Nama Informan : I Made Gubeg, alias Pan Made Suarda (1)
Tempat Wawancara : Banjar Balangan, Dewa Kuwum, Badung
Tanggal: 5 Januari 2002
Pewawancara :
Nyoman Wijaya, Ketua TSP
Transkriptor : Dewa
Ayu Satriawati, Staf Admin TSP
Korektor : Nyoman
Wijaya, Ketua TSP
Pengantar:
Saya
sedang mencari informasi yang lebih jelas mengenai Pan Loting dari sudut
pandang keluarganya yang masih beragama Hindu. I Made Gubeg adalah salah satu
dari darinya, selain Ketut Rada, Made Darma, dan Nyoman Bukel yang sudah
diwawancarai pada kesempatan lain. I made Gubeg adalah seorang cucu dari Pan
Loting yang merupakan anak dari keponakannya bernama Made Jerug. I Made Gubeg
adalah kakak dari Nyoman Bukel. Wawancara kali ini akan banyak sekali bercerita
mengenai leluhur Pan Loting yang disebut Pasek Badak. Pasek Badak diyakini oleh para
keturunannya sebagai orang yang mampu mengalahkan Raja Mengwi. Karena ada Pasek
Badak, hanya Desa Buduk yang belum bisa dikalahkan oleh Raja Mengwi, dalam
upayanya menyatukan dan desa-desa yang ada dalam wilayah kekuasaannya, menjadi
kerajaan besar. Namun karena kesetiannya terhadap raja, maka dalam suatu perang
tanding dengan raja, Pasek Badak bersedia mengalah dengan cara membuka rahasia
kesaktiannya, berupa cane (sirih yang biasa dipakai dalam suatu
rapat. Untuk
jelasnya lihat file “Katanya,
Karena Saya Sama Sekali Tidak Pernah Melihat Tuhan Secara Nyata”; “Setelah
Menjelang Meninggal Dia Kembali Masuk Kristen”; dan “Tidak, yang Ada Dari Hindu
Masuk Ke Kristen.”
Sekitar 1968 bulan 6.
Oh jadi tahun 1968 hilang (meninggal) begitu?
Ya. Habis bertarung (adu kesaktian ilmu leak) dia di Penarungan. Di
Penarungan dia kalah, dia kan jadi bukur (menara
usungan [sekah, perwujudan orang yang
meninggal dibuat dari kayu cendana dan lain-lain dalam upacaya pitra yadnya {upacara yang terkait dengan siklus kehidupan
manusia} ] yang bertingkat menjulang tinggi dengan hiasan berwarna serba
putih dan kuning) dan dikalahkan sama Garuda.
Bukur itu apa?
Ya yang berupa kesaktian pengleakan.
Bagaimana rupa bukur itu?
Saya kan tidak tahu.
Kalahnya melawan Garuda gitu?
Ya.
Orang dari mana yang mengalahkan dia?
Dari Tuak Ilang, Penebel.
Berarti kan lebih sakti jadinya dia?
Ya lebih sakti. Kakek Loting itu sudah
seratus kali mengalahkan lawan, tapi dia itu malah kalah dengan lawannya yang
ini. Dia itu kan sakti. Dia itu sering istilahnya metangtang (saling menantang) di kuburan Penarungan.
Nah saat dia kalah itu siapa yang bilang
seperti itu, aapak Pekak Loting-nya?
Pekaknya dia kan bilang begini, “jani bapa
suba kalah, baang bapa ngidih yeh.” (sekarang Bapak sudah kalak, ijinkan Bapak
minta air). Hanya air saja sedikit saat menjelang ajalnya karena sudah kalah
saat dia jadi Bukur dan dikalahkan
oleh Garuda, saat bertarung di Kuburan Penarungan. (Maksudnya begini: dengan
menggunakan ilmunya, Pan Loting berubah wujud menjadi sebuah bukur, sedangkan lawannya berubah
menjadi seekor burung garuda)
Lalu siapa yang dimintai air?
Ya keponakannya dan keluarganya di rumah.
Dimana katanya bertarung?
Itu di kuburan Penarungan.
Setelah datang dari sana langsung mati
gitu?
Ya.
Saat itu masih dia Kristen?
Ya masih.
Atau karena Kristennya dia kalah?
Ya itu kan karena waktunya, ada yang lebih
sakti dari dia. Dan disamping itu juga karena fisiknya sudah tua.
Kalau kakeknya di sini (kakek dari Made
Gubeg atau ayahnya Made Jerug) apakah kalah sakti dengan Pan Loting?
Kalau itu kan kakeknya di sini tidak pernah
bertarung.
Artinya kalau dari segi kepintarannya?
Itu seri mungkin. Kalau kakeknya di sini
itu, kan Pan Loting itu tidak berani kepadanya.
Yang mana lebih tua?
Lebih tua Pan Loting, dia adalah Pamannya
oleh kakeknya yang di sini. Artinya saudara kandung kakek saya (ayah dari Made
Jerug) adalah Pan Loting.
Berarti yang disegani hanya kakeknya yang
di sini saja oleh Pan Loting gitu?
Ya.
Disegani atau ditakuti?
Pokoknya saling menghargai.
Anaknya Bapak, Made Suarda bilang katanya
pan Loting itu sering ke sini?
Ya sering saat ada nyambutin (upacara tiga bulanan untuk bayi yang baru lahir), dia
itu ikut nyambutin. Saat upacara
pernikahannya saya, dia juga yang memegang
istilahnya gaene (kordinator atau orang yang sangat menentukan dalam
pelaksanaan upacara) di sini.
Maksudnya biar aman gitu?
Ya biar aman, karena kan kita baru pertama
kali punya upacara saat itu. Sedikit ada biar kelar. Kan banyak juga gumatat-gumitit (secara harfiah berarti
segala binatang kecil, tapi yang
dimaksudkan oleh informan adalah berbagai kekuatan jahat yang tidak terduga). itu
kita kan tidak berani maka kita mencari Pan Loting itu, sekitar tahun 1963
bulan 10. Dia dan yang menggendel (menangani)
upacaranya, kalau bukan dia, maka hampir hancur babinya (sebab) saat dipotong
tidak ke luar darah.
Bagaimana ceritanya?
Itu kan dikerjai oleh orang yang di sini
yang paling sakti di Banjar Balangan.
Di potong pakai apa, kok tidak mau keluar
darah?
Pagi-pagi buta kan babinya itu dipotong
tapi tidak mengeluarkan darah, malah yang dikeluarkan darah kuning, kan tidak
ada babi yang darahnya kuning. Lalu Kakek Loting yang memantrai.
Kakeknya lantas datang gitu?
Kakeknya kan memang di sini. “ngoyong nen
lakar baang jani panyupatan” (tunggi sebentar aku aku berikan peleburnya).
Entah apa yang dikasi, lalu mau lantas keluar darah. Katanya yang mengerjai itu
ada lima orang, benar apa salah saya kan tidak tahu. Itu kan kata-kata orang
tua (Pan Loting), boleh dipercaya dan juga tidak. Yang penting kan kepercayaan
kita dan kerjaan kita itu kelar. Jadi hanya itu yang saya tahu, maka itu saja yang
bisa saya ceritakan, kalau nanti saya bercerita yang lebih-lebih kan salah
juga.
Nah jadinya kakeknya yang di sini itu ada hubungan saudara apa
dengan pan Loting?
Kakek Loting itu kan dipakai Paman dari
ayah saya. Saat itu kan tunggalan sanggah (satu kuil keluarga, satu leluhur).
Katakanya dia itu kan soroh (klen) Pasek
Badak, benar begitu?
Nah kalau Badak itu kan, artinya kedudukannya
itu kan dapat cap (kedudukan atau
gelar), artinya saudara Pasek yang memberikan atau mengangkat kewibawaannya
dia. Kalau seperti manusia kan titel, misalnya kalau sekarang orang bersekolah
itu kan dapat titel SH, tokohnya kan
satu lalu karena kepintarannya lalu dia itu dapat titel Badak.
Jadi itu karena kepintarannya gitu?
Ya karena kepintarannya dan juga karena
bisa menduduki gumi (menjadi penguasa). Jadi pangkatnya itu kan lebih tinggi
dari saudara-saudaranya yang lain. Nah sekarang kan hanya kami saya yang pura
kawitan Pasek Badak meru yang bertumpang tujuh. (semakin tinggi tumpang meru
suatu klen semain tinggi status sosialnya di masyarakat, meru yang paling
tinggi bertumpang sebelas)
Dimana pura kawitan (kuil pemujaan leluhur) Pasek Badaknya pak?
Sekarang kan di rumah di Buduk, di situ ada
meru bertumpang tujuh.
Dirumahnya siapa? Di rumahnya Pan Loting?
Bukan di Pura Pasek. Dari Pasar Buduk itu
dari utara di bawah pohon beringin itu.
Disamping Pasar Buduknya itu?
Ya. Itu kan mrajan dia katanya itu.
Kalau rumahnya juga di sana? Kalau rumahnya
di mana?
Kalau rumahnya saya tidak tahu. Katanya kan
di Buduk itu kalau letaknya saya kurang tahu.
Berarti kan benar itu keturunannya?
Kalau itu mungkin benar, itu kan ada pelinggih (altar pemujaan)nya.
Dimana pelinggih
(altar pemujaan)-nya?
Di Pasek Badak, lalu karena dia jadi Kristen,
lalu kawitan (kuil leluhur)-nya lalu
kan saudara kandungnya yang mengurus itu.
Lalu siapa namanya sekarang yang mengurusi?
Itu kan Mangku Pasek sekarang. Karena
keluarga itu masih jauh dan tunggal
sanggah (satu kuil keluarga) tunggal
kawitan (satu kuil leluhur) juga tunggal
paibon (tempat pemujaan leluhur dari keluarga yang masih jelas pertalian
kekerabatannya). Saudaranya bertiga atau berempat saya itu tidak tahu, ada yang
sebagian beragama Hindu dan ada juga yang sebagian beragama Kristen. Nah saat
tahun itu, saat paceklik yang pertama itu karena gandum dan juga disamping
gandum.
Itu kan tahun 1963?
Bukan
itu yang lebih dulu. Jadi karena gandum itu kan lebih bagus rasanya pindah
agama ke sana karena kan dapat jaminan dan belajar juga bebas. Nah kalau tidak
ada yang belajar maka saya itu tidak akan punya saudara seperti sekarang yang
jadi dokter saudara Kristennya dan juga ada jadi Pastur. Nah sekarang kan sudah
berbaur agamanya, yang penting menjaga keselamatan dan juga tahu dengan Tuhan,
semua tahu dengan Tuhan, mencari kedamaian dan juga bisa mencari nafkah dan
belajar, dan yang penting kita itu masih tetap bersaudara dan rukun karena
luhurnya satu, makanya kakeknya kan tidak memandang dengan orang yang berlainan
agama.
Berarti kakeknya yang di sini dengan Kak
Loting kan masih dia bersaudara seperti biasa?
Ya masih saling mengundang. Saat kakeknya
yang di sini itu punya upacara maka Kakek Loting dia itu akan ke sini. Kalau Kakek
loting punya acara, maka saya kundangan (mendapat
undangan) juga ke sana.
Ke sanggah-nya
Pan Loting, bapak ke sana?
Ya, karena dia pura paibon-nya itu sendiri.
Oh begitu?
Ya
kan ditinggal sama kakeknya dan ibunya itu di situ. Yang menyungsung (menjunjung, melaksanakan kewajiban) di pura itu kan
saudaranya beragama Hindu yang menyungsung
dan masih di karang (pekarangan
rumah)-nya Pan Loting, ibu kakeknya. Kalau mau sekarang bisa ke sana.
Nah
kalau saya ke sana sekarang siapa yang saya cari?
Kalau
ke sana kan di sebelah utara rumah itu kan ada Pan Gede Candra dan sebelah
selatannya itu kan paibon dan itu adalah pekarangan-nya Pan Loting.
Disebalah
mana rumahnya Paul Sujana?
Na
ini kan Sujana dan kan ada jalan ke bara, tanya saja rumahnya Pan gede Candra
saja.
Mana
yang lebih tua dari Bapak?
Itu
kan saya yang punya adiknya. Itu dah yang disebelah selatan itu.
Lalu
tahu dah kita rumahnya Pan Loting gitu?
Ya.
Kalau rumahnya Loting itu kan disebelah selatannya Pura.
Nah
kalau sekarang dimana saja soroh (klen)
Pasek Badak-nya? Semuanya di Buduk atau dimana?
Kalau
itu saya tidak tahu, kalau pokoknya saya yang ikut nyungsung (menjunjung) itu kan sedikit dan selain itu kan di Mengwi
dan juga yang soroh Batu juga menyungsung Badak, di mecane (sirih yang
digunakan pada waktu rapat, yang merupakan titik lemah Pasek badak, sehingga
bisa dibunuh oleh Raja Mengwi), di mangepuk
di pengipuane (tempat berkubang) juga ada yang nyungsung, sampai kulitnya ada yang menyungsung.
Siapa
lagi namanya?
Itu
kan yang saat di mangepuk, makipu
(berkubang)
Ini
kan kulit badak yang asli dan bukan Pasek Badak yang asli gitu?
Badaknya
dah, katanya kan meninggal luhurnya saya yang di Mengwi, Badak itu kan lari
lalu tertembak, di Tumbak Nayuh, saat masih hidup kan di situ kandangnya
pekipuan (tempat berkubang)nya makepuk,
badanne mecandi (kandanganya ada
candinya).
Jadi
ada orang yang bernama Pasek Badak, karena dia punya Badak begitu ya?
Itu
kan saat bertapa itu dia dapat istilahnya dapat pelinggihan Badak (kendaraan badak).
Badak
itu kan pangkat. Bukannya binatang Badak kendaraannya gitu?
Kalau
sekarang ke sana ……pokoknya kan binatang itu …….., kan tidak ada yang Pasek
Badak, itu kan hanya pangkat.
Seperti
Gajah, Lembu kan pangkat juga artinya?
Ya,
kan tidak mungkin ada dari lahirnya itu kan. Nah kalau dari segi kekuatannya
dia itu memang benar sakti dan panggilannya katanya lain.
Siapa
katanya parab (panggilan)-nya?
Kalau
itu saya kurang tahu. Tapi kalau kakeknya, dibilang Pasek Badan Pengasih, itu katanya agar saya tidak salah. Jadi Badak
itu adalah gelarnya, karena di antara semuanya, kalau itu orang yang bilang
tapi kalau saya kan tidak merasa. Nah itu kan dapat pertolongan saudara Pasek-nya
jika saat menderita, misalnya jika transmigrasi. Nah dimana saja itu. Makanya
dulu saat jaman Gestok (Gerakan Satu Oktober)-nya diminta ………..untuk dimasukan
oleh pemerintahnya tapi kakeknya tidak mau, “to ngudiang mideh” (itu kenapa
kemana-mana), makanya lalu tidak ada kelihatan di pemerintahan sedangkan yang
lainnya kan kelihatan odalan (upacara)
sini dan situ. Kalau misalnya emas meskipun ditaruh di kotoran, maka ada juga
yang membilang itu emas dan juga kalau sudah harum, maka akan tetap juga harus.
Kalau misalnya timah ditaruh di puncak gunung juga akan tetap dia masih berupa
timah. Nah kakeknya itu memang begitu adanya, saya itu tidak memuji ataupun mengharumkan
juga tidak senang, depang anake ngadanin
(biarkan orang lain menilai). Nah seperti sekarang orang itu banyak yang merasa
kepanasan dari sana ……lagi mengulang. Kalau sudah dapat empeh (air susu) dari
situ ………….panjak-panjak (abdi-abdi)-nya
beliau itu menyumbang ini dan itu. Dan itu juga tidak bisa dilarang, meskipun
berdesakan pun mau.
Nah
kalau misalnya odalan (merayakan hari
jadi) di Pura Taman Ayun, soroh Pasek
Batu itu apa bapak ikut ke sana?
Kalau
mebakti (bersembahyang) atau yang
lainnya saya ikut tapi kalau misalnya mengeluarkan biaya itu saya itu tidak
ikut.
Berarti
kalau biayanya kan hanya soroh Batu saja?
Ya.
Kalau
misalnya odalan di Pasek Badak itu yang soroh Batu itu ikut maturan ke sana?
Tidak.
Cuma di situ saja. artinya kan orang yang membikin pelinggih (altar pemujaan) maka biar ada yang mencakupkan tangan.
Berarti
kan sering dulu Pan Loting ke sini?
Ya
sering, sehingga saya tahu kalau kakek saya itu sakti, tapi kita kan tidak
dikasi untuk belajar seperti itu. “de cai milu melajah keto baang pekak dogen.”
(jangan kamu ikut mempelajari ilmu seperti itu, biarkan kakek saja yang
melakoninya).
Bapak
pernah diberitahu begitu?
Kan
pernah saya iseng nanya, “kenken pang nyak bisa dadi endih?” (Bagaimana caranya
supaya bisa merubah diri menjadi nyala api).
Lalu dia bilang “sing dadi awak nu cenik, de melajah keto, cara biyune
mara nasak atugel nen gen bisa caploka.” (tidak boleh belajar ilmu seperti itu,
karena kamu masih kecil. Seperti buah pisang yang baru matang separo, nanti
bisa dimakan orang lain).
Sekarang kan dikasi sama pekaknya. “Pang
tiang sing jejeh dogen. Kenken carane apang tiang sing jejeh?” (bagaimana caranya menghilangkan rasa takut?
“Kaukin
dogen nyama papat. Sawireh cucu nu belog, yen ada anak ngugul kaukin dogen
nyamane papat, angga, pati, raja, banas. Jag kalain suba, sing lakar kudianga
raga.” (panggil saja empat saudara kamu.
Karena kamu masih bodoh, kalau ada orang yang mengganggu kamu menggunakan ilmu
hitam, panggil saja empat saudara yang kamu bawa sejak lahir, Angga, Pati,
Raja, dan Banas. Lalu pergi saja, tinggalkan mereka, mereka tidak akan berani
mengganggu kamu).
Kalau sekarang jika saya hitung-hitung
orang yang membicarakan itu maka banyak.
Hanya
itu saja yang diberikan kepada kita.
Ya
hanya itu saja lalu kita tinggal. Pokoknya dimana saja kita tinggal memanggil
itu saja.
Banaspati,
banaspati raja yang begitu itu,
Ya,
“hai jabang bayi, aja tandruh ring aku, tulung nyama papat angga, banas, pati
raja.” Itu saja lalu kita tinggal itu (hai kamu saudaraku, jangan lupa padaku,
empat saudaraku, Angga, Banas, Pati, Raja. Saya kan tidak tahu siapa dan juga
kan tidak tahu artinya, pokoknya hanya itu saja, baik malam maka saya akan
diam, “ih nyama papat tulung tiang jani tiang ngalih merta.” (hai empat
saudaraku, sekarang bantulah saya, saya akan mencari nafkah hidup). Setelah itu
saya akan jalan.
Banaspati,
yang gitu itu?
Ya
artinya kan, Anggapati, Prajapati, Banaspati, Banaspati raja.
Hanya
itu saja bapak dikasi bekel?
Bekel (jimat) juga
dikasi tapi saya kan tidak perlu bawa lagi. Lalu saya dapat lagi ditumpukan buku-bukuny , itu kakek Loting yang punya
pelajarannya.
Dari
mana bapak tahu kalau itu pelajarannya kakeknya itu?
Itu
kan dari buku-bukunya ada nanti saya akan tunjukkan.
Banyak
bukunya yang masih?
Ya
itu kan sudah dikasi minta orang sama pekaknya.
Siapa
yang lebih banyak mengambil?
Gagus,
kakeknya kan orangnya polos.
Sekarang
masih dia?
Tidak
Gagusnya kan udah meninggal. Kakeknya kan polos (lugu) di kasi bukunya, Gagus
juga mengambil yang tebal sekali.
Artinya
kakek yang di sini kan gitu ya?
Ya.
Saya dikasi di sini disuruh mempelajari, tapi kan kakeknya yang disini itu
polos dan jika ada yang minta bukunya untuk dipinjam kan dikasi lalu setelah
itu hilang dah bukunya karena tidak ada yang minta kembali.
Jadi
itu saja yang dikasi cerita sama kak Loting dan itu juga karena bertanya
begitu?
Bukannya
karena bertanya tapi itu kan karena bukunya yang dikasi.
Apa
judul bukunya?
Itu
dah saudara yang empat (catur sanak,
empat saudara) itu saja yang dikasi tahu. Makanya sekarang ada yang jual di
pasar-pasar ternyata ada yang sama sedikit-sedkit begitu pikiran saya. selai
kabir, mukair-mukair itu juga masih,
Apa
artinya?
Itu
kan masih didalam kandungan ……………….manik. begitu ternyata dan ternyata pintar
kakeknya mengasi tahu dulu. Kalau tidak jadi meninggal itu kan tidak mungkin
jadi juga dia itu meninggal.
Nah
Kak Loting itu apa memang benar senang dia beragama Kristen atau bagaimana?
Kalau
sebelumnya dia itu kan senang beragama Hindu kan dia itu dulu jadi Topeng
Sidakarya. Dia itu memang sangat senang menarikan topeng. Itu kan karena ada
musim paceklik itu dan akhirnya dia mungkin karena kelaparan itu akhirnya dia
pindah ke Kristen.
Itu
kakeknya yang cerita atau siapa yang mengasi tahu sama kakeknya?
Itu
kan kakeknya yang di sini pernah cerita dan dia yang dengar di sana begitu,
lalu kan dinasehati, “ngudiang men kutang bapa sanggah?” (kenapa bapak
tinggalkan kuil keluarganya). Lalu setelah masuk Kristen itu lalu dia kan dapat
lantas sumbangan, sebelumnya kan begitu cara Kristennya untuk mendapatkan
anggota baru. Itu melalui sumbangan, ada juga Panti Asuhan dapat pakaian, dan
juga dapat gandum kan begitu jadinya.
Kakeknya
yang bilang begitu dulu kan gitu ya?
Ya
begitu saya dikasi tahu dan disamping itu saat itu kan pelajarannya banyak
waktu itu. Kan banyak juga sekolah-sekolah yang dapat tanggungan dari
pemerintah dan banyak juga yang ditanggung. Dan juga banyak jasa-jasanya yang
bisa dipakai. Kalau dibilang orang berkelahi itu pokoknya agama apa saja tidak
ada yang bagus. Kalau sudah tidak ada perkelahian itu agama apa saja bagus. Kan
begitu jadinya. Yang penting sekarang kan kesadaran.
Ini
kan akan saya gunakan untuk melengkapi buku saya, kan biar ada cerita dari
saudara yang beragama Bali Hindu yang pernah melihat Kak Loting walaupun tidak
benar dia cerita banyak?
Kalau
dengan saya memang yang sebenarnya dia
ceritakan sama saya, itu kan saya itu kan sing
juari (malu bertanya) bertanya ini dan itu. Kalau saya kan yang saya
pentingkan itu yang akan saya gunakan untuk bekerja (melali) maka itu yang saya
tanyakan.
Saat
dia kalah bertarung itu dia mau mengaku kalah kan begitu?
Ya
memang bilang, biar kalah dia mengaku dan kalau menang juga dia mengaku.
Nah
pernah katanya dia menang?
Ya
pernah menang saat dulu kan begitu, ini kan kakeknya yang di sini bilang, kalau
kakeknya yang di sini itu kan tidak senang membuat-buat, Daji, yang dari Sibang kan sakti dia itu jadi Basur Sibang, dia
mengaku sakti ke sana ke Buduk. Saat itu kan ada orang yang ngaben, kan ada namanya saat orang ngaben itu memanjang, namanya Ida Bagus
Bima, lalu kan dikerjai sama kakeknya karena dia itu mengaku sakti. Lalu kan dia lantas jatuh dan karena itu yang
menjadi jalan dia meninggal. Nah saat kakeknya masih hidup dan kalau di Buduk ada
bilang dirinya sakti, maka banyak sekali yang sudah dikerjai. Kalau ada yang
bikin batu bata (batu merah, untuk
tembok), kalau tidak ada yang melapor ke
Kakek Loting, maka batu batanya tetap akan mentah. Di sini kan ada namanya Pan
Sumadi, ada juga yang bernama I Saka.
Sekarang
masih hidup?
I
Saka itu kan karena salah ngomong, dibilang oleh kakeknya kalau kakeknya yang
makan.
Bagaimana
kakeknya bilang?
Itu
karena ada bertengkar juga, itu kakeknya yang nganu (melakukannya) kan dibagaimanakan juga kan tidak dilihat saat
makan, itu kan bilang-bilang, kakeknya kan punya group, kalau itu kan bergroup
begitu, kalau misalnya sakti, maka mereka akan bikin di murid, lalu kan
muridnya disuruh menyakiti, lalu kan minta pengobatan ke sana (Pekak Loting),
lalu dia sembuh dan dapat dah dia daksina (sesaji yang beralaskan sebuah bakul
dari daun kelapa berisi kelapa yang sudah dikupas, telur, beras, uang, dan
sebagainya yang bisa dipesembahkan kepada pemimpin upacara).
Bagaimana
modelnya itu saya tidak mengerti?
Itu
kan balian (dukun) dengan leak itu kan bersaudara. Kan punya murid, kalau ada balian-nya tidak punya uang, maka muridnya
akan disuruh menyakiti orang lain, maka orang itu akan berobat ke dukunnya,
sehingga dia akan mendapat daksina.
Misalnya siapa (si Dagdag) sakit lalu di-peluasang
(dicari tahu sebab-sebab penyakitnya) ke Balian lalu kan sembuh dan akhirnya
dia sembuh, balian-nya itu kan dapat daksina
yang ada sari- (materi persembahannya) nya.
Lalu
kan Kakek Loting yang mengobati gitu?
Ya.
Kalau soal ceritanya itu, saya saat masih kecil sudah diberitahu.
Kakek
Lotingnya?
Ya.
Bagaimana
katanya dia?
“Baliannya
nak metimpal ngajak leake, yen kak tusing ngelah pipis, ngae ba kak sakit.” (Dukun itu berteman dengan leak, kalau kakek
tidak punya uang, kakek akan menebarkan penyalit). Nah kalau misalnya sakit kan
kesana-kemari tidak bisa mengobati, lalu kan dibawa dah ke tempatnya dia. Lalu kan sembuh dapat dah dia daksina kan gitu jadinya kan akhirya dia
bisa ke tajen (berjudi). Tapi
akhirnya kakeknya kan tidak mau, nah saat mati kakeknya sampai rumahnya habis.
Nah itu kan habis digunakan dan itu kan tidak bisa dipakai kekayaan.
Berarti
kan bisa dia beli rumah hanya dengan itu gitu?
Dak,
itu kan rumahnya itu habis, kan sebelumnnya punya rumah seperti kantoran dan
akhirnya semakin mengecil dan akhirnya menjadi gubuk yang beratap daun klangsah (daun kelapa). Nah setelah dia
meninggal kan hilang rumah dan dia juga meninggal. Itu upah (karma) nya karena kakeknya itu suka mengerjai orang dengan
kesaktiannya. Tapi jatuhnya akhirnya kekayaannya juga habis. Sekarang
anak-anaknya saja yang mengikuti dan kalau cucu-cucunya tidak ada yang mau
mengambil pekerjaan itu. Kalau cucunya tidak ada yang mau mengambil pekerjaan
itu, mereka khusus hanya belajar Kristen dan membikin kedaimaian, dan mereka
sudah kaya-kaya semuanya (bersambung)
No comments:
Post a Comment