Saturday, April 9, 2016

Pindah ke Agama Kristen untuk Memperkecil Pekerjaan



Nama Informan: I Made Gedab   [2]
Pewawancara :  Putu Ayu Rastiti, team peneliti TSP
Tempat : Banjar  Semate - Abianbase, Badung, 20 September 2001
Transkriptor : Putu Ayu Rastiti, team peneliti TSP
Editor : Nyoman Wijaya, Ketua TSP
Transkriptor : Wahyuni, team peneliti TSP


Sambungan wawancara dengan I Made Gedab

Lagu apa yang diajarkan oleh Tuan Tsang ?
Lagu waktu itu, begini masih saja saya ingat.....
Coba nyanyikan pak ?
Lagu itu begini pada waktu itu : Bucica Sanghyang

 
Apa pak ? Bucica Sanghyang ?
Ya, itu salinannya dia. Kalau sekarang “Puji ja Ida Sanghyang”, begitulah.
“Bucica Sang Hyang Isa......Bucica Sang Hyang Isa.....
Seda kepentang (mati tersalib) di Golgota.........”
Begitu !.
Apa pak ? Seda.....
Seda kepentang di Golgota. Di Salib. Salinannya itu kuno-kuno, bahasanya kuno-kuno. Kalau sekarang khan lain, tapi saya masih saja ingat.
Tuan Tsang itu mengajarkan......
Cadel bahasanya.
Bisa bahasa bali pak ?
Belajar juga, tetapi cadel, bahasa Indonesianya juga cadel. Tahu artinya cadel ? artinya lidahnya dia pendek. Misalnya dia bilang Aplir padahal khan April, begitu modelnya. Kalau saya begitulah seperti kata Pak Nyoman Gedol, “Seperti pasir di pantai laut....” begitu. Banyak lagu-lagu Tuan Tsang itu yang akan jadi ingatan pada masa-masa itu. Begini caranya dia itu, kita tidak diizinkan lemah tidak punya semangat, pasti, kalau saya umpamakan seperti minuman, kalau dia akan memimpin kebaktian, seperti sprite, begitu dia dibuka, begitu dia akan meloncat, begitu. Mendidih begitu. Pokoknya tidak ada seperti sekarang, begini saja pendetanya membaca, kothbah tidak ada yang bisa. Harus dia berdiri tegak, kalau misalnya dia akan mengucapkan apa, tangan, tangan kita diberi oleh Tuhan untuk menyatukan dalam kebaktian itu, harus tangan kita dihidupkan, supaya perhatian jemat itu bisa menguatkan atau dia lebih bersemangat. Caranya mengajar itu betul-betul, saya ingat itu tidak bisa lupa pada waktu itu. Makanya orang-orang pada waktu itu semangatnya luar biasa. Begini caranya, “Minggu yang depan, ceritakan, misalnya cerita Kainabil, masih ingat ?” begitu ditanya.
Dulu diberi buku sama dia pak ?
Ya, dikasi, buku kecil-kecil.
Apa isinya ?
Tentang ayat-ayat yang penting, yang kalau istilah sekarang soal jawab begitulah modelnya. Kalau dulu itu, namanya buku wus masabda,“Widhi wus masabda”.
Memakai tulisan Bali pak ya ?
Ya, Bali. Sampai sekarang saya masih punya Tutur Seket Kalih itu.
Tutur Seket Kalih ? bapak tahu ?
Saya...hafal, karena bisa membaca tulisan Bali, bahasa Bali saya hafal sekali.
Siapa yang menulis tulisan Bali itu ? Tuan Tsang ?
O.....punya juru tulis, kalau dulu waktu masih Tuan Tsang disini, zending Belanda kesini, Krambergh, Suelen Kruebel, itu....( Grambergh, Swellengrebel)
Siapa pak ? Kram....( Grambergh)
Grambergh, itu zending Belanda.
Siapa lagi ?
Swellengrebel. Dia punya juru tulis di Buduk, Nyoman Togog namanya. Dia yang membuat bahasa-bahasa Bali, dia yang menyalin-nyalin bahasa Bali.
Setelah Tuan Tsang, datang Tuan Grambergh, kemudian Tuan Swellengrebel, begitu pak?
Bersamaan itu, itu yang kemudian membuat pekabaran Injil di Untal-Untal.
Siapa ?
Tuan Grambergh itu. Tuan Grambergh jadi pengajar, Tuan Swellengrebel juga jadi pengajar, tapi berlainan, Nyonya Frans ada juga orang Belanda, Tuan Fransen ada, itu guru-gurunya. Itulah yang melakukan pekabaran Injil di Untal-Untal. Kalau pada waktu zaman Tuan Tsang itu, cuma sebentar artinya tetapi setelah itu kemudian, kalau pada waktu itu nama  Pesamuhannya Kemah Injil.
Kemah Injil ?
Ya atau Mission.
Mission ?
Ya Missionaris namanya. Apa sebabnya kemudian bisa ada seperti sekarang ini Protestan, Belanda yang memberikan, dulu dia ditolak Tuan Tsang tidak diberikan izin kesini ke Indonesia atau ke Bali kerena ajarannya itu mennghina-hina orang Hindu, pengikut-pengikut Hindu.
Khan dimusuhi akhirnya Tuan Tsang itu disini ?
Ya begitulah, tapi dia tidak perduli itu, dia mengatakan yang sebenarnya pengajaran yang sehat dia khan umpamanya seperti masalah Kristen Protestan dan Katholik itu seperti Luther dan Calvin, ada yang keras dan ada yang tidak. Kalau dia khan cuma sebentar saja diberikan izin, yang membuat kemudian berhenti bernama Missionaris, kemudian dinamakan Protestan, ini yang boleh dipakai di Indonesia atau di Bali, biar tidak menghina-hina agama Hindu. Kalau waktu dia itu, aduh..... keras sekali, saya sendiri merasakan pada waktu itu. Di pesamuhan saja dibilang seperti sifat babi, “Kamu tahu dengan sifat babi, habis dia makan bagaimana sifatnya, dia tidur mencari lumpur, senang dia berlumpur. Kamu yang masih mempunyai sifat demikian tidak layak menjadi pengikut Kristus, tidak layak menjadi Kristen”. Begitu caranya. Dicaci maki kalau ada yang senang begitu, kalau senang merokok di bilang begini “Kamu tidak betul-betul bertobat, hanya kamu dimulut saja bertobat, tidak sampai ke hati. Coba periksa kantongmu, ada rokok apa tidak ?”. Begitu, pokoknya aduh mengerikan, kalau ada yang makan sirih begitu juga, ini sifat pengotor. Dia ambil tembakau dari kantongnya, terus digambarkan. Kalau yang sering merokok, makan sirih, minum tuak atau arak atau bir, itu terus.
Dulu Tuan Tsang disini bersama istrinya pak ?
Tidak pernah.
Sendiri ?
Ya, sendiri, tidak pernah ada yang ikut. Pokoknya dia itu pernah bilang seperti Rasul Paulus, dia khan tidak pernah mempunyai istri artinya lebih banyak bisa melayani orang, tidak ada gangguan. Begitu dia. Mungkin dia itu ada istri atau tidak, tidak dijelaskan istilahnya. Tetapi saya pengajarannya semangatnya, kalau saya bandingkan yang sekarang dengan yang dulu jauh sekali itu, kelasnya menurun begitulah.
Semangatnya begitu pak ?
Ya, menurun, secara gerak geriknya juga kurang, kurang semangat begitulah. Kalau saya mengandaikan dia mengajar seperti minuman sprite dibuka. Sekarang di jemaat Pantekosta khan begitu diterapkan bagaimana caranya dia nyanyi-nyanyi dihangatkan dulu, baru setelah itu dia buka, khan begitu caranya. Tapi khan pada waktu masa Tuan Tsang itu khan pokoknya seneng saya, pokoknya semangat.
Setiap Minggu bapak ke gereja? Rajin pak ?
Kalau saya luar biasa senangnya saya mendengarkan yang begitu-begitu itu, cara gerak geriknya yang mana pada waktu itu terus ada yang diundang teman-temannya yang dari Tionghoa, sering mengunjungi kesini. Semasih Tsang To Hang pindah dari sini mungkin  dia itu dimana  itu dikota yang ramai ada temannya yang kesini mengabarkan Injil, terus dia berkotbah.
Siapa nama temannya itu pak ?
Lupa saya. Nah.... kalau gerak geriknya saja, kalau saja tidak ada yang bertanya disamping saya, masih ingat saya caranya mengupas atau menguraikan alkitab. Masih ingat saya di cerita Ibrahim itu di Perjanjian Lama, dikupas, waktu dia dipanggil semangatnya luar biasa, kalau mestinya menjerit-jerit Ibrahim itu dipanggil oleh Tuhan.
Ikut dia menjerit-jerit begitu pak ?
Ya. Caranya menghidupkan kotbah itu luar biasa. Mau sama seperti gurunya, Tuan Tsang, Tsang To Hang khan begitu. Kalau umpamanya nangis dalam cerita itu dia sedih menangis. Kalau umpamanya ada bergembira dia tertawa, dia turut tertawa. Begitu caranya, luar biasa.
Sebentar dulu, di Abianbase pada waktu itu dimana paling banyak orang Kristennya pak?
Waktu itu di banjar Gede.
Banjar gede ?
Ya.
Disini berapa ada banjar ?
Enam, keseluruhan.
Enam, banjar apa saja pak ?
Dari Utara, banjar Semate.
Paling Utara ini ya ?
Ya. Yang kedua, diselatannya banjar Gaduh. Yang ketiga Banjar Gede.
Yang di gereja itu banjar Gede pak ?
Ya. Yang disebelah Timur itu. Keempat, banjar Sengguan. Lima, Dangin Yeh. Enam banjar Sica. Khan sudah enam, itu saja. Sekarang di tiap-tiap banjar itu semua ada orang Kristen.
Begitu ? paling banyak di Banjar Gede ?
Banjar Gede, ngompleks. Itu khan seperti sejarah mengatakan, yang dekat-dekat dulu kamu mengabarkan Injil, setelah itu baru yang jauh. Itu khan lingkungan Jerusalem artinya pada waktu itu. Hampir Banjar Gede itu, anggota banjarnya sedikit yang Hindu. Disini di Semate, kalau tidak pindah, kalau tidak transmigrasi, sedikit juga agama Hindunya, sedikit sekali.
O....banyak yang transmigrasi ?
Ya, saudara Kristennya transmigrasi.
Kemana ? ke Sulawesi begitu ?
Ke Blimbingsari pertama pada waktu zaman Belanda.
Waktu zaman kesengsaraan itu ?
Waktu zaman Belanda.
Kalau dari Abianbase banyak pak ?
Sama itu, dari Abianbase, Semate, ini dua tokoh ini banyak-banyak yang pindah.
Keluarga bapak ada yang ikut pindah ?
Ya. Ketiganya, punya saudara tiga, ketiganya ikut transmigrasi. Saya hidup mengembara saya dari kecil. Semasih saya di SD, sebelum tamat SD saya ditinggal oleh orangtua untuk transmigrasi ke Blimbingsari.
Orangtua bapak pindah kesana begitu ?
Ya, orangtua semua.
Bapak kenapa tidak ikut pergi ?
Saya hidup mengembara dengan saudara bapak yang nomor tiga.
Dengan paman begitu ?
Ya. Mengembara artinya, keseluruhan tidak ada apa-apa, sawah tidak ada.
Kenapa bapak tidak ikut pindah kesana ?
Begini saya masih melanjutkan sekolah disini, disana tidak ada sekolahan, karena orang transmigrasi. Makanya saya punya saudara tiga orang disana buta huruf.
Bapak saja berarti yang sekolah ya ?
Saya saja yang sekolah, melanjutkan. Kalau saya tidak terlanjur sekolah, mungkin juga sudah pindah. Tapi saya tidak mau, biar bagaimanapun saya tidak mau.
Kenapa cuma bapak saja yang ingin sekolah sedangkan saudara bapak yang lainnya tidak?
Begini, saya tertarik, hati saya begini, saya lihat orang-orang pintar menulis, pintar berpidato, saya tertarik begitu. Tertariknya kenapa, nanti kalau saya sudah besar, agama apa yang akan dianut, biar kita tidak kena diceramahi saja oleh agama lain, tetapi biar kita bisa juga menceramahi dia. Begitu saya punya cita-cita. Tidak mau saya, pokoknya bagaimanapun tidak mau saya.
Bapak dulu pernah jadi apa di gereja ?
Saya hanya jadi penginjil selama dua tahun.
Tahun berapa itu pak ?
Tahun 56.
Sudah lama ya ?Bapak masih muda berarti pada waktu itu ?
Ya masih muda. Lama sekali saya tidak berkeluarga. Apa sebabnya, ya seperti cerita saya tadi, saya hidup mengembara tidak punya siapa-siapa, tanah, sawah tidak ada.
Kalau tanah ini ?
Ini, khan sawah, saya beli sendiri. Di tahun 50-an, tahun 57 ini, saya karena itu kemudian, saya setelah saya sekolah saya menyabit, memelihara sapi, sapi itu saya gunakan, saya carikan kerja membajak, saya sewakan.
Sapinya bapak sewakan begitu ?
Ya menjual bajak, menjual jasa begitulah.
Banyak bapak punya sapi dulu ?
Tidak, cuma punya dua saja, dengan paman saya, dia memelihara satu ekor, saya satu ekor. Dari hasil itulah saya  dapat mengumpulkan dana, bekerja rajin. Kalau dulu saya punya semangat tinggi, semangat kerja, semangat secara rohani, itu bimbingan Tuan Tsang saya senang sekali sehingga bisa hidup jadinya. Apalagi itu seperti cerita Pan Nambrig itu, Nyoman Gedol, luar biasa, dinyanyikan saya, “Seperti pasir dipantai laut…seperti pasir dipantai laut…..begitu banyaknya yang memuji Tuhan ……seperti pasir dipantai laut… Eh gadingan, ingat-ingat ini”, dibegitukanlah saya.
Waktu bapak kecil dulu disini katanya seram ya, itu Pura Kecet itu katannya seram ?
Pura Kecet, sekarang namanya Pura Mayun.
Sekarang Pura Mayun namanya begitu ?
Ya. Bagaimana itu pertanyaannya ?
Katanya seram begitu pak ?
O….begini, nah menurut cerita dongeng begitulah.
Bapak masih kecil pada waktu itu ?
Saya sudah bisa mengertilah, kelas tiga khan sudah ngerti. Kalau ada orang  pacaran seorang gadis dengan seorang jejaka, pada saat dia akan meminang, menjelang menikah, umpamanya gadis yang akan diambil itu dari jauh atau dari dekat sini akan melewati jalan ini, tidak boleh langsung berjalan di jalan itu, tetapi berbelok melewati pura itu. Harus melewati pura itu, tidak boleh langsung ke Selatan disitu. Boleh dia mengambil ke Timur, ke Barat ke sawah untuk melewati pura itu. Di Selatan kemudian ditunggu oleh mobilnya. Kalau cerita itu khan cuma dongeng  orang yang membuat cerita itu. Begini, kalau orang itu  langsung melewati jalan itu, artinya tidak berbelok ke samping, dia akan, boleh dikatakan akan kena hukuman, dihukum oleh Dewa atau Bethara disana, begitu anggapannya, riwayatnya seperti dongeng. Bagaimana hukumannya, gadis itu tidak akan bisa punya anak. Begitu hukumannya, karena dia langsung nyelonong melewati pura itu tidak mau belok ke samping. Begitu hukumannya. Entah itu orang dari Selatan yang akan menempuh perjalanan ke Utara, dia belok ke Barat melewati sawah, kemudian ditunggu oleh mobilnya disini, setelah itu disini baru dia naik.
Jalan kaki pak ?
Jalan kaki. Pengantinnya itu berdua. Begitu riwayatnya, buat apa itu ditanyakan, tidak penting itu.
Biar tahu saja.
Sampai sekarang masih ada yang ingat.
Sampai sekarang masih ingat ?
Masih ada yang ingat, mungkin ada yang memberitahu.
Sekarang kalau ada orang menikah, begitu juga ?
Ada juga yang begitu saya dengar, yang pernah dengar cerita itu. Kalau orang yang tidak pernah mendengar biasa saja.
Benar hukumannya itu bisa terjadi pak ?
Ha..ha..tidak tahu saya itu. Kalau itu menurut kepercayaan kita orang Kristen tidak ada cerita seperti itu, karena menurut sejarah alkitab, tidak ada dongeng-dongeng seperti itu. Sekarang manusia itu setelah berumahtangga maka berbiaklah kamu, khan begitu di kitab Perjanjian. Berbiaklah kamu, taklukkanlah dunia ini. 
Cerita atau dongeng-dongeng yang lain tentang pura itu tidak ada pak ?
Tidak, cuma itu saja.
Itu saja ?
Ya, itu saja. Ini khan Pura Pusun, hanya tempatnya saja dipermukaan desa. Orang-orang bisa saja membuat akal-akalan begitu, dongeng begitu.
Pura apa namanya pak ?
Awalnya namanya Pura Kecet.
Kemudian menjadi Pura Mayun begitu ?
Diganti nama. Lain itu penghuninya sekarang. Yang nyungsung itu, yang membuat itu, yang menjadi mangkunya itu sudah berhenti, tidak ada yang tersisa, tidak ada keturunannya, putung.
Sekarang orang lain ?
Orang lain, kemudian ganti nama.
Katanya dulu ada naga disana ?
Naga ? Telaga baru ada dulu, telaga kecil. Sekarang sudah tidak ada karena tidak ada air, dimana dicarikan air, telaga itu khan perlu berisi air. Kalau tidak berisi air bukan telaga namanya. Itu saja tidak ada cerita atau dongeng apa-apa lagi.
Dulu jalan ini berapa lebarnya pak ?
Jalan ini, dulu cuma tiga meter saja. Sekarang khan sudah lima atau enam meter. Waktu saya masih kecil itu jalannya kecil sekali.
Banyak pohon besar-besar dulu pak ?
Ya, sekarang semua sudah ditebang. Dulu di depan banyak pohon kelapa berjejer, sekarang sudah ditebang karena merintangi kabel-kabel jalan.
Dulu waktu orang-orang pindah ke Blimbingsari rame-rame ya ? bagaimana caranya pindah kesana ?
Begini sejarahnya pada waktu itu. Ini orang Belanda yang punya taktik. Dari jaman Tuan  Swellengrebel, punya pendapat, dia ingin membuat banjar Kristen, keluarga Kristen.
Tuan  Swellengrebel ini ?
Ya. Agar terkumpul semua orang-orang Kristen  disana dari segala penjuru Bali.
Apa maksudnya membuat banjar Kristen itu ?
Begini, karena orang Kristen itu kebanyakan dilihat tidak memiliki tanah garapan. Di kampung-kampung kebanyakan tidak ada tanah garapan yang cukup, setengah cukup tidak ada. Maka itu dia berkeinginan mentransmigrasikan orang-orang Kristen di seluruh Bali di sembilan kabupaten. Supaya disana desa Kristen, adat Kristen, keseluruhan Kristen, begitu maksudnya. Yang kedua, supaya mereka itu cukup mempunyai tanah garapan dan anak cucunya nanti adalah dilihat tanda bukti bahwa dia transmigrasi, cukup tanah garapan, dia bisa membesarkan anak, khan begitu dan seterusnya. Ya…dibidang ekonomi artinya mencukupi kesejahteraan keluarga. Begitu dipandang oleh Tuan Suelen Kruebel, dia yang memberi izin. Makanya gereja disini tempo hari khan dia yang memberi izin mencari kayu ke hutan, supaya mendirikan gedung gereja disini, dia memberi izin cari saja  kesana !
Kemana pak ?
Ke Gumbrih. Ke hutan-hutan. Pada waktu itu khan di Gumbrih  itu masih ada hutan kayunya yang masih besar-besar. Boleh dipilih dijadikan bahan bangunan.
Dulu Tuan Suelen itu jadi apa ? penginjil pak ya ?
Jadi guru penginjil.
Sudah pendeta ?
Sudah pendeta. Malah dia Dr.
Doktor ?
Ya. Dia yang sering menceritakan dirinya sebagai doktor. Bahasa Bali dia lengkap dia tahu. Kalau perumpamaan Bali banyak dia mengetahuinya, malah paham dia lebih banyak perumpamaan itu daripada kita. Lebih banyak dia tahu tentang keadaan di Bali, cerita-cerita di Bali, adat-adat di Bali. Lebih banyak dia dibandingkan dengan kita.
Kenapa ke Blimbingsari di bawa oleh Tuan Suelen pak ?
Karena disana mencukupi keluarga di seluruh Bali. Kalau selain disana tidak ada yang mencukupi tanah hutannya.
Luas tanahnya maksudnya pak ?
Ya luas tanahnya. Makanya disana khan ada begitu empat penjuru. Yang Timur banjar Semate, yang ke Utara itu Carangsari dari Petang, yang ke Barat itu bagian Selatan, Kerobokan Pelambingan.
Bapak pernah tinggal disana ?
Ya saya sering kesana, orang tua disana khan sekedar lalu saya, tetapi menetap tidak. Karena status saya tidak disana, hanya orangtua saja dengan adik-adik, kakak disana. Saya khan masih ada hubungan disana. Adik masih ada, kakak masih ada. Tetapi saya status memang disini begitu. Apalagi saya lebih senang hidup di Bali Tengah begitulah, daripada disana. Disana tanah garapan banyak tetapi untuk mengerjakan atau menggarap kita tidak kuat nanti. Sapi tidak ada apalagi mesin.
Khan perkebunan disana pak ?
Ya. Perkebunan kelapa.
Disebelah mananya rumah bapak disana pak, disebelah mananya gereja ?
Di sebelah Selatannya gereja. Di sebelah Selatan yang dekat dengan Made Rungu, ini Waspada, bapaknya Waspada.
Saya pernah  cuma sekali saja kesana !
Ke Blimbingsari ? kalau ada rumah yang paling rusak  itulah rumah saya, rumah orangtua saya, yang paling rusak sekali, paling Selatan di sebelah Timur jalan. Paling rusak sekali tidak ada yang mengurusi. Keluarga saya ada yang pindah ke Palu, ada ke Ambyarsari, adik saya sudah pindah ke Ambyarsari. Adik yang laki sudah pindah ke Ambyarsari, adik yang perempuan pindah ke Palu. Kemudian tidak ada yang senang disana, apalagi saya yang memang bukan statusnya disana.
Kemudian siapa yang mengurus tidak ada yang disana ?
Tidak ada siapa-siapa. Itu saja ada penumpang-penumpang sementara saja.
Orangtua bapak ?
Semuanya sudah meninggal.
Sudah lama ?
Sudah tahun 70.
Waktu Tuan Tsang kesini berapa usianya kira-kira pada waktu itu ?
Siapa ?
Tuan Tsang pada waktu dia kesini, seberapa perawakannya ?
Kalau umurnya kira-kira 60-an.
60-an pada waktu itu ?
Ya. Kira-kira 55 th.
Sudah tua berarti ?
Tapi masih kuat dia, ya sebaya Pak Sunarya sekarang. Kalau hanya menunggu itu saja, memang lagi jaya-jayanya umurnya segitu. Orang Tionghoa khan lebih awet.
Dari Tionghoa mana aslinya Tuan Tsang itu ?
Dia, kalau dia sih RRT (Republik Rakyat Tjina).
Ya. Apa sebabnya dia jadi penginjil begitu ? karena di negaranya kebanyakan PKI, komunis. Dalam hidup komunis itu dia merasa tertekan. Lebih baik dia keluar mengabarkan Injil, kalau dia mati karena Injil khan bagus. Khan begitu cerita Rasul Paus. Begitu, itulah, aslinya dia datang dari RT. Saya katakan, kalau dia sampai kesini, kalau saja lemah nyanyian jemaatnya, “Wah....ini kurang vitamin” begitu dia bilang. Dibilang kurang vitamin orang yang bernyanyi itu. Tidak berani orang pada waktu itu, pokoknya tertib. Pokoknya semangatnya luar biasa.  Saya sendiri merasakan kalau pada waktu itu pokoknya berani, biar kemana, biar bagaimana banyaknya sengsara, dia berani diadu, berani di melawan secara kebenaran Tuhan, bukan kebenarannya sendiri. Sebab dia mengambil contoh bagaimana pada waktu Johanes d baptis, mengabarkan Injil kepada bangsanya. Malah “Hai kamu keturunan ular beludah”, nah khan berani dia begitu. Kalau Tuan Tsang itulah yang dipakai.
Kenapa Tuan Tsang itu kok bisa berani begitu ya ?
Begini, karena sudah mendarah daging hidup kekristenannya. Tidak ada dia pandangan secara manusia. Pokoknya berani, artinya Kristus sudah menjelajah dalam hidupnya. Bagaimana Rasul Paul mengatakan “Bukannya aku lagi”, khan begitu dia bilang. “Bukannya hidup aku lagi, melainkan Kristus hidup didalam aku.”
Tuan Cang bisa mengalahkan magic Pak ?
Kalau begitu pada waktu dia banyak jemaat di Abian Base yang kena pasangan bebainan ( semacam ilmu nujum ), dulu itu tapi karena ia lebih kuat, Tuan Cang itu, dia mengaku kalau dia bepergian atau diundang untuk mendoakan orang sakit, ia harus berpuasa dari beberapa harinya, mungkin lagi 2 harinya ia sudah melakukan puasa supaya dia lebih mendekatkan diri dengan Tuhan. Agar semua permohonan doanya Tuhan kabulkan. Bukan dia sendiri bekerja untuk bisa mengalahkan. Betul itu, sebab apa ? Sebab Tuhan Yesus bagaimana ? Waktu Tuhan Yesus akan menghadapi karya yang berat, Tuhan Yesus malah pergi ke gunung berdoa. Itu makanya, sebab Tuhan Yesus akan bergumul dengan kuasa setan, kuasa magic. Itulah yang dipakai Tsang To Hang.
Kalau orang sakit itu bagaimana cara menyembuhkannya Pak ?
Oh, seperti di Alkitab di Kisah Yacob kan ada di pasal lima, begini, kalau ada saudara-saudaramu  yang  bersuka cita, maka kamu menyanyi, kalau ada yang sakit, hendaknya kita berdoa. Dan oleskan minyak dengan  nama Allah Bapa.
Tapi di doakan  oleh Tuan Cang, gitu  ?
Ya, kalau dia yang saya lihat, didoakan dengan kesungguhan hati dan ditumpangkan kepalanya atau apa namanya  umpamanya di mukanya, di pipinya, itu saja yang saya lihat tidak ada yang lain.Tidak ada sarana yang lain yang saya lihat.
Katanya pernah mengadu kesaktian dengan Pan Loting, pernah bapak melihat Pan Loting ?Katanya dia sakti ?
Iya, Pan Loting dia, Pan Lotog dia.
Tapi dikalahkan oleh Tuan Cang Ya ?
Begini kalau Pan Loting itu pakai kuasa  Kala Buta Kuasa iblis, sebab Tuan Cang atau Tsang To Hang itu  kuasa dari Allah. Ini gelap melawan terang memang gelap itu yang kalah. Alkitab mengatakan yang gelap itu akan kalah oleh terang. Barang siapa kuasa Tuhan Yesus atau Tuhan Allah lebih bermanfaat, lebih mendalam isinya dibandingkan kuasa kegelapan. Itu sudah Alkitab yang menyatakan, makanya karena itulah dia kalah. Saya tahu Pan Loting itu biasa main perempuan, sekarang mengambil alat tulis dan dibuatkan aksara suci (rerajahan), itu namanya kuasa kegelapan, roh jahat artinya, tapi Tuan Cang tidak begitu.
Bapak tahu wajahnya Pan Loting itu ?
Tidak, dia sudah tua, sudah ubanan dan sudah umur 70-an, sama dengan Gusti Putu Sanur. Saya sering kesana mengantar orang tua saya, ayah saya. Ayah saya mencari obat sakit mata dulu ke sana. Kalau ke sana mencari obat diberikan obat yang untuk digosokan (asab-asaban) seperti, diambilkan cendana kayu yang harum digosokkan di dulang dan diberikan mantra segitu saja.
Sudah Kristen  Gusti Putu Sanur waktu bapak meminta obat itu ?
Ya, baru-baru Kristen waktu itu.
Tapi masih mengobati ?
Mengobati itu tetap,walaupun sudah Kristen.
Kan masih menggunakan mantra dia ?
Tidak menggunakan mantra dia, hanya didoakan saja ketika sudah Kristen, segitu saja. Itu artinya penghasilan Gusti Putu Sanur itu, sesudah jadi Kristen supaya tidak hilang. Boleh diteruskan untuk jadi dukun atau balian itu tapi caranya diganti.
Diganti dengan apa ?
Modelnya ketika dulu sebelum Kristen sedikit-sedikit menggunakan matra, sesudah Kristen diberi penjelasan oleh Tsang To Hang, boleh kita berdoa setiap saat mendoakan sarana-sarana yang kita gunakan. Apalagi yang memerlukan itu datang ke sana. Boleh dia diajak berdoa bersama. Begitu caranya. Supaya kelihatan cara kamu sudah pindah dari agama Hindu. Itu artinya sikapnya sudah berlainan ketika masuk Kristen dan sebelum masuk Kristen. Jangan hilang penghasilannya.
Karena dia Kristen, penghasilannya dari mengobati. Bayar dulu orang yang berobat ke sana ?
Bayar.
Apa yang dipakai bayar ?
Kalau kita ini biasa, tanyakan ya berapa bayar santunannya.
Bapak dulu belum Kristen waktu berobat itu ?
Itu cerita orang tua saya.
Belum Kristen waktu itu ?
Belum.
Berobat ke sana bawa canang waktu itu ?
Ya boleh bawa boleh tidak, bisa juga dibuatkan di sana. Sekarang kan banyak yang begitu, kalau ada waktu ada yang bawa canang dari rumahnya. Kalau tidak kan dibuatkan di sana, tapi uangnya kena lebih banyak.
Tapi dia kan sudah Kristen waktu itu ?
Dia begitu sudah sebelum Kristen. Setelah Kristen hanya pakai uang saja. Ya, tanyakan berapa seharusnya saya bayar, gitu. Tidak sudah pakai canang.
Bapak sebelum jadi Kristen waktu kecil pernah jadi Hindu ?
Ya, sempat Hindu.
Ke pura itu biasa ?
Biasa , setiap hari raya odalan. Setiap hari raya Galungan, kalau ada odalan di pura, biasa ke pura.
Apa beda rasanya di Hindu dengan di Kristen, Pak ?
Kalau dicari bedanya banyak. Kalau kita di agama Hindu itu bedanya kita sembronoan, karena makan gini gitu bekas sembahyang (surudan), makan yang dipersembahkan ke berhala-berhala bebas. Sekarang setelah kita menjadi orang Kristen, kan di kitab suci sudah melarang kita tidak boleh makan makanan yang telah dipersembahkan ke berhala, umpamanya surudan-surudan. Makanya saya pada waktu sudah Kristen tidak pernah dan tidak berani makan kue yang sudah bekas dari pura. Saya selalu ingat pada ajaran Alkitab. Selalu ingat pada butir-butir orang tua yang kuno itu. Yang kuno itu kan lebih mendalam kerohaniannya, lebih mendalam. Apa sebab lebih mendalam ? Sebab dia bisa membedakan sebelumnya di agama Hindu, tidak ada Allah atau dewa atau betara menjanjikan kepada umatnya, kepada manusia tidak memberikan hidup yang kekal. Tapi sesudah jadi Kristen, ada janjinya Tuhan itu seperti di halaman 3 itu, ayat 16, sebegitu besar kasih Allah itu kepada dunia ini, supaya siapa yang percaya kepadaNya tidak mendapat kebinasaan melainkan hidup yang kekal. Itulah janji Allah ada dalam Alkitab, dalam penganut agama Kristen, menjadi milik Kristus. Kalau didalam agama Hindu misalnya di kekawin, di Ramayana, di segala tutur-tuturnya tidak ada Allah atau janji dewa-dewa betara, memberi kepada manusia pahala yang kekal, tidak ada, maka dari itulah pemangku-pemangku yang telah terjun mejadi orang Kristen, bisa membedakan ada upah di agama Kristen. Tempo hari cucu saya ada menanyakan, bapak pembesar, kepala mandornya ada menanyakan kepada cucu saya. Begini pertanyaannya,” Apa bedanya , apa lebihnya di agama Kristen dibandingkan di agama Hindu ? “ Begitu dia menanyakan. Bagaimana kamu menjawab ? Begitu saya tanya ke cucu saya. Banyak kelebihannya, begitu dia. Ya, itu tidak apa, jawaban yang tidak tepat. Kalau di Agama Kristen kelebihannya dengan agama yang lain adalah Yesus Kristus. Di agama lain tidak ada bagaimana Yesus berjanji. Aku datang ke dunia ini bukanlah untuk merubah, melainkan untuk melengkapi. Berarti agama yang lain dari  Kristen itu masih kurang. Apa yang kurangnya ? Yesus Kristus itulah penyelamat dunia, itu dia tidak memiliki. Inilah jawaban yang tepat. Sedangkan di Alkitab kan banyak seperti Muda kaya itu bagaimana dia bertanya kepada Tuhan Yesus, Hai guru yang baik ! Begitu dia orang muda yang kaya itu, tidak pernah dengar cerita itu ? Ada anak muda yang kaya datang kehadapan Tuhan Yesus dengan berlomba-lomba. Sampai di hadapan Yesus, Hai guru yang baik! Begitu dia biasanya. Apa yang seharusnya aku perbuat supaya aku mendapat hidup yang kekal. Hidup yang kekal ditanyakan, sedangkan  orangnya agak muda. Ini dah agama  lain dari agama Kristen, masih kodrat. Kalau dia menanyakan apa kelebihan di agama Kristen, inilah kelebihannya, Yesus Kristus. Di agama yang lain tidak ada. Ini kebenarannya. Seperti janjinya Yesus, Aku datang ke dunia ini bukan untuk merombak melainkan untuk menggenapi. Berarti agama yang lain dari agama Kristen itu masih kurang. Inilah Yesus Kristus menggenapi kekurangan itu.
Pada waktu bapak pindah agama ada teman yang menanyakan kenapa pindah agama ?
Ada juga yang begitu, banyak yang menanyakan itu.
Bagaimana jawaban bapak waktu itu ?
Jawaban saya begini, gampang-gampang saja saya jawab dengan jawaban yang singkat. Ini untuk memperkecil pekerjaan, kalau kita beragama Hindu terlalu banyak kerjaan. Ini jawaban yang sederhana. Supaya saya tidak mengejek, supaya saya tidak merendahkan agama yang lain.
Sesudah pindah agama ada teman yang memusuhi ?
Banyak yang memusuhi, yang memarahi saya. Di bidang apa saja ada yang memarahi. Gini cara dia akan memarahi kita dan mencuri dari kita. Dia jadi orang Kristen karena dia masuk orang dharma atau baik, begitu caranya, apa yang dia punya kita boleh ambil dan boleh kita curi.
Jadi dengan alasan orang baik atau dharma ini jadi tidak marah ?
Iya, begitu caranya dia mengeluarkan jawaban. Saya tidak apa-apa dan tidak balas dendam.
Apanya bapak diambil ?
Banyak, seperti yang saya katakan tadi, diteror saya tapi saya tidak membalas. Kelewang saya diambil, padahal harganya mahal itu.
Ramai-ramai mereka datang, begitu ?
Eh, kelian itu bertindak, kelian dinas.
Saya ambil ini begitu dia ?
Dirampas. Saudara tidak mau membayar urunan ini, saya ambil barang ini jadi bukti. Kapan saudara membayar, boleh ini diambil barang ini, gitu.
Apa yang dimiliki yang berharga begitu ?
Ya, yang penting-penting.
Kalau punya sapi, sapinya diambil, gitu ?
Tidak, kan yang memang sesuai harganya dengan berapa kira-kira kita kena denda, misalnya 25.000,00 ya barang yang harganya sama diambil, umpamanya kursi ini yang diambil satu, gitu. Radio misalnya.
Siapa kelian waktu itu ?
I Made Gubeg.Itu sejarahnya. Lebih kejam waktu itu untuk hal memerangi membuminya orang Kristen, banyak yang kejam tapi orang Kristen tidak dendam, tidak ada yang mundur.
Tidak ada gangguan pada waktu kebaktian ?
Wah, sering itu, sering. Di lempari.
Apanya ?
Gerejanya. Dibakar juga pernah, atap dari alang-alang dan daun kelapanya. Terbakar sih tapi sedikit kira-kira dua meteran.
Siapa yang membakar ?
Kan tidak tahu, karena kejadiannya malam hari. Kalau siang kan tidak berani. Lempar kayu, lempar batu ketika sedang menyanyi, karena ada yang ajaran begitu gelap. Di dengar orang bernyanyi, begitu,  Bucica Sang Hyang Isa..,begitu bukan Sang Hyang Yesus tapi Sang Hyang Isa. Itu bahasa kuno. Bucica Sang Hyang Isa.., Seda kebentang di Golgota...
Bucica ya Pak ?
Ya, Bucica, yang artinya Puji ja, gitu.
Terjemahannya begitu, berlainan dengan artinya ?
Ya, begitulah terjemahan dari Tuan Cang, itulah nyanyian aslinya.
Aslinya Puji Ida Sang Hyang ?
Aslinya Puji Ida Sang Hyang. Bucica Sang Hyang... itu karena dia lidahnya kaku.
Itu malam waktu dilempari dengan kayu itu  ?
Iya malam, dilempari batu juga, tapi tidak pecah karena beratap alang-alang. Itu dah sering terjadi.
Lalu Tuan Cang bagaimana ?
Tidak apa-apa, biasa saja. Ada yang melihat keluar anggotanya. Tapi dia biasa saja, gitu saja dan tidak diam.
Tidak takut waktu itu Pak ?
Tidak, pengikutnya tidak ada yang takut. Kalau kita melawan kan tidak baik, pokoknya diam, tegang.
Katanya ada yang padinya dicuri, tidak diberikan air ?
Ah, itu biasa ada di sini! Di sini juga dulu ada karena tidak mau bayar upeti tidak mau bayar pajak air artinya.
Di subak itu ?
Iya, tidak mau bayar pengaci, di sini dulu lama begitu sehingga lahannya tidak diberi air.
Bapak kena waktu itu ?
Ya, kena juga, tapi berani bersoal jawab. Begini caranya saya, pengasi secara umat Hindu memakai sarana banten, tetapi kalau secara Kristen ada juga caranya, memakai perantaraan doa, ada perantaraan kesanggupan anggota  jemaat bergilir umpamanya berdoa, doa setiap saat, kalau di situ memakai banten, itu kita tidak ikut itu tidak menyimpang. Tapi kalau di situ memakai padi, karena di sawah kan padi dipakai, nah orang Kristen itu sudah ada menyiapkan tempatnya pengasi itu tapi lain namanya. Umpamanya sekarang seperti yang saya ceritakan tadi memakai sarana banten, pakai acara Hindu berupa canang-canang, adegan, nah kalau kita sudah memakai sarana doa atau kesungguhan-kesungguhan anggota jemaat, kesanggupannya dan janjinya kepada Ida Sang Hyang Widhi. Segitu saja caranya. Kalau menyetop air gara-gara hal itu tidak cocok. Jadi tanah itu harus mendapatkan air. Kalau kesana kalimatnya ` dengan tidak membayar upeti `tidak cocok, sawah siapa yang tidak memerlukan air ? Kalau upeti itu hanya sarana yang dipakai sarana mereteka , sekarang orang Kristen meretaka air itu bagaimana caranya ?  Apa yang dipakai caranya ? Boleh juga kan dengan uang tanpa banten-banten itu. Saya begitukan mereka dulu, lantas ditunjukkan juga jalan. Kalau dia memakai sarana banten kan rumit, kalau kita pakai uang, berapa per arenya kena kan gampang.
Pengacinya dulu pakai apa ? Uang ?
Dulu pakai bahan, apa yang dihasilkan di sawah itu, padi misalnya padi yang diambil, kalau pala wija, itu pala wija yang diambil.
Saya pikir pakai uang sehingga sampai sekarang pakai uang, tidak ?
Tidak. Lalu kita yang minta pakai uang.
Kalau tidak mau membayar itu dikeluarkan dari subak ?
Iya, dikeluarkan, tapi dikeluarkan itu belum tentu kita kalah menang.
Apa maksud kalah menang itu ?
Ya, kalau kita kalah kan tidak diberi air kan begitu. Kalau mereka mau mengalahkan kita  Tapi secara kompromi tidak ada cara begitu, sawahkan kan harus dapat aliran air. Sekarang kebijaksanaan pemerintah itu bagaimana caranya, agar rakyat itu bisa saling asih saling asuh, supaya tidak terlalu dimenangkan dan tidak terlalu dikalahkan. Begitu caranya.
Tapi bapak pernah disetop aliran airnya ?
Tetap ada ancaman begitu.
Hanya ancaman saja tapi belum disetop airnya ?
Susah akan menyetop kita tidak dapat air, itu supaya keras saja, hanya ancaman saja.
Tapi itu tidak pernah ?
Tidak, mendalamnya tidak pernah. Dia mau meresapi permintaan kita, mau dia sadar, kalau dia seperti cerita saya, memakai sarana banten-banten itu agama Hindu, maka kita menyerahkan uang, diakan dapat uang dan jadi praktis. Kalau akan diajukan ke pemerintah pasti juga akan berupa uang, tidak ada berupa banten-banten. Itu kan kerumitan mereka []

No comments:

Post a Comment