Friday, April 29, 2016

Setelah Masuk Kristen Dia Kan Lantas Dapat Sumbangan



Nama Informan : I Made Gubeg, alias Pan Made Suarda (1)
Tempat Wawancara : Banjar Balangan, Dewa Kuwum, Badung
Tanggal: 5 Januari 2002
Pewawancara : Nyoman Wijaya, Ketua TSP
Transkriptor : Dewa Ayu Satriawati, Staf Admin TSP
Korektor : Nyoman Wijaya, Ketua TSP



Pengantar:
Saya sedang mencari informasi yang lebih jelas mengenai Pan Loting dari sudut pandang keluarganya yang masih beragama Hindu. I Made Gubeg adalah salah satu dari darinya, selain Ketut Rada, Made Darma, dan Nyoman Bukel yang sudah diwawancarai pada kesempatan lain. I made Gubeg adalah seorang cucu dari Pan Loting yang merupakan anak dari keponakannya bernama Made Jerug. I Made Gubeg adalah kakak dari Nyoman Bukel. Wawancara kali ini akan banyak sekali bercerita mengenai leluhur Pan Loting yang disebut Pasek Badak. Pasek Badak diyakini oleh para keturunannya sebagai orang yang mampu mengalahkan Raja Mengwi. Karena ada Pasek Badak, hanya Desa Buduk yang belum bisa dikalahkan oleh Raja Mengwi, dalam upayanya menyatukan dan desa-desa yang ada dalam wilayah kekuasaannya, menjadi kerajaan besar. Namun karena kesetiannya terhadap raja, maka dalam suatu perang tanding dengan raja, Pasek Badak bersedia mengalah dengan cara membuka rahasia kesaktiannya, berupa cane  (sirih yang biasa dipakai dalam suatu rapat. Untuk jelasnya lihat file “Katanya, Karena Saya Sama Sekali Tidak Pernah Melihat Tuhan Secara Nyata”; “Setelah Menjelang Meninggal Dia Kembali Masuk Kristen”; dan “Tidak, yang Ada Dari Hindu Masuk Ke Kristen.”

Tahun berapa Kekek Loting meninggal?
Sekitar 1968 bulan 6.

Oh jadi tahun 1968 hilang (meninggal) begitu?
Ya. Habis bertarung (adu kesaktian ilmu leak) dia di Penarungan. Di Penarungan dia kalah, dia kan jadi bukur (menara usungan [sekah, perwujudan orang yang meninggal dibuat dari kayu cendana dan lain-lain dalam upacaya pitra yadnya {upacara yang terkait dengan siklus kehidupan manusia} ] yang bertingkat menjulang tinggi dengan hiasan berwarna serba putih dan kuning) dan dikalahkan sama Garuda.

Bukur itu apa?
Ya yang berupa kesaktian pengleakan.

Bagaimana rupa bukur itu?
Saya kan tidak tahu.

Kalahnya melawan Garuda gitu?
Ya.

Orang dari mana yang mengalahkan dia?
Dari Tuak Ilang, Penebel.

Berarti kan lebih sakti jadinya dia?
Ya lebih sakti. Kakek Loting itu sudah seratus kali mengalahkan lawan, tapi dia itu malah kalah dengan lawannya yang ini. Dia itu kan sakti. Dia itu sering istilahnya metangtang (saling menantang) di kuburan Penarungan.

Nah saat dia kalah itu siapa yang bilang seperti itu, aapak Pekak Loting-nya?
Pekaknya dia kan bilang begini, “jani bapa suba kalah, baang bapa ngidih yeh.” (sekarang Bapak sudah kalak, ijinkan Bapak minta air). Hanya air saja sedikit saat menjelang ajalnya karena sudah kalah saat dia jadi Bukur dan dikalahkan oleh Garuda, saat bertarung di Kuburan Penarungan. (Maksudnya begini: dengan menggunakan ilmunya, Pan Loting berubah wujud menjadi sebuah bukur, sedangkan lawannya berubah menjadi seekor burung garuda)

Lalu siapa yang dimintai air?
Ya keponakannya dan keluarganya di rumah.


Dimana katanya bertarung?
Itu di kuburan Penarungan.

Setelah datang dari sana langsung mati gitu?
Ya.

Saat itu masih dia Kristen?
Ya masih.

Atau karena Kristennya dia kalah?
Ya itu kan karena waktunya, ada yang lebih sakti dari dia. Dan disamping itu juga karena fisiknya sudah tua.

Kalau kakeknya di sini (kakek dari Made Gubeg atau ayahnya Made Jerug) apakah kalah sakti dengan Pan Loting?
Kalau itu kan kakeknya di sini tidak pernah bertarung.

Artinya kalau dari segi kepintarannya?
Itu seri mungkin. Kalau kakeknya di sini itu, kan Pan Loting itu tidak berani kepadanya.

Yang mana lebih tua?
Lebih tua Pan Loting, dia adalah Pamannya oleh kakeknya yang di sini. Artinya saudara kandung kakek saya (ayah dari Made Jerug) adalah Pan Loting.

Berarti yang disegani hanya kakeknya yang di sini saja oleh Pan Loting gitu?
Ya.

Disegani atau ditakuti?
Pokoknya saling menghargai.

Anaknya Bapak, Made Suarda bilang katanya pan Loting itu sering ke sini?
Ya sering saat ada nyambutin (upacara tiga bulanan untuk bayi yang baru lahir), dia itu ikut nyambutin. Saat upacara pernikahannya saya, dia juga yang memegang istilahnya gaene (kordinator atau orang yang sangat menentukan dalam pelaksanaan upacara) di sini.

Maksudnya biar aman gitu?
Ya biar aman, karena kan kita baru pertama kali punya upacara saat itu. Sedikit ada biar kelar. Kan banyak juga gumatat-gumitit (secara harfiah berarti segala binatang kecil,  tapi yang dimaksudkan oleh informan adalah berbagai kekuatan jahat yang tidak terduga). itu kita kan tidak berani maka kita mencari Pan Loting itu, sekitar tahun 1963 bulan 10. Dia dan yang menggendel (menangani) upacaranya, kalau bukan dia, maka hampir hancur babinya (sebab) saat dipotong tidak ke luar darah.


Bagaimana ceritanya?
Itu kan dikerjai oleh orang yang di sini yang paling sakti di Banjar Balangan.

Di potong pakai apa, kok tidak mau keluar darah?
Pagi-pagi buta kan babinya itu dipotong tapi tidak mengeluarkan darah, malah yang dikeluarkan darah kuning, kan tidak ada babi yang darahnya kuning. Lalu Kakek Loting yang memantrai.

Kakeknya lantas datang gitu?
Kakeknya kan memang di sini. “ngoyong nen lakar baang jani panyupatan” (tunggi sebentar aku aku berikan peleburnya). Entah apa yang dikasi, lalu mau lantas keluar darah. Katanya yang mengerjai itu ada lima orang, benar apa salah saya kan tidak tahu. Itu kan kata-kata orang tua (Pan Loting), boleh dipercaya dan juga tidak. Yang penting kan kepercayaan kita dan kerjaan kita itu kelar. Jadi hanya itu yang saya tahu, maka itu saja yang bisa saya ceritakan, kalau nanti saya bercerita yang lebih-lebih kan salah juga.

Nah jadinya kakeknya  yang di sini itu ada hubungan saudara apa dengan pan Loting?
Kakek Loting itu kan dipakai Paman dari ayah saya. Saat itu kan tunggalan sanggah (satu kuil keluarga, satu leluhur).

Katakanya dia itu kan soroh (klen) Pasek Badak, benar begitu?
Nah kalau Badak itu kan, artinya kedudukannya itu kan dapat cap (kedudukan atau gelar), artinya saudara Pasek yang memberikan atau mengangkat kewibawaannya dia. Kalau seperti manusia kan titel, misalnya kalau sekarang orang bersekolah itu  kan dapat titel SH, tokohnya kan satu lalu karena kepintarannya lalu dia itu dapat titel Badak.

Jadi itu karena kepintarannya gitu?
Ya karena kepintarannya dan juga karena bisa menduduki gumi (menjadi penguasa). Jadi pangkatnya itu kan lebih tinggi dari saudara-saudaranya yang lain. Nah sekarang kan hanya kami saya yang pura kawitan Pasek Badak meru yang bertumpang tujuh. (semakin tinggi tumpang meru suatu klen semain tinggi status sosialnya di masyarakat, meru yang paling tinggi bertumpang sebelas)

Dimana pura kawitan (kuil pemujaan leluhur) Pasek Badaknya pak?
Sekarang kan di rumah di Buduk, di situ ada meru bertumpang tujuh.

Dirumahnya siapa? Di rumahnya Pan Loting?
Bukan di Pura Pasek. Dari Pasar Buduk itu dari utara di bawah pohon beringin itu.


Disamping Pasar Buduknya itu?
Ya. Itu kan mrajan dia katanya itu.

Kalau rumahnya juga di sana? Kalau rumahnya di mana?
Kalau rumahnya saya tidak tahu. Katanya kan di Buduk itu kalau letaknya saya kurang tahu.

Berarti kan benar itu keturunannya?
Kalau itu mungkin benar, itu kan ada pelinggih (altar pemujaan)nya.

Dimana pelinggih (altar pemujaan)-nya?
Di Pasek Badak, lalu karena dia jadi Kristen, lalu kawitan (kuil leluhur)-nya lalu kan saudara kandungnya yang mengurus itu.

Lalu siapa namanya sekarang yang mengurusi?
Itu kan Mangku Pasek sekarang. Karena keluarga itu masih jauh dan tunggal sanggah (satu kuil keluarga) tunggal kawitan (satu kuil leluhur) juga tunggal paibon (tempat pemujaan leluhur dari keluarga yang masih jelas pertalian kekerabatannya). Saudaranya bertiga atau berempat saya itu tidak tahu, ada yang sebagian beragama Hindu dan ada juga yang sebagian beragama Kristen. Nah saat tahun itu, saat paceklik yang pertama itu karena gandum dan juga disamping gandum.

Itu kan tahun 1963?
Bukan itu yang lebih dulu. Jadi karena gandum itu kan lebih bagus rasanya pindah agama ke sana karena kan dapat jaminan dan belajar juga bebas. Nah kalau tidak ada yang belajar maka saya itu tidak akan punya saudara seperti sekarang yang jadi dokter saudara Kristennya dan juga ada jadi Pastur. Nah sekarang kan sudah berbaur agamanya, yang penting menjaga keselamatan dan juga tahu dengan Tuhan, semua tahu dengan Tuhan, mencari kedamaian dan juga bisa mencari nafkah dan belajar, dan yang penting kita itu masih tetap bersaudara dan rukun karena luhurnya satu, makanya kakeknya kan tidak memandang dengan orang yang berlainan agama.

Berarti kakeknya yang di sini dengan Kak Loting kan masih dia bersaudara seperti biasa?
Ya masih saling mengundang. Saat kakeknya yang di sini itu punya upacara maka Kakek Loting dia itu akan ke sini. Kalau Kakek loting punya acara, maka saya kundangan (mendapat undangan) juga ke sana.

Ke sanggah-nya Pan Loting, bapak ke sana?
Ya, karena dia pura paibon­-nya itu sendiri.

Oh begitu?
Ya kan ditinggal sama kakeknya dan ibunya itu di situ. Yang menyungsung (menjunjung, melaksanakan kewajiban) di pura itu kan saudaranya beragama Hindu yang menyungsung dan masih di karang (pekarangan rumah)-nya Pan Loting, ibu kakeknya. Kalau mau sekarang bisa ke sana.

Nah kalau saya ke sana sekarang siapa yang saya cari?
Kalau ke sana kan di sebelah utara rumah itu kan ada Pan Gede Candra dan sebelah selatannya itu kan paibon dan itu adalah pekarangan-nya Pan Loting.

Disebalah mana rumahnya Paul Sujana?
Na ini kan Sujana dan kan ada jalan ke bara, tanya saja rumahnya Pan gede Candra saja.

Mana yang lebih tua dari Bapak?
Itu kan saya yang punya adiknya. Itu dah yang disebelah selatan itu.

Lalu tahu dah kita rumahnya Pan Loting gitu?
Ya. Kalau rumahnya Loting itu kan disebelah selatannya Pura.

Nah kalau sekarang dimana saja soroh (klen) Pasek Badak-nya? Semuanya di Buduk atau dimana?
Kalau itu saya tidak tahu, kalau pokoknya saya yang ikut nyungsung (menjunjung) itu kan sedikit dan selain itu kan di Mengwi dan juga yang soroh Batu juga menyungsung Badak, di mecane (sirih yang digunakan pada waktu rapat, yang merupakan titik lemah Pasek badak, sehingga bisa dibunuh oleh Raja Mengwi), di mangepuk di pengipuane (tempat berkubang) juga ada yang nyungsung, sampai kulitnya ada yang menyungsung.

Siapa lagi namanya?
Itu kan yang saat di mangepuk, makipu (berkubang)

Ini kan kulit badak yang asli dan bukan Pasek Badak yang asli gitu?
Badaknya dah, katanya kan meninggal luhurnya saya yang di Mengwi, Badak itu kan lari lalu tertembak, di Tumbak Nayuh, saat masih hidup kan di situ kandangnya pekipuan (tempat berkubang)nya makepuk, badanne mecandi (kandanganya ada candinya).

Jadi ada orang yang bernama Pasek Badak, karena dia punya Badak begitu ya?
Itu kan saat bertapa itu dia dapat istilahnya dapat pelinggihan Badak (kendaraan badak).

Badak itu kan pangkat. Bukannya binatang Badak kendaraannya gitu?
Kalau sekarang ke sana ……pokoknya kan binatang itu …….., kan tidak ada yang Pasek Badak, itu kan hanya pangkat.

Seperti Gajah, Lembu kan pangkat juga artinya?
Ya, kan tidak mungkin ada dari lahirnya itu kan. Nah kalau dari segi kekuatannya dia itu memang benar sakti dan panggilannya katanya lain.

Siapa katanya parab (panggilan)-nya?
Kalau itu saya kurang tahu. Tapi kalau kakeknya, dibilang Pasek Badan Pengasih, itu katanya agar saya tidak salah. Jadi Badak itu adalah gelarnya, karena di antara semuanya, kalau itu orang yang bilang tapi kalau saya kan tidak merasa. Nah itu kan dapat pertolongan saudara Pasek-nya jika saat menderita, misalnya jika transmigrasi. Nah dimana saja itu. Makanya dulu saat jaman Gestok (Gerakan Satu Oktober)-nya diminta ………..untuk dimasukan oleh pemerintahnya tapi kakeknya tidak mau, “to ngudiang mideh” (itu kenapa kemana-mana), makanya lalu tidak ada kelihatan di pemerintahan sedangkan yang lainnya kan kelihatan odalan (upacara) sini dan situ. Kalau misalnya emas meskipun ditaruh di kotoran, maka ada juga yang membilang itu emas dan juga kalau sudah harum, maka akan tetap juga harus. Kalau misalnya timah ditaruh di puncak gunung juga akan tetap dia masih berupa timah. Nah kakeknya itu memang begitu adanya, saya itu tidak memuji ataupun mengharumkan juga tidak senang, depang anake ngadanin (biarkan orang lain menilai). Nah seperti sekarang orang itu banyak yang merasa kepanasan dari sana ……lagi mengulang. Kalau sudah dapat empeh (air susu) dari situ ………….panjak-panjak (abdi-abdi)-nya beliau itu menyumbang ini dan itu. Dan itu juga tidak bisa dilarang, meskipun berdesakan pun mau.

Nah kalau misalnya odalan (merayakan hari jadi) di Pura Taman Ayun, soroh Pasek Batu itu apa bapak ikut ke sana?

Kalau mebakti (bersembahyang) atau yang lainnya saya ikut tapi kalau misalnya mengeluarkan biaya itu saya itu tidak ikut.

Berarti kalau biayanya kan hanya soroh Batu saja?
Ya.

Kalau misalnya odalan di Pasek Badak itu yang soroh Batu itu ikut maturan ke sana?
Tidak. Cuma di situ saja. artinya kan orang yang membikin pelinggih (altar pemujaan) maka biar ada yang mencakupkan tangan.

Berarti kan sering dulu Pan Loting ke sini?
Ya sering, sehingga saya tahu kalau kakek saya itu sakti, tapi kita kan tidak dikasi untuk belajar seperti itu. “de cai milu melajah keto baang pekak dogen.” (jangan kamu ikut mempelajari ilmu seperti itu, biarkan kakek saja yang melakoninya).

Bapak pernah diberitahu begitu?
Kan pernah saya iseng nanya, “kenken pang nyak bisa dadi endih?” (Bagaimana caranya supaya bisa merubah diri menjadi nyala api).  Lalu dia bilang “sing dadi awak nu cenik, de melajah keto, cara biyune mara nasak atugel nen gen bisa caploka.” (tidak boleh belajar ilmu seperti itu, karena kamu masih kecil. Seperti buah pisang yang baru matang separo, nanti bisa dimakan orang lain).
Sekarang kan dikasi sama pekaknya. “Pang tiang sing jejeh dogen. Kenken carane apang tiang sing jejeh?”  (bagaimana caranya menghilangkan rasa takut?
“Kaukin dogen nyama papat. Sawireh cucu nu belog, yen ada anak ngugul kaukin dogen nyamane papat, angga, pati, raja, banas. Jag kalain suba, sing lakar kudianga raga.”  (panggil saja empat saudara kamu. Karena kamu masih bodoh, kalau ada orang yang mengganggu kamu menggunakan ilmu hitam, panggil saja empat saudara yang kamu bawa sejak lahir, Angga, Pati, Raja, dan Banas. Lalu pergi saja, tinggalkan mereka, mereka tidak akan berani mengganggu kamu).
Kalau sekarang jika saya hitung-hitung orang yang membicarakan itu maka banyak.
Hanya itu saja yang diberikan kepada kita.
Ya hanya itu saja lalu kita tinggal. Pokoknya dimana saja kita tinggal memanggil itu saja.
Banaspati, banaspati raja yang begitu itu,
Ya, “hai jabang bayi, aja tandruh ring aku, tulung nyama papat angga, banas, pati raja.” Itu saja lalu kita tinggal itu (hai kamu saudaraku, jangan lupa padaku, empat saudaraku, Angga, Banas, Pati, Raja. Saya kan tidak tahu siapa dan juga kan tidak tahu artinya, pokoknya hanya itu saja, baik malam maka saya akan diam, “ih nyama papat tulung tiang jani tiang ngalih merta.” (hai empat saudaraku, sekarang bantulah saya, saya akan mencari nafkah hidup). Setelah itu saya akan jalan.

Banaspati, yang gitu itu?
Ya artinya kan, Anggapati, Prajapati, Banaspati, Banaspati raja. 

Hanya itu saja bapak dikasi bekel?
Bekel (jimat) juga dikasi tapi saya kan tidak perlu bawa lagi. Lalu saya dapat lagi ditumpukan buku-bukuny       , itu kakek Loting yang punya pelajarannya.

Dari mana bapak tahu kalau itu pelajarannya kakeknya itu?
Itu kan dari buku-bukunya ada nanti saya akan tunjukkan.

Banyak bukunya yang masih?
Ya itu kan sudah dikasi minta orang sama pekaknya.

Siapa yang lebih banyak mengambil?
Gagus, kakeknya kan orangnya polos.

Sekarang masih dia?
Tidak Gagusnya kan udah meninggal. Kakeknya kan polos (lugu) di kasi bukunya, Gagus juga mengambil yang tebal sekali.

Artinya kakek yang di sini kan gitu ya?
Ya. Saya dikasi di sini disuruh mempelajari, tapi kan kakeknya yang disini itu polos dan jika ada yang minta bukunya untuk dipinjam kan dikasi lalu setelah itu hilang dah bukunya karena tidak ada yang minta kembali.

Jadi itu saja yang dikasi cerita sama kak Loting dan itu juga karena bertanya begitu?
Bukannya karena bertanya tapi itu kan karena bukunya yang dikasi.

Apa judul bukunya?
Itu dah saudara yang empat (catur sanak, empat saudara) itu saja yang dikasi tahu. Makanya sekarang ada yang jual di pasar-pasar ternyata ada yang sama sedikit-sedkit begitu pikiran saya. selai kabir, mukair-mukair itu juga masih,

Apa artinya?
Itu kan masih didalam kandungan ……………….manik. begitu ternyata dan ternyata pintar kakeknya mengasi tahu dulu. Kalau tidak jadi meninggal itu kan tidak mungkin jadi juga dia itu meninggal.

Nah Kak Loting itu apa memang benar senang dia beragama Kristen atau bagaimana?
Kalau sebelumnya dia itu kan senang beragama Hindu kan dia itu dulu jadi Topeng Sidakarya. Dia itu memang sangat senang menarikan topeng. Itu kan karena ada musim paceklik itu dan akhirnya dia mungkin karena kelaparan itu akhirnya dia pindah ke Kristen.

Itu kakeknya yang cerita atau siapa yang mengasi tahu sama kakeknya?
Itu kan kakeknya yang di sini pernah cerita dan dia yang dengar di sana begitu, lalu kan dinasehati, “ngudiang men kutang bapa sanggah?” (kenapa bapak tinggalkan kuil keluarganya). Lalu setelah masuk Kristen itu lalu dia kan dapat lantas sumbangan, sebelumnya kan begitu cara Kristennya untuk mendapatkan anggota baru. Itu melalui sumbangan, ada juga Panti Asuhan dapat pakaian, dan juga dapat gandum kan begitu jadinya.

Kakeknya yang bilang begitu dulu kan gitu ya?
Ya begitu saya dikasi tahu dan disamping itu saat itu kan pelajarannya banyak waktu itu. Kan banyak juga sekolah-sekolah yang dapat tanggungan dari pemerintah dan banyak juga yang ditanggung. Dan juga banyak jasa-jasanya yang bisa dipakai. Kalau dibilang orang berkelahi itu pokoknya agama apa saja tidak ada yang bagus. Kalau sudah tidak ada perkelahian itu agama apa saja bagus. Kan begitu jadinya. Yang penting sekarang kan kesadaran.

Ini kan akan saya gunakan untuk melengkapi buku saya, kan biar ada cerita dari saudara yang beragama Bali Hindu yang pernah melihat Kak Loting walaupun tidak benar dia cerita banyak?
Kalau dengan saya memang  yang sebenarnya dia ceritakan sama saya, itu kan saya itu kan sing juari (malu bertanya) bertanya ini dan itu. Kalau saya kan yang saya pentingkan itu yang akan saya gunakan untuk bekerja (melali) maka itu yang saya tanyakan.

Saat dia kalah bertarung itu dia mau mengaku kalah kan begitu?
Ya memang bilang, biar kalah dia mengaku dan kalau menang juga dia mengaku.

Nah pernah katanya dia menang?
Ya pernah menang saat dulu kan begitu, ini kan kakeknya yang di sini bilang, kalau kakeknya yang di sini itu kan tidak senang membuat-buat, Daji, yang dari Sibang kan sakti dia itu jadi Basur Sibang, dia mengaku sakti ke sana ke Buduk. Saat itu kan ada orang yang ngaben, kan ada namanya saat orang ngaben itu memanjang, namanya Ida Bagus Bima, lalu kan dikerjai sama kakeknya karena dia itu mengaku sakti.  Lalu kan dia lantas jatuh dan karena itu yang menjadi jalan dia meninggal. Nah saat kakeknya masih hidup dan kalau di Buduk ada bilang dirinya sakti, maka banyak sekali yang sudah dikerjai. Kalau ada yang bikin batu bata (batu merah, untuk tembok),  kalau tidak ada yang melapor ke Kakek Loting, maka batu batanya tetap akan mentah. Di sini kan ada namanya Pan Sumadi, ada juga yang bernama I Saka.

Sekarang masih hidup?
I Saka itu kan karena salah ngomong, dibilang oleh kakeknya kalau kakeknya yang makan.

Bagaimana kakeknya bilang?
Itu karena ada bertengkar juga, itu kakeknya yang nganu (melakukannya) kan dibagaimanakan juga kan tidak dilihat saat makan, itu kan bilang-bilang, kakeknya kan punya group, kalau itu kan bergroup begitu, kalau misalnya sakti, maka mereka akan bikin di murid, lalu kan muridnya disuruh menyakiti, lalu kan minta pengobatan ke sana (Pekak Loting), lalu dia sembuh dan dapat dah dia daksina (sesaji yang beralaskan sebuah bakul dari daun kelapa berisi kelapa yang sudah dikupas, telur, beras, uang, dan sebagainya yang bisa dipesembahkan kepada pemimpin upacara).


Bagaimana modelnya itu saya tidak mengerti?
Itu kan balian (dukun) dengan leak itu kan bersaudara. Kan punya murid, kalau ada balian-nya tidak punya uang, maka muridnya akan disuruh menyakiti orang lain, maka orang itu akan berobat ke dukunnya, sehingga dia akan mendapat daksina. Misalnya siapa (si Dagdag) sakit lalu di-peluasang (dicari tahu sebab-sebab penyakitnya) ke Balian lalu kan sembuh dan akhirnya dia sembuh, balian-nya itu kan dapat daksina yang ada sari- (materi persembahannya) nya.

Lalu kan Kakek Loting yang mengobati gitu?
Ya. Kalau soal ceritanya itu, saya saat masih kecil sudah diberitahu.

Kakek Lotingnya?
Ya.

Bagaimana katanya dia?
“Baliannya nak metimpal ngajak leake, yen kak tusing ngelah pipis, ngae ba kak sakit.”  (Dukun itu berteman dengan leak, kalau kakek tidak punya uang, kakek akan menebarkan penyalit). Nah kalau misalnya sakit kan kesana-kemari tidak bisa mengobati, lalu kan dibawa dah ke tempatnya dia.  Lalu kan sembuh dapat dah dia daksina kan gitu jadinya kan akhirya dia bisa ke tajen (berjudi). Tapi akhirnya kakeknya kan tidak mau, nah saat mati kakeknya sampai rumahnya habis. Nah itu kan habis digunakan dan itu kan tidak bisa dipakai kekayaan.

Berarti kan bisa dia beli rumah hanya dengan itu gitu?
Dak, itu kan rumahnya itu habis, kan sebelumnnya punya rumah seperti kantoran dan akhirnya semakin mengecil dan akhirnya menjadi gubuk yang beratap daun klangsah (daun kelapa). Nah setelah dia meninggal kan hilang rumah dan dia juga meninggal. Itu upah (karma) nya karena kakeknya itu suka mengerjai orang dengan kesaktiannya. Tapi jatuhnya akhirnya kekayaannya juga habis. Sekarang anak-anaknya saja yang mengikuti dan kalau cucu-cucunya tidak ada yang mau mengambil pekerjaan itu. Kalau cucunya tidak ada yang mau mengambil pekerjaan itu, mereka khusus hanya belajar Kristen dan membikin kedaimaian, dan mereka sudah kaya-kaya semuanya (bersambung)


No comments:

Post a Comment