Monday, April 11, 2016

PALING BAGUS BAGI KITA MENURUT KEHENDAK TUHAN

Nama Informan : Made Wija [2]
Tempat :  Banjar Gede, Desa Abianbase,
Badung, 20 September 2001
Pewawancara: Nyoman Wijaya, Ketua TSP



Nah, sekarang lanjutkan  sedikit ketika bersekolah dulu, tadi Bapak bilang bersekolah di Kapal. Dimana Kapal itu?
Di utara.
Kok jauh sekali bersekolah, kan cape kakinya jalan ya?
Tidak lama jalan kaki waktu itu Pak, tidak merasa cape, ketika itu tidak ada kendaraan, sepeda saya tidak punya.
Kok begitu, kan beli sepeda?
Jaman itu punya sepeda kan orang  sudah termasuk orang kaya.
Disini kan luas, berapa punya tanah, orang tua dissini kan banyak punya warisan ?
Ada sekitar 2 hektar.
Kan banyak sekali, kan bisa banyak beli sepeda Ya?
Sebab tujuannya tidak ada kesana, sebab tidak ada yang seperti itu.
Jalan kaki bersekolah?
Jalan kaki.
Sudah jalan kaki, kira-kira tahun 1938, masih jaman Belanda bersekolah ya, kan jelek sekali jalan disini, banyak debu?
Tidak begitu rusak, tidak debu.
Jalan gladakan?
Ya, tidak jalan itu kan ayahan (kerja) rodi, apa nama itu.
Bapak pernah dapat ayahan rodi disini?
Orang gitu, dipinggir jalan naruh kerikil meter-meter pernah.
Bapak pernah ikut rodi?
Tidak.
Orang tua saja?
Ya. Dijalan ini keutara.
Nah, kalau sudah begitu, punya Bapak saudara Bali, Hindu disekolah, maksudnya teman?
Oh banyak.
Mana banyakan dengan saudara Kristen?
Waktu itu kan orang dari Desa Kapal ikut sana, orang Kristen sedikit.
Didalam kelas ada kristen 10 orang?
Ya sekitar itu ada.
Dari mana saja mereka, asalnya teman-teman Bapak?
Dari Abianbase saja.
Dari Abianbase saja, dari banjar apa? Semate?
Desa Abianbase,  Banjar  Semate  keselatan.
Banjar Semate, Banjar Gede, Banjar Sengguan, semua ada?
Semua ada.
Habis selatannya, ini yang paling jauh, tidak ada yang dari Dalung masuk kesana?
Kecamatannya lain, desanya lain.

Sekolahnya lain juga, kan begitu. Berarti saudara Hindu ada?
Banyak.
Siapa nama Bapak yang masih hidup, saudara Hindu disini?
Yang disini?, habis sudah.
Nah, ketika kecil sekarang, disini setelah habis sekolah apa pekerjaan Bapak?
Ya,  kesawah membantu orang tua.
Saudara-saudara Bali ke sawah juga?
Sama juga.
Kalau malamnya , apa tontonannya, hiburannya?
Tidak seperti sekarang, jarang ada, kadang-kadang wayang.
Wayang begitu?
Ya, tetapi jarang sekali hanya tiga bulan sekali baru ada wayang.
Topeng juga begitu, pernah nonton Pan Loting menari disini?
Tidak, tidak pernah.
Siapa saja yang jadi topeng yang pintar menari disini?
Ketika itu siapa kaden, oh ini Ida Bagus Ngurah, dalang di Buduk, tetapi sudah lama.
Beliau sudah meninggal ya?
Ya, sudah meninggal.
Bapak senang nonton wayang?
Ketika itu, tidak ada hiburan apa, apa ada disenangi.
Sudah pindah agama, kok tidak apa-apa?
Kenapa, saya bahasa Bali juga, itu pakai  bahasa Bali.
Bahasanya ngerti, ceritanya Bapak tidak mengerti kan, orang tidak dimuat di Injil?
Tidak perlu (tutur) ceritanya tetapi judulnya saya tahu, misalnya sekarang Sang Rama begini, Sang Anoman begini, begini. Kenapa tidak, biasa saya tahu, satuanne (ceritanya) saya tahu tetapi  maknanya saya tidak tahu.
Makna  apanya?
Itu, misalnya Sang Rama bercerita begini, begini, itu saya tidak tahu. Kalau lampahnya (judulnya) kan tahu, Dewi Sita diambil Rahwana, seperti itu.
Tuturnya (ceritanya) ngerti Bapak, yang di Wayang banyak cerita.
Itu dah yang saya nggak ngerti.
Tidak ngerti ceritanya (tuturnya) begitu?
Mana termasuk pitutur mana yang bukan pitutur saya tidak tahu.
Apa memang bapak masih kecil atau memang Bapak tidak jelas tentang itu?
Itu kan karena masih kecil Pak.
Setelah remaja atau dewasa  pernah nonton wayang?
Pernah, kenapa tidak.
Kan sudah mengerti sekarang, pitutur-pitutur wayang?
Ya.
Ngerti juga Bapak pitutur-pitutur wayang?
Ngerti, kenapa tidak.
Kalau sudah mengerti pitutur wayang, apa sekarang bedanya dengan pitutur di Kristen?
Kalau diwayang kan hubungn manusia-dengan manusia supaya baik hubungan dengan manusia, tidak ada saya lihat hubungan dengan Tuhan, biar dia baik dengan temannya jangan sampai bertengkar, kan cuma begitu saja.
Kalau di Kristen lain pitutur ring Kristen lain, kan begitu, ada hubungan ke Tuhan?

Ya, itu yang diutamakan.
Bapak membayangkan sorga itu seperti apa?
Tidak bisa, sebab begini, percuma juga membayangkan itu menurut keyakinan saya. Apa yang tidak terbayang dihatimu, apa yang tidak terlihat dimatamu, apa yang tidak terpikirkan olehmu, itulah yang disediakan Tuhan bagimu. Tidak perlu membayang-bayangkan itu, tidak mungkin terbayang sorga itu tetapi yakin.
Tetapi bapak ingin tinggal di sorga begitu?
Ya ingin, karena dijanjikan oleh Tuhan Yesus.
Tetapi kita tidak ingat, ada kita di sorga, tidak kita di sorga tidak juga tahu apa, kenapa bapak ingin tinggal di sorga?
Karena dijanjikan oleh Sang Yesus.
Kan kita sudah lupa, sudah mati tidak tahu apa-apa.
Mati tetapi jiwa itu tidak mati Pak.
Berarti percaya Yesus jiwa tidak mati?
Ya, jiwa itulah disebut jiwa dan roh
Itu tidak mati begitu?
Jiwa dan roh itu memang berbeda, tetapi orang biasa menyatu satu, karena manusia susah membedakan jiwa dan roh tetapi Yesus dapat membedakan ini jiwa, ini roh, itu tidak bisa mati itu.
Jiwa tidak bisa mati begitu, hidup disisi Tuhan besok begitu ?
Apanya?
Kalau sudah kita mati. Distilahkan di kerajaan Tuhan.
Jadi apa kita disana?
Dianggap anak dalam Kristen, kalau Bali menyebut, Ratu Sanghyang Widhi Wasa ajin titiang, begitu.
Dianggap anak, begitu?
Bukan dianggap, diberi hak untuk menjadi anak Allah.
Nah, waktu Bapak kecil-kecil itu bersekolah, sudah mengerti begitu?
Apanya?
Waktu Bapak bersekolah ini, bersekolah SD sudah Bapak tahu pitutur begitu?
Tidak Pak, masih kecil, tidak percaya Sangyang Yesus itu Widhi, turun di bumi menyelamatkan ..... ditengah jalan nyalib, tersalib bertumpahan darah, itu saja  dasarnya.
Itu saja Bapak ngerti begitu?
Tetapi salib Bapak tahu, pernah Bapak melihat salib ketika itu ?
Tidak, gambar-gambar saja.
Tahu sampai disana saja begitu, setelah besar baru tahu yang lebih tinggi. Nah sekarang sudah nonton wayang, sudah Kristen, nonton wayang, punya Bapak pikiran, oh begini Bali, begini Hindunya, begini Kristenya, begitu Bapak?Punya bayangan seperti itu?
Ketika itu sudah saya tidak mengerti membanding-bandingkan, tidak perlu saya membanding-bandingkan, apa yang dibandingkan sudah tahu ceritanya tetapi cuma satu saja Pak.
Itu saja ya, Nah sekarang kalau disini orang Bali itu takut sama gelap, takut sama angker, Bapak tahu angker?
Angker tahu.
Dimana katanya disni jalan yang  paling angker?
Di jalan ini?
Ya, di jalan Abianbase ini, dimana dianggap paling angker disini?
Mungkin di depan Kuburan itu Pak, mungkin saya tidak tahu, mana yang angker, mana yang tidak, warga banyak bilang takut, tanah kuburan itu, saya kira begitu.
Waktu Bapak masih kecil, takut juga Bapak kesana ?
Takut, kenapa tidak.
Sudah dilindungi oleh Yesus kenapa takut?
Itu sudah karena keraguan kita itu.
Kenapa Bapak takut sama Yesus?
Sering.
Bagaimana biasanya sering ragunya?
Baru begitu,  baru kita kecelakaan, mungkin tidak.... oleh Yesus, begitulah keluar keraguan, tetapi salah itu. Sebab Tuan Yesus itu ya, bukan menjanjikan jalan kita mulus, tidak.
Sampai sekarang Bapak pernah meragukan lagi Tuhan Yesus?
Kenapa tidak, biarpun saya meragukan tetapi saya salah.
Tetapi mengakui kesalahan, seandainya Bapak meragukan bagaimana ada di pikiran Bapak? Kalau diceritakan menggunakan  bahasa sekarang?
Begitu diwaktu ditempuh bahaya itu kan.
Contohnya apa?
Sakit begitu, seperti tadi, sawah tidak berhasil, seolah-olah Tuhan tidak melihat kita, tidak melindungi kita, kan begitu, tetapi itu saya yakin salah.
Bagaimana Bapak bilang, meragukan Tuhan, bagaimana Bapak, kata dipikiran?
Begitu sudah, kok kita tidak direstui oleh Tuhan, begini rusak, begitu rusak lantas di balihkan oleh keyakinan itu, karena langsung, ini paling bagus bagi kita menurut kehendak Tuhan. Keyakinan berbicara itu bukan perasaan. Karena yakin yang terbaik di beri oleh Tuhan kelihatan jelek kita tidak cocok kan, tetapi ada keyakinan itu paling baik, itu yang mengalahkan keraguan itu.
Oh begitu, berarti tidak pernah memisuh  (mencaci maki)  sekali?
Sama sekali saya tidak pernah, apalagi memisuh (caci maki) pada Tuhan pada tetangga saja tidak pernah, anak, istri, seingat saya sama sekali tidak pernah.
Itukah yang menyebabkan Bapak selamat atau bagaimana tidak pernah caci maki Bapak selamat selalu, begitu?
Tidak, tidak itu dasar selamat Pak, karena kebiasaan begitu pendidikan dari orang tua dulu.
Nah kembali ketika kecil dulu, Bapak takut lewat di depan kuburan ini, Bapak lari?
Tidak, tidak sampai lari.
Teman-temannya lari juga?
Tidak ada yang sampai lari tetapi merinding takut.
Kristen kan tidak boleh yang takut sama yang begitu Pak?
Memang tidak boleh tetapi takut juga, kenapa tidak boleh takut.
Katanya tidak takut karena dilindungi oleh Sanghyang Yesus semuanya?
Seharusnya tidak takut, tetapi seperti cerita saya tadi, diwaktu kita ragu itu, keluar dah itu.
Ragu kan begitu Pak, ragu karena tidak ada Yesus. Pernah Bapak meragukan tidak ada Yesus di bumi ini ?
Tidak, pasti ada ragu diwaktu sakit seolah-olah Tuhan tidak melihat kita. Tahan itu tetap ada tetapi seolah-olah Tuhan tidak meragukan kita, keraguannya segitu.
Keraguannya segitu saja, apa yang menyebabkan kan begitu?
Tetapi dikalahkan oleh keyakinan seperti waktu ini bahwa Tuhan itu ada, tetapi itu yang terbaik bagi kita.
Ini Pura apa namanya yang diselatan?
Pura Dalem.
Banyak orang melihat kera diatas ya? Bapak tahu tentang liak?
Tidak, liak di  tarian Rangde, Barong baru saya tahu. Di Barong kan keluar liak yang di Ratu Rangde itu.
Di kala apa Bapak tahu Rangde?
Di waktu menonton Barong.
Di waktu nonton barong itu, itu saja tahu?
Ya.
Cerita (tutur) liak tahu?
Tidak.
Tidak Bapak pernah takut sama leak?
Leak saya tidak tahu, karena melihat di Barong itu kan leak nyata di Barong.
Kalau leak tidak nyata tidak pernah melihat?
Tidak tahu saya.
Dengar ceritanya?
Tidak.
Sesama warga disini tidak pernah cerita tentang leak, dengan saudara Bali?
Pernah saja tetapi saya tidak begitu peduli tentang itu.
Bagaimana pikiran Bapak tentang leak?
Pikiran saya, bisa mata yang rusak, bisa di pikiran kita didalam  jelek, banyak yang dipikir, begitu pikiran saya.
Begitu Bapak berpikir, tidak seperti saudara Bali bercerita leak (mebligbaggan) misalnya?
Tidak pernah.
Bapak takut lewat Pura Dalem?
Saya melihat leak-leak di Barong itu kan takut juga Pak, ingat jadinya. Yang lenda-lendi itu.
Dimana senang nonton Barong, di Pura?
Dimana saja bisa di Pura Dalem, di  Desa Kapal pernah.
Bapak pernah juga main ke Pura-Pura?
Nonton kenapa tidak.
Nonton begitu, nonton dari luar berarti, tidak dikasi kedalam?
Ketika itu kan tidak ketat.
Sekarang ketat?
Sekarang saya tidak tahu, saya tidak pernah sekarang, semenjak ada TV saya tidak pernah kemana-mana.
TV menyebabkan Bapak diam saja dirumah.
 Ya.
Waktu kecil nonton juga Barong?
Nonton, kemana saya nonton.
Diajak sama saudara Bali pak, tidak diusir, sana jauh ?
Di sawah sekarang, saya punya sawah kebanyakan agama Hindu yang nandu (bagi hasil) bekerja disawah saya Pak, Sawah-sawah  90% agama Hindu menanami.
Berapa Bapak punya (penandu), ada 10 orang ?
Ada 5 orang.
Kalau umat Hindu, Hindu yang nandu begitu?
Ya, tidak ada hubungan begitu saya dengan agama Hindu.
Nah kembali ini ke Pura Dalem, kira-kira Bapak sudah dewasa masih Bapak takut sama Pura Dalem?
Mengapa takut dengan Pura, tidak pernah saya dengan Pura.
Ini yang di bawah Pohon Kepuh ini?
Tidak.
Ketika SD saja bapak takut?
Ya, ketika itu kan masih rimbun sekarang kan sudah bersih.
Kalau dulu-dulu, takut Pak?
Ya, masih gelap, apalagi hujan Pak, dulu masih saya kecil, kayu-kayu tidak terurus sekarang kan sudah rapi.
Tua-tua dulu tidak ada yang nakut-nakuti, jangan kesana-kesana bapak atau ibu misalnya?.
Tidak.
Terus yang lain mana tempat yang angker disini?
Di pempatan, di utara.
Di Semate?
Tidak, di sini kan  di utara ada pempatan (persimpangan jalanI yang dekat ini, Dangin Yeh, itu dah angker, dulu memang rimbun.
Apa katanya pernah dilihat oleh saudara –saudaranya dulu?
Tidak pernah katanya, begitu katanya ada kera, Jaka Tunggul.
Bapak ikut juga takut waktu kecil?
Saya tidak pernah kesana, kenapa saya  takut, hanya cerita begini, kesana saya tidak pernah.
Tidak pernah kesana langsung?
Tidak.
Kemana saja main waktu kecil?
Biasa bergaul dengan teman-teman, jaman saya kan kesawah saja Pak, tidak ada main kerumah-rumah begini.
Kalau hari Minggu ke gereja?
Ya.
Tidak pernah ngajak saudara Hindu ke gereja?
Tidak. Kalu ada odalan saya tidak pernah diajak ke Pura. Kalau perlu main macepetan ( adu ketangkasan) misalnya di sore hari, ditungguin datang dari pura, agama Hindu ditungguin saya datang dari gereja baru bermain.
Dimana bermain?
Di jalan, waktu itu kab belum rame seperti ini.
Sampai jam berapa?
Ketika bulan purnama.
Kalau tidak bulan purnama tidak main?
Tidak, gelap sekali, apa tidak lihat.
Gelap ya, apa tidak dilihat ya. Belum ada listrik waktu itu?
Dimana ada listrik waktu itu.
Kan takut sekali hidup disini Pak ya?
Tidak, karena saya lahir disini mungkin, kalau yang baru kesini mungkin takut. Saya baru lahir, dari kecil kan sudah adaptasi dulu.
Di Semate katanya juga serem disana?
Takut dan tidaknya kan ketika itu, Semate termasuk jauh sekali.
Sekitar sini saja Pak ya?
Ya sekitar sini saja, kalau cari kerjaan (manyi) mengetam padi, di banjar saja tidak ada yang keluar.
Sekarang, tentang paman Rion, pernah diceritakan apa, tentang ilmu-ilmu?
Tidak, dia sebentar saya ajak disini, meninggal ke Blimbing Sari. Tidak lama saya dapat ngobrol.
Sebentar saja dapat ngobrol ya, tidak pernah main ke Blimbing Sari Pak?
Tidak pernah.
Siapa yang mengambil tanah sekarang disini, paman Rion, bagian-bagianya? Karena dia sudah bertansmigrasi.
Kan saudara-saudaranya mungkin, dikasi uang kesana untuk bekal.
Bapak pernah ke Blimbing Sari?
Pernah.
Apa sebab orang tua Bapak (Wayan Sawi) tidak ikut transmigrasi.
Nungguin tanah dirumah sudah. Wayan Rion itu sudah pergi kalau dia ikut kan sepi di rumah.
Kalau Paman Wana kan ada dirumah?
Dia sudah pindah (ngarangin), ke (tebe) dia bikin rumah, terus dimasukan tanah desa ketika itu.
Nyoman Wani kan masih hidup?
Tidak
Berarti ngarangin, nyalukin tanah di rumah berarti ya, bapak dirumah (Wayan Sawi)? Itu sebabnya tidak ke Blimbingsari ya?
Ya, ya. Nungguin karang rumah, karang desa. Yang di timur Wayan Wana, yang dulunya itu (tebe), setelah ditempati dimasukkan karang desa biar tidak kena pajak.
Sekarang lanjutkan, setelah tamat di Kapal kemana terus Bapak sekolah ?
Ke Mengwi.
Ke Mengwi desa, kota?
Mengwi Gede.
Ada sekolah disana, apa nama sekolahnya dulu?
Ketika itu kan…. School, setelah SD yang masih dua tahun waktu itu. Saya lah yang pertama kali yang menyebabkan angkatan saya sudah mulai tiga tahun, yang biasanya dua tahun, setelah itu tamat.
Di Kapal berapa tahun?
Tiga tahun.
Di Mengwi, dua?
Diwaktu saya saya tiga tahun dapat, kajebag mulai itu tiga tahun.
Kelas lima saja ya, tamat kelas tiga, bersekolah di …school kelas empat, kelas lima tamat, jaman Jepang jadinya pak tamat kan begitu?
Ya. Pada jaman Jepang, dapat saya diam dapat panggilan …
Kan sendiri jadinya Kristen di Mengwi ?
Ya sendiri saya sekolah disana.
Kok jauh sekali Bapak sekolah?
Di sana tempatnya, tidak ada sekolah yang lain lagi, yang setingkat itu di Mengwi tidak ada.
Teman-teman disini kan mau hanya sampai kelas tiga, Pak kok sekolah tinggi-tinggi.
Yang di bawah dan diatas saya kesana juga tetapi angkatan saya, tahun saya sendiri.
Bersekolah ke Mengwi siapa yang ngasi tahu?
Orang tua, kalau tidak begitu siap yang bayarin yang nanggung.

Dikasi sepeda Bapak begitu?
Tidak, berjalan saya separuh dan naik sepeda setengah.
Dimana mencari sepeda separuh?
Artinya separuh waktu, satu tahun saya berjalan.
Jam berapa Bapak bangun?
Jam lima sudah dijalan Pak.
Tidak cuci muka muridnya?
Waktu itu jam empat sudah bangun, setahun saya jalan, setelah itu saya dibelikan sepeda laki, saya masih ingat.
Masih Bapak takut lewat di Mengwi, di tempat-tempat angker?
Tidak, tidak angker lagi disini.
Tidak angker waktu itu sudah bersih, tidak masih rimbun begitu.
Tidak masih seperti sekolah di Kapal ya. Sekarang kan sudah lebih bersih, lain rasanya Pak ya, sudah aman pikirannya ya, dulu takut begitu Pak?
Ada saja pikiran takut, tidak bisa direncanakan, datang dengan sendirinya.

Padahal yang saya tahu orang Kristus, ajaran Kristen tidak boleh takut, bapak berarti dipengaruhi teman ?

Tidak, memang dilarang tidak boleh takut, sebab apa yang ditakutkan, itu kan jadinya tanah hayalan, lawat (bayangan) jadinya.
Sekarang, bapak nikah tahun 1992, istri Bapak sudah Kristen waktu itu?, Ayahnya siapa namanya (mertua Bapak)?
Si Nyoman Rega.
Ibunya, mertua perempuan?
Ketut Mukluk rasanya.
Pindah agama ini keduanya?
Tidak, ini yang laki duluan mati masih Hindu.
Masih Hindu mati, ini Nyoman… sudah pindah agama?
Sudah.
Bagaimana katanya pindah agama?, apa sebab katanya, mungkin dapat cerita dulu.
Waktu saya nikah sudah pindah agama, lama sudah.
Apa sebab katanya dia pindah agama, sakit apa?
Tidak, begitu mungkin karena orang tuanya.
Eh, Regug orang tuanya sampun Kristen?
Sudah Kristen.
Leluhurnya sudah juga Kristen?
Sudah.
Siapa namanya?
Lupa saya siapa namanya.
Kakek mertua maksudnya sudah Kristen ?
Ya, sudah Kristen tetapi baru-baru.
Berarti Pak Regug ini kan sebaya dengan Bapak Sawi?
Ya kecilan jadinya, sebaya.
Sebaya jadinya ya. Tetapi Bapaknya sudah Kristen berarti duluan berarti dia, kan duluan dari Tebing berarti dia?
Bukan lahirnya memang duluan tetpi Kristennya belakangan, sudah tua dia Kristen.
Siapa Tebing, eh ini, ini, sudah tua dia Kristen begitu, sudah generasi ketiga berarti istrinya Bapak?
Bukan sebaya saya, apa jadinya?
Kalau Bapaknya Nyoman Rege sudah kakeknya sudah, kan generasi ketiga jadinya.
Ya silsilahnya ketiga sampun.
Ngikut-ngikut saja juga ya. Nah ketika Bapak nikah, dimana upacaranya?
Disini di Gereja .
Di Gereja, sama dengan adat Bali upacaranya, apa bedanya?
Tidak. Masakannya sama.
Ada masak-masak juga, berapa motong penyu waktu itu?
Dua saya.
Penyu, dimana beli penyu di Denpasar?
Orang tua saya beli, dia ke Denpasar.
Oh begitu, Sapi tidak motong?
Tidak, penyu saja.
Babi?
Tidak, daging babi beli, motong dua hanya penyu saja.
Penyeu saja motong dua, masak-masak juga nekang bale banjar, banjar ikut?
Ya.
Bapak masih masuk banjar?
Banjar dinas kan masih.
Oh banjar dines, banjar dines banjar gede ini. Keliannya, orang Hindu apa Kristen?
Orang Hindu, Kristen tidak ada yang mau, padahal di Banjar Gede banyakan Kristennya, tidak mau jadi kelian, saudara Hindu saja.
Saudara Hindu saja begitu?
Ya, karena di agama Hindu, kan adat langsung.
Nah, siapa jadi pengurus pereja  disini, yang paling disegani disini?
Mengurus apanya maksudnya itu?
Ketua apa, ketua gereja, tidak ada pengurusnya apa?
Tidak. Kecuali orang membangun baru ada panitia pembangunan.
Yang sering merawat Gereja siapa?
Ada waker.
Pendeta lain tugasnya?
Pendeta lain tugasnya. Seperti mangku misalnya, kerohanian saja, memimpin kebaktian saja, nikah, meninggal itu pendeta.
Nah gereja ini tanah siapa?
Ketut Yahya namanya.
Oh Ketut Yahya, dia yang punya tanahnya. Pak ketut Yahya itu asli disini dia?
Asli.
Belakangan berarti dari Made Tebing?
Belakangan sedikit, seangkatan jadinya itu.
Berguru katanya sama Pan Loting?
Ya.
Yahya itu?
Ya.
Ayub?
Ayub, bagaimana tentang dia saya kurang jelas.
Ada hubungan apa Bapak dengan Pak Ayub?
Tidak ada hubungan apa-apa, hubungan darah tidak ada.
Hanya bermasyarakat saja, pernah melihat Pak Ayub?
Pernah, kenapa tidak sering.
Pernah bercerita sama dia?
Ngobrol-ngobrol tidak pernah.
Sama Pak yahya pernah?
Pernah.
Apa sebab katanya  dia pindah agama, pernah cerita ?
Itu dah karena keyakinan tidak ada kata lain pak.
Tidak pernah Bapak dapat cerita, bapak karena begini pindah agama, tidak pernah?
Tidak tidak ada.
Nah yang pernah bapak memberikan cerita, apa sebabnya pindah agama, siapa saja?
Tidak ada yang pernah bicara begitu Pak. Pindah agama karena tidak suka dengan dia, karena sakit, tidak ada.
Kalau di Sudimara, karena orang sakit.
Kemungkinan bisa begitu.
Kalau disini tidak ad karena sakit?
Tidak ada yang saya dengar begitu, karena keyakinan itu terutama. Dilihat dari hidupnya orang Kristen menjadi lebih baik, ikut juga begitu. .
Sekarang masuka duka, banjar dines saja Kristennya.
Ya.
Suka duka tidak ikut?
Tidak.
Nah ada saudara Bali meninggal, ikut anda kesana?
Diundang, kenapa tidak, ikut majenukan (melayat).
Majenukan bapak biasa?
Biasa majenukan bawa beras, biasa apa sepantasnya, saya juga ada yang meninggal, saudara Hindu banyak juga pak.
Bagaimana Bapak pakai celana panjang bapak?
Tidak, kalau disini ya kalau yang sudah namanya kerjaan adat, nikah, meninggal Bali, kalau adat saya, kalau bekerja mebat (membuat masakan khas Bali) misalnya bisa kita bekerja biar praktis misalnya, setelah upacara baru kita adat Bali.
Kalau orang meninggal ikut Bapak memotong bambu?
Ngapain orang kita ikut.
Bikin wadahnya ikut?
Kalau kewajiban ikut kenapa tidak, sekarang kebanyakan beli wadah.
Artinya, paginya kan adat motong bambu ikut juga?
Ikut , kita mebanten, madupa, ada hubungan keluarga, ya baru. Kalu tidak begitu  ya tidak. Berarti kesana saja kita ikut.
Ikut semua masyarakat ya?
Ikut patuh, istri saya meninggal saudara Hindu semua datang.
Kalau saudra Kristen meninggal, saudara Hindu mau dia ikut?
Kenapa tidak, datang juga yang merasa bersaudara
Kalau Tidak bersaudara?
Tidak ....
Di bunyiin (kulkul) kentongan  saudara Kristennya, kalau orang dikubur, dapat (kulkul) kentongan dibanjar?
Saya kan punya kulkul pribadi, suka duka Kristen punya.
Tidak suka duka Hindu, banjarnya tidak membunyikan kulkul?
Tidak, kalau dines sudah dines begitu.
Oh begitu, suka duka itu secara pertemanan saja kan begitu?Kalau orang ngaben itu secara kedinasan kena juga?
Kena sih tidak, kalau sudah ada hubungan kesana kita, ngapain orang disana ikut kita.
Cuma ke Pura saja tidak ikut ya?
Ya tidak.
Ayahan subak?
Biasa.
Tidak maturan subak?
Tidak, tidak mebanten.
Apa diganti, uang?
Tidak, apa tidak, misalnya bikin bale subak, ikut bekerja, kalau bikin selokan, beton, biasa ikut.
Cuma ke Pura saja tidak ikut ya, tidak kena iyuran di Pura subak?
Tidak, biasanya sumbangan, ikut kita nyumbang. Kalau misalnya saya Kristen disuruh ke Pura, tidak, yang punya Pura tersinggung, saya juga tersinggung kan begitu ya. Misalnya kita ke Pura, kita tidak disana tempat kita sembahyang, yang punya itu tidak senang hatinya saya juga tidak senang. Misalnya sekarang berat dia bekerja, ya sumbangkan.
Berapa kita nyumbang, persepuluhan juga?
Tidak suka rela itu.
Persepuluhan untuk Tuhan saja ya?
Ya untuk Tuhan saja.
Yang lain-lainnya, kegiatan apa misalnya ada orang potong gigi atau apa saudara Bali.
Apa saja upacaranya, adat itu, kalau sudah ada hubungan, seperti ipar saya yang masih di…, ngapaiin dia, nagben, potong gigi, tiga bulan, memukur, saya ikut membantu yang boleh saya ambil, kalau sembahyang saya tidak ikut. Kalau memasak, saya ikut.
Bapak berdoa juga semoga dia diterima disisi Tuhan, kalau saudara Bali yang meninggal, Bapak ada berdoa dipikiran, misalnya teman yang meninggal?
Ya, yang ditinggal semoga selamat.
Dipikiran bilang begitu?
Ya. Begitu seperti kata yang  saya bilang tadi, kalau saya buat-buat salah nanti saya .
Kalau Bapak buat-buat, kan salah, ini bercerita didepan Yesus. Nah sekarang di Banjar Gede, ada 75% Kristen?
Tidak tahu saya sekarang Pak, yang pernah saya tahu dulu, ada 60% yang dulu, bagaimana dengan sekarang saya tidak tahu, karena banyak yang transmigrasi saudara disini, ke Sulawesi, di Abianbase boleh dikatakan []




No comments:

Post a Comment