?
Baru begitu, baru kita kecelakaan, mungkin tidak.... oleh
Yesus, begitulah keluar keraguan, tetapi salah itu. Sebab Tuan Yesus itu ya,
bukan menjanjikan jalan kita mulus, tidak.
Sampai sekarang Bapak pernah
meragukan lagi Tuhan Yesus?
Kenapa tidak, biarpun saya
meragukan tetapi saya salah.
Tetapi mengakui kesalahan,
seandainya Bapak meragukan bagaimana ada di pikiran Bapak? Kalau diceritakan
menggunakan bahasa sekarang?
Begitu diwaktu ditempuh bahaya
itu kan.
Contohnya apa?
Sakit begitu, seperti tadi,
sawah tidak berhasil, seolah-olah Tuhan tidak melihat kita, tidak melindungi
kita, kan begitu, tetapi itu saya yakin salah.
Bagaimana Bapak bilang,
meragukan Tuhan, bagaimana Bapak, kata dipikiran?
Begitu sudah, kok kita tidak
direstui oleh Tuhan, begini rusak, begitu rusak lantas di balihkan oleh
keyakinan itu, karena langsung, ini paling bagus bagi kita menurut kehendak
Tuhan. Keyakinan berbicara itu bukan perasaan. Karena yakin yang terbaik di
beri oleh Tuhan kelihatan jelek kita tidak cocok kan, tetapi ada keyakinan itu
paling baik, itu yang mengalahkan keraguan itu.
Oh begitu, berarti tidak pernah memisuh (mencaci maki)
sekali?
Sama sekali saya tidak pernah,
apalagi memisuh (caci maki) pada
Tuhan pada tetangga saja tidak pernah, anak, istri, seingat saya sama sekali
tidak pernah.
Itukah yang menyebabkan Bapak
selamat atau bagaimana tidak pernah caci maki Bapak selamat selalu, begitu?
Tidak, tidak itu dasar selamat
Pak, karena kebiasaan begitu pendidikan dari orang tua dulu.
Nah kembali ketika kecil dulu,
Bapak takut lewat di depan kuburan ini, Bapak lari?
Tidak, tidak sampai lari.
Teman-temannya lari juga?
Tidak ada yang sampai lari
tetapi merinding takut.
Kristen kan tidak boleh yang
takut sama yang begitu Pak?
Memang tidak boleh tetapi takut
juga, kenapa tidak boleh takut.
Katanya tidak takut karena
dilindungi oleh Sanghyang Yesus semuanya?
Seharusnya tidak takut, tetapi
seperti cerita saya tadi, diwaktu kita ragu itu, keluar dah itu.
Ragu kan begitu Pak, ragu karena
tidak ada Yesus. Pernah Bapak meragukan tidak ada Yesus di bumi ini ?
Tidak, pasti ada ragu diwaktu
sakit seolah-olah Tuhan tidak melihat kita. Tahan itu tetap ada tetapi
seolah-olah Tuhan tidak meragukan kita, keraguannya segitu.
Keraguannya segitu saja, apa
yang menyebabkan kan begitu?
Tetapi dikalahkan oleh keyakinan
seperti waktu ini bahwa Tuhan itu ada, tetapi itu yang terbaik bagi kita.
Ini Pura apa namanya yang
diselatan?
Pura Dalem.
Banyak orang melihat kera diatas
ya? Bapak tahu tentang liak?
Tidak, liak di tarian Rangde, Barong
baru saya tahu. Di Barong kan keluar liak
yang di Ratu Rangde itu.
Di kala apa Bapak tahu Rangde?
Di waktu menonton Barong.
Di waktu nonton barong itu, itu
saja tahu?
Ya.
Cerita (tutur) liak tahu?
Tidak.
Tidak Bapak pernah takut sama leak?
Leak saya tidak tahu, karena
melihat di Barong itu kan leak nyata di Barong.
Kalau leak tidak nyata tidak
pernah melihat?
Tidak tahu saya.
Dengar ceritanya?
Tidak.
Sesama warga disini tidak pernah
cerita tentang leak, dengan saudara
Bali?
Pernah saja tetapi saya tidak
begitu peduli tentang itu.
Bagaimana pikiran Bapak tentang leak?
Pikiran saya, bisa mata yang
rusak, bisa di pikiran kita didalam
jelek, banyak yang dipikir, begitu pikiran saya.
Begitu Bapak berpikir, tidak
seperti saudara Bali bercerita leak
(mebligbaggan) misalnya?
Tidak pernah.
Bapak takut lewat Pura Dalem?
Saya melihat leak-leak di Barong
itu kan takut juga Pak, ingat jadinya. Yang lenda-lendi
itu.
Dimana senang nonton Barong, di
Pura?
Dimana saja bisa di Pura Dalem,
di Desa Kapal pernah.
Bapak pernah juga main ke Pura-Pura?
Nonton kenapa tidak.
Nonton begitu, nonton dari luar
berarti, tidak dikasi kedalam?
Ketika itu kan tidak ketat.
Sekarang ketat?
Sekarang saya tidak tahu, saya
tidak pernah sekarang, semenjak ada TV saya tidak pernah kemana-mana.
TV menyebabkan Bapak diam saja
dirumah.
Ya.
Waktu kecil nonton juga Barong?
Nonton, kemana saya nonton.
Diajak sama saudara Bali pak,
tidak diusir, sana jauh ?
Di sawah sekarang, saya punya
sawah kebanyakan agama Hindu yang nandu (bagi hasil) bekerja disawah saya Pak,
Sawah-sawah 90% agama Hindu menanami.
Berapa Bapak punya (penandu),
ada 10 orang ?
Ada 5 orang.
Kalau umat Hindu, Hindu yang
nandu begitu?
Ya, tidak ada hubungan begitu
saya dengan agama Hindu.
Nah kembali ini ke Pura Dalem,
kira-kira Bapak sudah dewasa masih Bapak takut sama Pura Dalem?
Mengapa takut dengan Pura, tidak
pernah saya dengan Pura.
Ini yang di bawah Pohon Kepuh
ini?
Tidak.
Ketika SD saja bapak takut?
Ya, ketika itu kan masih rimbun
sekarang kan sudah bersih.
Kalau dulu-dulu, takut Pak?
Ya, masih gelap, apalagi hujan
Pak, dulu masih saya kecil, kayu-kayu tidak terurus sekarang kan sudah rapi.
Tua-tua dulu tidak ada yang
nakut-nakuti, jangan kesana-kesana bapak atau ibu misalnya?.
Tidak.
Terus yang lain mana tempat yang
angker disini?
Di pempatan, di utara.
Di Semate?
Tidak, di sini kan di utara ada pempatan (persimpangan jalanI yang dekat ini, Dangin Yeh, itu dah
angker, dulu memang rimbun.
Apa katanya pernah dilihat oleh
saudara –saudaranya dulu?
Tidak pernah katanya, begitu
katanya ada kera, Jaka Tunggul.
Bapak ikut juga takut waktu
kecil?
Saya tidak pernah kesana, kenapa
saya takut, hanya cerita begini, kesana
saya tidak pernah.
Tidak pernah kesana langsung?
Tidak.
Kemana saja main waktu kecil?
Biasa bergaul dengan
teman-teman, jaman saya kan kesawah saja Pak, tidak ada main kerumah-rumah
begini.
Kalau hari Minggu ke gereja?
Ya.
Tidak pernah ngajak saudara
Hindu ke gereja?
Tidak. Kalu ada odalan saya
tidak pernah diajak ke Pura. Kalau perlu main macepetan ( adu ketangkasan) misalnya di sore hari, ditungguin
datang dari pura, agama Hindu ditungguin saya datang dari gereja baru bermain.
Dimana bermain?
Di jalan, waktu itu kab belum
rame seperti ini.
Sampai jam berapa?
Ketika bulan purnama.
Kalau tidak bulan purnama tidak
main?
Tidak, gelap sekali, apa tidak
lihat.
Gelap ya, apa tidak dilihat ya.
Belum ada listrik waktu itu?
Dimana ada listrik waktu itu.
Kan takut sekali hidup disini
Pak ya?
Tidak, karena saya lahir disini
mungkin, kalau yang baru kesini mungkin takut. Saya baru lahir, dari kecil kan
sudah adaptasi dulu.
Di Semate katanya juga serem
disana?
Takut dan tidaknya kan ketika
itu, Semate termasuk jauh sekali.
Sekitar sini saja Pak ya?
Ya sekitar sini saja, kalau cari
kerjaan (manyi) mengetam padi, di banjar saja tidak ada yang keluar.
Sekarang, tentang paman Rion,
pernah diceritakan apa, tentang ilmu-ilmu?
Tidak, dia sebentar saya ajak
disini, meninggal ke Blimbing Sari. Tidak lama saya dapat ngobrol.
Sebentar saja dapat ngobrol ya,
tidak pernah main ke Blimbing Sari Pak?
Tidak pernah.
Siapa yang mengambil tanah
sekarang disini, paman Rion, bagian-bagianya? Karena dia sudah bertansmigrasi.
Kan saudara-saudaranya mungkin,
dikasi uang kesana untuk bekal.
Bapak pernah ke Blimbing Sari?
Pernah.
Apa sebab orang tua Bapak (Wayan
Sawi) tidak ikut transmigrasi.
Nungguin tanah dirumah sudah.
Wayan Rion itu sudah pergi kalau dia ikut kan sepi di rumah.
Kalau Paman Wana kan ada
dirumah?
Dia sudah pindah (ngarangin), ke
(tebe) dia bikin rumah, terus dimasukan tanah desa ketika itu.
Nyoman Wani kan masih hidup?
Tidak
Berarti ngarangin, nyalukin tanah di rumah berarti ya, bapak dirumah (Wayan
Sawi)? Itu sebabnya tidak ke Blimbingsari ya?
Ya, ya. Nungguin karang rumah,
karang desa. Yang di timur Wayan Wana, yang dulunya itu (tebe), setelah
ditempati dimasukkan karang desa biar tidak kena pajak.
Sekarang lanjutkan, setelah
tamat di Kapal kemana terus Bapak sekolah ?
Ke Mengwi.
Ke Mengwi desa, kota?
Mengwi Gede.
Ada sekolah disana, apa nama
sekolahnya dulu?
Ketika itu kan…. School, setelah
SD yang masih dua tahun waktu itu. Saya lah yang pertama kali yang menyebabkan
angkatan saya sudah mulai tiga tahun, yang biasanya dua tahun, setelah itu
tamat.
Di Kapal berapa tahun?
Tiga tahun.
Di Mengwi, dua?
Diwaktu saya saya tiga tahun
dapat, kajebag mulai itu tiga tahun.
Kelas lima saja ya, tamat kelas
tiga, bersekolah di …school kelas empat, kelas lima tamat, jaman Jepang jadinya
pak tamat kan begitu?
Ya. Pada jaman Jepang, dapat
saya diam dapat panggilan …
Kan sendiri jadinya Kristen di
Mengwi ?
Ya sendiri saya sekolah disana.
Kok jauh sekali Bapak sekolah?
Di sana tempatnya, tidak ada
sekolah yang lain lagi, yang setingkat itu di Mengwi tidak ada.
Teman-teman disini kan mau hanya
sampai kelas tiga, Pak kok sekolah tinggi-tinggi.
Yang di bawah dan diatas saya
kesana juga tetapi angkatan saya, tahun saya sendiri.
Bersekolah ke Mengwi siapa yang
ngasi tahu?
Orang tua, kalau tidak begitu
siap yang bayarin yang nanggung.
Dikasi sepeda Bapak begitu?
Tidak, berjalan saya separuh dan
naik sepeda setengah.
Dimana mencari sepeda separuh?
Artinya separuh waktu, satu
tahun saya berjalan.
Jam berapa Bapak bangun?
Jam lima sudah dijalan Pak.
Tidak cuci muka muridnya?
Waktu itu jam empat sudah
bangun, setahun saya jalan, setelah itu saya dibelikan sepeda laki, saya masih
ingat.
Masih Bapak takut lewat di
Mengwi, di tempat-tempat angker?
Tidak, tidak angker lagi disini.
Tidak angker waktu itu sudah
bersih, tidak masih rimbun begitu.
Tidak masih seperti sekolah di Kapal ya. Sekarang kan sudah
lebih bersih, lain rasanya Pak ya, sudah aman pikirannya ya, dulu takut begitu
Pak?
Ada saja pikiran takut, tidak
bisa direncanakan, datang dengan sendirinya.
Padahal
yang saya tahu orang Kristus, ajaran Kristen tidak boleh takut, bapak berarti
dipengaruhi teman ?
Tidak, memang dilarang tidak
boleh takut, sebab apa yang ditakutkan, itu kan jadinya tanah hayalan, lawat (bayangan) jadinya.
Sekarang, bapak
nikah tahun 1992, istri Bapak sudah Kristen waktu itu?, Ayahnya siapa namanya
(mertua Bapak)?
Si Nyoman Rega.
Ibunya, mertua perempuan?
Ketut Mukluk rasanya.
Pindah agama ini keduanya?
Tidak, ini yang laki duluan mati
masih Hindu.
Masih Hindu
mati, ini Nyoman… sudah pindah agama?
Sudah.
Bagaimana
katanya pindah agama?, apa sebab katanya, mungkin dapat cerita dulu.
Waktu saya nikah
sudah pindah agama, lama sudah.
Apa sebab
katanya dia pindah agama, sakit apa?
Tidak, begitu
mungkin karena orang tuanya.
Eh, Regug orang
tuanya sampun Kristen?
Sudah Kristen.
Leluhurnya sudah
juga Kristen?
Sudah.
Siapa namanya?
Lupa saya siapa
namanya.
Kakek mertua
maksudnya sudah Kristen ?
Ya, sudah
Kristen tetapi baru-baru.
Berarti Pak
Regug ini kan sebaya dengan Bapak Sawi?
Ya kecilan
jadinya, sebaya.
Sebaya jadinya
ya. Tetapi Bapaknya sudah Kristen berarti duluan berarti dia, kan duluan dari
Tebing berarti dia?
Bukan lahirnya
memang duluan tetpi Kristennya belakangan, sudah tua dia Kristen.
Siapa Tebing, eh
ini, ini, sudah tua dia Kristen begitu, sudah generasi ketiga berarti istrinya
Bapak?
Bukan sebaya
saya, apa jadinya?
Kalau Bapaknya
Nyoman Rege sudah kakeknya sudah, kan generasi ketiga jadinya.
Ya silsilahnya
ketiga sampun.
Ngikut-ngikut
saja juga ya. Nah ketika Bapak nikah, dimana upacaranya?
Disini di Gereja
.
Di Gereja, sama
dengan adat Bali upacaranya, apa bedanya?
Tidak. Masakannya
sama.
Ada masak-masak
juga, berapa motong penyu waktu itu?
Dua saya.
Penyu, dimana
beli penyu di Denpasar?
Orang tua saya
beli, dia ke Denpasar.
Oh begitu, Sapi
tidak motong?
Tidak, penyu
saja.
Babi?
Tidak, daging
babi beli, motong dua hanya penyu saja.
Penyeu saja
motong dua, masak-masak juga nekang bale banjar, banjar ikut?
Ya.
Bapak masih
masuk banjar?
Banjar dinas kan
masih.
Oh banjar dines,
banjar dines banjar gede ini. Keliannya, orang Hindu apa Kristen?
Orang Hindu,
Kristen tidak ada yang mau, padahal di Banjar Gede banyakan Kristennya, tidak
mau jadi kelian, saudara Hindu saja.
Saudara Hindu
saja begitu?
Ya, karena di
agama Hindu, kan adat langsung.
Nah, siapa jadi
pengurus pereja disini, yang paling
disegani disini?
Mengurus apanya
maksudnya itu?
Ketua apa, ketua
gereja, tidak ada pengurusnya apa?
Tidak. Kecuali
orang membangun baru ada panitia pembangunan.
Yang sering
merawat Gereja siapa?
Ada waker.
Pendeta lain
tugasnya?
Pendeta lain
tugasnya. Seperti mangku misalnya, kerohanian saja, memimpin kebaktian saja,
nikah, meninggal itu pendeta.
Nah gereja ini
tanah siapa?
Ketut Yahya
namanya.
Oh Ketut Yahya,
dia yang punya tanahnya. Pak ketut Yahya itu asli disini dia?
Asli.
Belakangan
berarti dari Made Tebing?
Belakangan
sedikit, seangkatan jadinya itu.
Berguru katanya
sama Pan Loting?
Ya.
Yahya itu?
Ya.
Ayub?
Ayub, bagaimana
tentang dia saya kurang jelas.
Ada hubungan apa
Bapak dengan Pak Ayub?
Tidak ada
hubungan apa-apa, hubungan darah tidak ada.
Hanya
bermasyarakat saja, pernah melihat Pak Ayub?
Pernah, kenapa
tidak sering.
Pernah bercerita
sama dia?
Ngobrol-ngobrol
tidak pernah.
Sama Pak yahya
pernah?
Pernah.
Apa sebab
katanya dia pindah agama, pernah cerita
?
Itu dah karena
keyakinan tidak ada kata lain pak.
Tidak pernah
Bapak dapat cerita, bapak karena begini pindah agama, tidak pernah?
Tidak tidak ada.
Nah yang pernah
bapak memberikan cerita, apa sebabnya pindah agama, siapa saja?
Tidak ada yang
pernah bicara begitu Pak. Pindah agama karena tidak suka dengan dia, karena
sakit, tidak ada.
Kalau di
Sudimara, karena orang sakit.
Kemungkinan bisa
begitu.
Kalau disini
tidak ad karena sakit?
Tidak ada yang
saya dengar begitu, karena keyakinan itu terutama. Dilihat dari hidupnya orang
Kristen menjadi lebih baik, ikut juga begitu. .
Sekarang masuka duka, banjar dines saja Kristennya.
Ya.
Suka duka tidak
ikut?
Tidak.
Nah ada saudara
Bali meninggal, ikut anda kesana?
Diundang, kenapa
tidak, ikut majenukan (melayat).
Majenukan bapak
biasa?
Biasa majenukan bawa beras, biasa apa sepantasnya, saya juga ada yang
meninggal, saudara Hindu banyak juga pak.
Bagaimana Bapak
pakai celana panjang bapak?
Tidak, kalau
disini ya kalau yang sudah namanya kerjaan adat, nikah, meninggal Bali, kalau
adat saya, kalau bekerja mebat (membuat masakan khas Bali) misalnya bisa kita
bekerja biar praktis misalnya, setelah upacara baru kita adat Bali.
Kalau orang
meninggal ikut Bapak memotong bambu?
Ngapain orang
kita ikut.
Bikin wadahnya
ikut?
Kalau kewajiban
ikut kenapa tidak, sekarang kebanyakan beli wadah.
Artinya, paginya
kan adat motong bambu ikut juga?
Ikut , kita mebanten, madupa, ada hubungan keluarga, ya baru. Kalu tidak begitu ya tidak. Berarti kesana saja kita ikut.
Ikut semua
masyarakat ya?
Ikut patuh,
istri saya meninggal saudara Hindu semua datang.
Kalau saudra
Kristen meninggal, saudara Hindu mau dia ikut?
Kenapa tidak,
datang juga yang merasa bersaudara
Kalau Tidak
bersaudara?
Tidak ....
Di bunyiin
(kulkul) kentongan saudara Kristennya,
kalau orang dikubur, dapat (kulkul) kentongan dibanjar?
Saya kan punya
kulkul pribadi, suka duka Kristen punya.
Tidak suka duka
Hindu, banjarnya tidak membunyikan kulkul?
Tidak, kalau
dines sudah dines begitu.
Oh begitu, suka
duka itu secara pertemanan saja kan begitu?Kalau orang ngaben itu secara
kedinasan kena juga?
Kena sih tidak,
kalau sudah ada hubungan kesana kita, ngapain orang disana ikut kita.
Cuma ke Pura
saja tidak ikut ya?
Ya tidak.
Ayahan subak?
Biasa.
Tidak maturan
subak?
Tidak, tidak mebanten.
Apa diganti,
uang?
Tidak, apa tidak, misalnya bikin bale subak, ikut bekerja,
kalau bikin selokan, beton, biasa ikut.
Cuma ke Pura saja tidak ikut ya, tidak kena iyuran di Pura
subak?
Tidak, biasanya sumbangan, ikut kita nyumbang. Kalau misalnya
saya Kristen disuruh ke Pura, tidak, yang punya Pura tersinggung, saya juga
tersinggung kan begitu ya. Misalnya kita ke Pura, kita tidak disana tempat kita
sembahyang, yang punya itu tidak senang hatinya saya juga tidak senang.
Misalnya sekarang berat dia bekerja, ya sumbangkan.
Berapa kita nyumbang, persepuluhan juga?
Tidak suka rela itu.
Persepuluhan untuk Tuhan saja ya?
Ya untuk Tuhan saja.
Yang lain-lainnya, kegiatan apa misalnya ada orang potong
gigi atau apa saudara Bali.
Apa saja upacaranya, adat itu, kalau sudah ada hubungan,
seperti ipar saya yang masih di…, ngapaiin dia, nagben, potong gigi, tiga
bulan, memukur, saya ikut
membantu yang boleh saya ambil, kalau sembahyang saya tidak ikut. Kalau
memasak, saya ikut.
Bapak berdoa juga semoga dia diterima disisi Tuhan, kalau
saudara Bali yang meninggal, Bapak ada berdoa dipikiran, misalnya teman yang
meninggal?
Ya, yang ditinggal semoga selamat.
Dipikiran bilang begitu?
Ya. Begitu seperti kata yang
saya bilang tadi, kalau saya buat-buat salah nanti saya .
Kalau Bapak buat-buat, kan salah, ini bercerita didepan
Yesus. Nah sekarang di Banjar Gede, ada 75% Kristen?
Tidak tahu saya sekarang Pak, yang pernah saya tahu dulu, ada
60% yang dulu, bagaimana dengan sekarang saya tidak tahu, karena banyak yang
transmigrasi saudara disini, ke Sulawesi, di Abianbase boleh dikatakan []
No comments:
Post a Comment