Tempat , Banjar Padangtawang, Canggu,
Kuta, 8 Juni 2001
Pewawancara : Nyoman Wijaya, Ketua TSP
Transkriptor : Dewa Ayu Satriawati, admin
TSP
Korektor : Nyoman Wijaya, Ketua TSP
Kalau
Natal apakah Kristen Katolik dan Protestan saling mengunjungi ?
Sama.
Kalau jaman dulu Bapak ke Gereja memakai
celana panjang atau ?
Memakai kain. Laki dan perempuan memakai
kain.
Kalau jaman dulu perempuan ke Pura memakai
baju ?
Ya. Memakai anteng, yang laki memakai
kancut.
Natalan.
Rumah mertua Bapak dimana ?
Jauh. Di Padang Tawang bagian utara.
Semua.
Kira-kira ada 25 KK ?
9 KK.
Sewaktu masih muda kemana saja main? Ke Denpasar ?
Tidak berani kemana-mana, naik motor saja
tidak berani.
Sudah ada motor pada waktu itu ?
Sepeda.
Bapak bisa naik sepeda ?
Bisa. Untuk bawa itik ke pasar Kediri.
Jalan jelek, jauh sekali.
Bapak bisa bikin bank pasti karena belajar
dari agama Kristen ? katanya sempat menjadi bendahara ? Mana lebih dahulu menjadi bendahara atau bikin
bank?
Lebih dulu di bank.
Apakah disini ada istilah nyalukin (menggantikan kewajiban orang
tua/ ngayahin (melayani) banjar ?
Ketiga-tiganya ngayahin (melayani) banjar.
Kalau banjar Bali kan hanya yang paling
kecil saja ?
Saya tidak tahu.
Kalau subak ?
Itu kan memakai jumlah carik.
Kalau Bapak masuk subak ?
Masuk.
Kalau ada odalan (upacara setiap 210 hari sekali) di pura subak, pak kena ?
Tidak.
Kalau Bapak membayar apa saja cingkreman (menabung bersama)?
Tidak membayar apa-apa, bebas.
Saat in Bapak
sudah beragama Kristen apakah sudah nguug sanggah (membongkar kuil keluarga), apakah masih ingat dengan kawitan Bapak
yang terdahulu?
Dalam ajaran agama Kristen manusia
hanya ada dua Adam dan Hawa yang
mempunyai banyak keturunan.
Sewaktu masih beraga Hindu, dimana kawitan (kuil asa-usul leluhur) Bapak?
Di Umaduwi. Hubungan kekeluargaan
masih baik. Kalau ada hajatan di sana saya selalu diundang begitu juga
sebaliknya.
Kalau ayah Bapak namanya siapa ?
Susah mengingatnya.
Dahulu sewaktu Bapak
beragama Hindu, juga menyebutnya Sang Hyang Widhi. Apa bedanya?
Dulu pada waktu saya masih kecil
kami menyebut Ratu Betara, tidak ada yang menyebut Sang Hyang Widhi.
Apa beda Betara dengan Sang
Hyang Widhi ?
Sebabnya Agama Hindu bisa menyebut Sang
Hyang Widhi, di mana bisa dilihat? Kalau orang jaman dulu sembahyang mereka
menyebut ratu betara …. Baru-baru sekarang ini saya mendengar umat Hindu
menyebut Sang Hyang Widhi, makanya saya berfikir bagaimana mereka bisa menyebut
Sang Hyang Widhi.
Apa beda Betara dengan Sang Hyang Widhi ?
Sekarang tunggal. Betara anak main
didiri kita, kalau diri kita sudah jujur maka Sang Hyang Widhi akan dapat kita
lihat
Apa beda Sang Hyang Widhi
dengan Yesus ?
Kalau niat kita sudah baik, kita
akan mengerti kalau niat kita tidak baik belum tentu. Tidak ada perbedaan
terlalu jauh, itu berdekatan.
Sewaktu Bapak
belajar Kristen berarti Bapak lupa sama sekali lupa dengan Betara, karena ada
yang lebih tinggi?
Bukan berarti lebih tinggi dari Ida
Betara. Itu adalah tunggal tergantung perbuatan kita.
Kalau dalam istilah
Kristen masih ada istilah Betara?
Tidak. Yang ada adalah malaikat.
Apa beda malaikat dengan
Betara?
Saya tidak paham.
Yang pernah Bapak dengar di Gereja pengertian
malaikat itu apa?
………
(tidak terjawab)
Jadi Sang Hyang
Widhi putra tunggalnya Yesus?
Itu yang saya tahu.
Sewaktu Bapak
membuat bank, Bapak percaya dengan Sang Hyang Widhi dari dalam diri?
Saya merasa. Dan selalu berada di
jalan yang benar, walaupun banyak yang menipu saya.
Ada saudara dari Kristen
yang juga menipu Bapak ?
Ada. Jangan dikira baru Kristen dia suci.
Pada awalnya siapa yang
paling kaya dan banyak punya tanah disini? Ada yang punya tanah sampai satu
hektar? Apa rata-rata 10 atau 20 are ?
Ada yang setengan hektar.
Ditanami apa?
Padi.
Air disini bagus ?
Bagus.
Setelah itu baru ketela,
dimana pertama kali
melihat ketela?
Di jalan, di Gringsing. Saya minta
pada mereka. Kemudian ditanam. Sampai banyak menghasilkan uang. Pokoknya
asalkan kita tidak mempunyai niat jahat. Jangan menyebut agama ini suci… agama yang ini suci.
Ada yang mengatakan semenjak ia
masuk agama Kristen, ia jadi berhenti berjudi, nakal, itu yang saya baca di
buku?
Itu hanya pitutur (wacana) kenyataannya serabut.
Bapak suka meceki (main judi memakai kartu ceki)?
Dulu. Kalau ada hari raya Nyepi.
Kalau Nyepi disini sepi ?
Sepi. Kalau di buku memang benar
dinyatakan seperti itu, tetapi kenyataannya apa maunya tetap saja dijalankan.
Kalau biasanya ada kejadian-kejadian
seperti itu akan dikucilkan oleh pesamuhan
(perkumpulan).K alau sampai ketahuan misalnya berselingkuh?
Ada majelis yang akan menanyakan.
Di tanyakan di gereja?
Dicari ke rumahnya.
Ada yang sampai dicari kerumahnya?
Ada.
Apa salahnya?
Membicarakan orang.
Kalau ada yang berselingkuh atau metajen (berjudi sabungan ayam) ada yang
sampai diperingati oleh majelis ?
Tidak. Hanya diberikan nasehat.
Apakah di sini ada kuburan yang
pernah menjadi sengketa ?
Awalnya kuburan di sini menjadi
satu. Saya ingat sewaktu muncul agama
Kristen, Pekak (Kakek) Simpang, meninggal, ini menjadi masalah dengan banjar.
Mengadu ke pemerintah, kemudian oleh pemerintah Belanda dikasi gedung sebelah baratnya
sebelah, ada sekitar 3 are, tanahnya ada sekitar setengah hektar, itu dikasi.
Kok jadi satu lagi, dimana-mana bisa ditanam, baik dari pihak Kristen maupun
Hindu. Persatuan itu lama berlangsung. Sampai kemudian ada yang meninggal,
tidak diperbolehkan yang Kristen menanam ke sebelah Barat, Hindu sudah
mengambil, lain lagi sudah berisi Pura. Waktu itu saya sudah 10 tahun. Semuanya
rapat waktu itu, anak-anak juga diikutkan, kemudian saya berkata, berhenti dulu
memperbaiki kuburan, banyak berisi kuburan, di mana ditaruh batunya. Batu saja
di bawa ke kuburan, kalau kakek mati dikasi pucuk
(bunga kembang sepatu) saja. Perkataaan saya itu tidak ada yang bisa
menanggapi. Kan kalau kuburan tanah itu dikasi batu, ada yang meninggal, di
kasi batu, mati 10 batunya 200, kan habis tanahnya diisi batu. Rapat ini di
gereja.
Sekarang tanah di Pangi apa sudah dibeli?
Tidak tahu.
Biar tidak banyak ngabisin tanah,
bisa ngak kuburan itu dibongkar dan ditanami dengan mayat yang lain?
Bisa saja, tergantung si pemiliknya.
Kalau menurut saya lebih baik kalau menguburkan mayat, jangan pakai batu, pakai
saja salib, ditancapkan diatas kuburannya. Sehingga tidak banyak mengambil
tempat.
Kalau disebelah barat ada beberapa
banjar itu?
Ada dua banjar, Babakan dan Padang Tawang.
Di Babakan masih banyak yang beragama Hindu. Untuk kahyangan tiga sudah dia
sendiri yang mengurus.
Dengan pendapat Bapak yang begitu ,
bagaiman tanggapan masyarakat?
Tidak bisa menangapi. Kalau pendeta
Priyana sih setuju. Tapi kalau dia salah dalam bertingkah laku ya saya kasih
tahu.
Pendeta Priyana orangnya kan memang
pintar, karena sekolah dimana-mana?
Praktiknya yang banyak. Kemanapun
sekolah kalau praktiknya kurang, tidak akan bisa apa-apa.dia banyak praktik di
Negara.
Bapak ikut pemuda? Pemuda apa
namanya ?
Pemuda Veteran.
Berapa orang saudara-saudara Bapak ?
Lakinya 2, perempuan tiga. Saya anak
nomor empat. Meninggal tiga.
Semuanya sudah beragama Kristen ?
Katolik.
Sewaktu revolusi ?
Belum.
Sanggah (kuil
keluarga)-nya dimana ?
Di sebelah utara.
Sebelumnya, ayah Bapak masih beragama
Hindu ?
Setelah saya ikut, beliau juga ikut
tetapi menganut agama Katolik. Kemudian saya diberikan rumah.
Karena ikut beragama Kristen ?
Karena miskin.
Sewaktu dapat bagian tanah yang 9
are Bapak tidak dapat bagian ?
Itu tanah sawah.
Dibagi berapa ?
18 berdua, terus dia juga minta
bagian. Akhirnya 18 dibagi 3.
Pada waktu itu Bapak sudah menikah ?
Sudah.
Setelah Bapak kaya orang tua Bapak
kan senang? Pernah dimintai uang ?
Tidak. Yang penting kita mau kerja.
Sewaktu menikah dan beragama Kristen
apakah dimarahi oleh orang tua ?
Tidak. Yang penting kita suka. Dia
juga pernah ikut bersama Pan Loting. Tapi akhirnya
Tidak lagi. Agama Hindupun dia tidak
peduli lagi pokoknya diam saja.
Siapa yang memelihara sanggah Bapak
pada waktu itu ?
Ibu saya. Ke pura pun dia tidak
pernah lagi. Kerjanya hanya metajen
(judi sabungan ayam)
Sewaktu pindah ke agama Kristen
saudara-saudara di Padang Tawang juga banyak yang ikut masuk agama Kristen ?
Setengah.
Kelian
banjar
(kepala dusun)-nya sudah masuk agama Kristen ? Kalau kelian banjar sudah masuk
agama Kristen, yang agama Hindu kemana ?
Wakilnya saja. keliannya tidak.
Pura sebelah mana yang sempat
digempur ?
Yang disebelah utara Balai banjar.
Sewaktu jamannya G 30 S PKI ?
Ya. Massa yang datang dari arah desa
Babakan sangat banyak.
Siapa nama Keliannya ?
Made Riwik. Dia pintar ngomong. Yang
dicatat pada waktu itu sekitar 7 orang.
Siapa saja yang dicatat pada waktu ?
Guru-guru : Pak Gung, Tantra, Ripig, Riwih, Bawa.
Wakil keliannya ?
Riwih.
Ada yang sampai masuk penjara ?
Tidak. Karena ketika ditanya “Kenapa
puranya di rusak?” jawabnya “Tiang (saya) yang punya.”
Pura Dalem ?
Pura
Padonan
(pura banjar).
Kapan orang-orang itu menghancurkan pelinggih sanggah (pelataran tempat
pemujaan)-nya ?
Sore hari.
Mukul kentongan ?
Tidak. Mepengarah (pemberitahuan dari rumah ke rumah)
Siapa yang mepengarah kelian atau wakilnya?
Kelian-nya.
Ke rumah-rumah ?
Anak buahnya yang jalan.
Disuruh membawa parang dan alat-alat
?
Tidak. Hanya menggunakan tangan.
Katanya masuk Kristen sewaktu
jamannya G 30 S PKI, berarti pura dihancurkan setelah itu ?
Ya.
Sewaktu orang-orang menghancurkan
pura, apakah ada 100 orang yang sudah masuk agama Kristen ?
Sekitar 30 orang.
Bagian mana yang di hancurkan
terlebih dahulu ?
Bale
manyas
(Balai Bali-nya).
Sore harinya banyak orang dari
Babakan yang datang kemari? Apa membawa parang ?
Tidak. Hanya ngomong biasa.
Sampai sekarang tidak ada berita
apa-apa ?
Tidak.
Di Babakan ada yang beragama Kristen
?
Banyak.
Kalau dengan orang-orang di Tuka
mana terlebih dahulu ?
Tuka.
Adik Bapak Katolik ?
Ya. Saya juga biasa membantu
orang-orang yang sedang ngayah (kerja
bakti) di pura. Tetapi kalau sudah waktunya ke Gereja saya ke Gereja.
Karena Bapak tidak bisa baca tulis,
apa yang Bapak lakukan di Gereja ?
Hanya mendengarkan saja.
Walaupun pintar baca tulis tidak jaminan
bahwa orang itu baik. Hanya mendengarkan saja saya kira sudah cukup.
Siapa saja penginjil yang suka
datang kesini ?
Pak Punyuli yang dari Singaraja juga
pernah.
Bapak pernah bertemu dengan Pan
Loting ?
Pernah. Saya juga pernah datang ke
rumahnya. Beliau lebih tua dari ayah saya.
Apakah beliau mau bicara kalau
bertemu dengan Bapak ?
Ya.
Beliau sudah beragama kristen pada
waktu itu ?
Sudah.
Apa yang Bapak bicarakan dengan
beliau?
“Tidak main topeng lagi.” Beliau
bilang sudah tidak bisa lihat apa-apa.
Pan Loting pintar nopeng (menarikan topeng)?
Ya.
Katanya beliau sakti ?
Dengar-dengar.
Bagaimana perasaan Bapak sewaktu
pertama kali masuk agama Kristen? Apa karena awalnya istri Bapak? Dia yang
minta ?
Lebih sedikit menghabiskan biaya
untuk menikah pada waktu itu.
Bagaimana prosesnya pada waktu?
Ngidih (meminang)
sesuai dengan adat Bali.
Siapa yang datang, ayahnya Bapak
ikut kesana ?
Ikut. Sebelumnya sudah ngomong
beberapa hari lagi kita akan datang untuk ngidih.
Setelah itu kita datang lagi membawa tipat
bantal (aneka jajan). Sebelumnya ngastawa
(bersembyang) kehadapan Tuhan yesus, barulah kue di bagikan.
Ada penginjil?
Tidak, hanya saudara-saudara
terdekat. Kecuali kalau di Gereja.
Memakai istilah mepamit (minta diri, memisahkan diri secara perdata dengan
keluarga)?
Dengan orang tuanya saja.
Siapa nama baptis Bapak ?
Ketut Rendig.
Berapa motong sapi ?
Saya miskin pada waktu itu, jadi
tidak motong apa-apa.
Masih ada tradisi ngelawar (masakan khas Bali) pada waktu
itu ?
Masih.
Jadi kalau menikah mengundang banjar
?
Ya.
Apa karena mereka melihat Bapak
beragama Kristen jadi mereka ikut ?
Tidak. Keinginan mereka sendiri.
Tidak ada istilah ikut-ikut.
Katanya ibu masuk Kristen karena
takut (sewaktu jaman G 30 S PKI) karena hanya 7 orang saja yang masih beragama
Hindu?
Karena habis berarti beban kita kan
makin berat kemudian ikut.
Berapa KK yang sudah ada ?
80 KK.
Berapa yang masih beragama Hindu ?
Habis. Setengahnya sudah Katolik.
Satu banjar, satu kelian.
Keliannya di mana ? Kemudian apa
guna banjar karena kita sudah berlainan agama ?
Suka duka, kalau ada orang
meninggal.
Kalau ada orang Protestan yang
meninggal, apakah orang Katolik mau ikut ?
Mau. Upacaranya secara Protestan.
Apa yang di buat? Apakah sama dengan orang Bali ?
Sama membuat peti.
Pura banjarnya sekarang dimana ?
apakah yang sudah di hacurkan itu ?
Masih disana.
Siapa yang memelihara ?
Banjar, yang suka membersihkan.
Masih ada orang maturan (memberikan
persembahan)?
Tidak ada.
Menghancurkan juga tidak berani
takut ada yang ribut?
Purinya masih.
Apakah Bapak
pernah mendengar siapa yang terlebih dahulu beragama Kristen di Padang Tawang,
temennya Pan Loting ?
Pan Loting dari Buduk.
Pan Loting yang suka main kemari ?
Bukannya dia yang suka main kemari,
di Buduk saja.
Dia memeluk dua agama?
Tidak. Selain beragama dia juga nopeng (menarikan topeng).
Pan Loting juga seorang dukun ?
Yang saya dengar justru Gusti Sanur.
Anak Bapak pintar-pintar, ada yang menjadi pendeta. Selain itu jadi apalagi pak?
Yang di Denpasar menjadi perawat.
Sebelumnya adik ipar saya yang menjadi perawat. Saya melihat banyak yang
berobat, itu sebabnya saya tertarik agar salah satu anak saya menjadi perawat.
Akhirnya menjadi kenyataan. Akhirnya saya sekolahkan dia di luar Bandung karena
kebetulan ada saudara sepupu saya yang di sana, sampai akhirnya dapat
pekerjaan. Saya berkeinginan juga kedua anak saya yang lain menjadi dokter.
Saya sudah mempunyai pemikiran demikian walaupun saya tidak pernah kemana-mana.
Ke Denpasar pun saya jarang.
Dimana Pak mencari uang pada waktu
itu ?
Ngutang di bank. Kira-kira 5 tahunan saya menjadi bank.
Berapa dia membawa uang pada waktu
itu?
Satu setengah juta. Setiap bulan
mengirim seratus ribu.
Tahun berapa pada waktu itu ?
Pada waktu itu dia berumur 18 tahun.
Sekitar tahun 1970-an. Karena saya sudah terlanjur janji kalau dia mau
melanjutkan saya akan berikan. Uang yang satu setengah juta tersebut dia
pergunakan untuk membeli keperluan disana seperti sepeda.
Ada Anak Agung (golongan ksatria) dan Ida Bagus (golongan
brahmana) yang masuk Kristen ?
Tidak. Jaba
(orang bisa) saja.
Kalau yang di Buduk banyak Ida Bagus
yang masuk Kristen ?
Saya kurang tahu.
Sewaktu Pendeta Priyana mulai
sekolah Bapak masih kaya ?
Saya masih bisa mengejarnya. Bank
saya masih jalan.
Apakah dia mendapat uang yang sama
dengan kakaknya ?
Rencana saya terhadap anak saya
tersebut adalah kalau dia mau memenuhi keinginan saya untuk menjadi dokter
barulah saya berikan uang yang satu setengah juta tersebut. Saya tanya kenapa
dia mencari sekolah itu kemudian dia jawab “Itulah dokter.” Kemudian saya tanya
kembali, “Dokter apa?” dia jawab “Dokter jiwa.” Saya sampai tidak bisa ngomong
apa-apa. Kemudian anak saya yang paling kecil (perempuan), saya minta dia untuk
melanjutkan ke sekolah dokter dan dia menyanggupinya, tetapi karena bujukan
kakaknya akhirnya dia juga masuk sekolah pendeta.
Sekarang Bapak sudah lega karena
anak Bapak sudah ada yang menjadi pendeta ?
Tidak juga, terserah dia. Tetapi
banyak orang yang bilang dia pintar. Umat yang bilang kalau dia pintar bicara
(memberi kotbah).
Pernah mendengar anak Bapak memberi
kotbah ?
Ya.
Kalau ke Gereja memakai celana ?
Kain.
Pakai udeng (destar)?
Tidak.
Teman sebaya Bapak berapa orang yang
masih hidup ?
Tidak ada, hanya saya saja.
Apa yang menyebabkan Bapak bisa
sehat sampai sekarang ? Mungkin karena jujur ?
Yang terpenting antara pikiran dan
keinginan tersebut hanya ada dalam diri kita. Kalau kita hanya mejalankan
keinginan saja tidak akan baik jadinya. Yang terpenting adalah pineh (pikiran),
keneh
(keinginan), dan rasa.
Itu yang selalu pak laksanakan? Di
dalam kotbah juga ada yang demikian ?
Hanya ada tidak boleh membicarakan
orang.
Kalau Bapak sendiri lebih senang
mendengarkan kotbah dari pendeta siapa ?
Pak Timonoli, dia sangat pintar
dalam memberikan kotbah.
Bapak banyak mendapat pelajaran dari
sana ?
Sejalan dengan pemikiran saya.
Pelajaran apa yang telah Bapak
dapatkan dari pendeta tersebut yang masih Bapak ingat sampai sekarang ?
Tingkahnya.
Sewaktu kecil katanya anak Bapak
diajak oleh neneknya ?
Ya. Dia diambil oleh mertua saya.
Karena disana tidak ada anak kecil. Dia cukup lama disana sampai SMP.
Jaman dulu masih memakai tembok popolan (bata yang belum matang)?
Paras
(batu
padas)
Di daerah asal mertua Bapak juga
sudah tidak ada yang masih hidup?
Tidak. Sudah meninggal semua. Saya
jarang melihat orang yang sebaya saya masih hidup.
Teman-teman Bapak sesama pemuda pada
jaman revolusi yng masih hidup sampai sekarang siapa saja? Yang pernah
membongkar sanggahnya masih hidup?
Sudah tidak ada.
Mana lebih tua, Bapak atau dia ?
Sebaya. Saya disayang oleh dia, dia
pernah saya ajak main pencak (silat)
Dimana Bapak belajar pencak ?
Di Padang Tawang. Gurunya dari Tegal
Jaya.
Kira-kira umur berapa ?
17 tahun.
Pada jaman revolusi, apakah
saudara-saudara Kristen juga ikut menyingkir?
Banyak. Bahkan Bapak Suweca yang
dari Untal-Untal menjadi ketua dan
mempunyai anak buah sekitar 40 orang.
Gereja itu tanah milik siapa ?
Tanahnya Kantun dari Palasari. Di
tukar dengan tanah sawah milik gereja.
Sebelum disini letak gerejanya
dimana ?
Disebelah barat balai banjar.
Tanah milik siapa?
Nang (ayah dari) Simpang.
Sewaktu gereja di tanahnya Pan
Simpang, Bapak masih ingat ?
Agak ingat.
Pada waktu itu Bapak sudah ingin
masuk gereja ?
Belum mengerti apa-apa.
Bagaimana ceritanya kenapa gereja
bisa memiliki tanah?
Beli.
Siapa yang memberikan uang ?
Kita ngaturan (memberikan persembahab). Saya cukup lama ikut disana.
Bagaimana ceritanya Bapak bisa
terpilih menjadi bendahara? Siapa yang memilih ?
Pesamuan (perkumpulannya-nya.
Bagimana pesamuan itu ?
Terdiri dari beberapa KK. Pada waktu
itu ada 27 KK. Dipilih dengan memakai lidi. Yang mendapatkan lidi dia yang
dipilih.
Ada berapa waktu itu ?
Lima.
Siapa saja calon yang bisa Bapak
kalahkan ?
Luwih, Cara, Rujuk, keempat saya,
kelima Ketib. Saya yang mendapat suara terbanyak di tugaskan memegang uang.
Berapa gerejanya memiliki uang pada
waktu itu ?
150 ribu.
Bisa untuk membeli sawah pada waktu
itu ?
Kalau banyak uang yang lebih di
Padang Tawang akan diberikan tambahan. Akhirnya ditambahkan sampai bisa untuk
membeli tanah.
Berapa are?
3 are.
Uang 200 mendapatkan berapa ?
Sampai mendapat sawah sebanyak 20
are. Selama itu hanya dapat beli sawah hanya 3.
Berapa rupiah orang harus membayar
setiap bulannya ?
Tergantung penghasilannya.
Dicatat?
Ya. Kemudian di bacakan.
Karena pada waktu itu Bapak pintar
mencari uang, berapa Bapak menyumbang pada waktu itu ?
Tidak ada yang mengalahkan. Kalau
orang lain menyumbang 13 ribu, saya 50 ribu. Tetapi tidak rutin.
Kalau dihitung-hitung sampai berapa
kali Bapak sudah menyumbang ?
Selain uang juga barang-barang.
Seperti padi. Sekitar 11 seet (ikat)
Apakah benar kalau Bapak maturan (memberikan persembahan ) pada
akhirnya akan mendapatkan lebih dari itu ?
Ya. Kalau tidak diikuti kita akan
merasa berhutang. Apa yang menjadi keinginan akan terkabul.
Sewaktu anaknya Bapak masuk perawat,
apakah mesangi (mengucapkan kaul) ke
Gereja?
Dalam hati saja.
Sewaktu Bapak menyumbang 50 ribu
memang iklas ?
Ya. []
No comments:
Post a Comment