Nama Informan : Pendeta Ketut Daniel (2)
Tempat Wawancara: Banjar Untal-Untal, Dalung, Badung 8 Februari 2001
Pewawancara : Nyoman Wijaya, Ketua TSP
Transkriptor : Wahyuni, tim peneliti TSP
Korektor : Nyoman Wijaya, Ketua TSP
Terus bagaimana perubahan Bapak setelah percaya Yesus? khan banyak
sekali perbedaannya seperti karma phala?
Bagaimana cara Bapak melupakan ajaran karma
phala, apa Bapak masih terbawa-bawa ?
Waktu saya masuk ke agama Kristen sebab ajarannya itu begini,
percaya kepada Tuhan Yesus dosa hilang, seperti tadi itu, “percaya
ja.....percaya ja.....tuah ja (memang benar) percaya”.
Nyanyian-nyanyian itu diberikan waktu itu, bagus sekali, gampang keselamatan
kita, cukup percaya, tidak perlu bikin caru, Tsang To Hang mengajarkan itu
tidak perlu potong kambing, potong ayam, karena caru yang suci itu adalah Isa
Almasih caru, percaya saja. Nah nyanyiannya itu, “percaya
ja......percaya......tuah percaya ja...”. Itu diajarkan begitu dulu secara
berulang-ulang sampai mendarah daging. Itu orang-orang Kristen itu begitu
gembira-gembira, pada waktu mereka sudah nyanyiannya apa : ”Ngutang iris Tuhan
Yesus, ninting kencang ...” Nah itu diajarkan Tsang To Hang. Jadi cara
pengajaran Tsang To Hang saya nilai adalah dia mengajarkan sesuatu berlagu,
menyanyi, jadi dengan begitu gampang diingat. Sama dengan di Bali khan begitu
juga, dengan makekawin, itu yang diikuti Tsang To Hang cara-caranya. Yang dia
katakan dengan caru itu, di Bali khan ada caru, dia pakai itu Isa korban caru
yang suci. Itu yang dipakai, itu yang mengetuk hati orang-orang.
Tapi Bapak khan masih dalam
masa transisi belum begitu mengerti Kristen, dalam Hindu konsep karma phala itu khan masih ada melekat,
bagaimana itu pak?
Sampai sekarang masih melekat, masih saya rasakan, makanya orang
Kristen itu jangan berbuat yang tidak baik.
Sedangkan kalau orang Kristen mengakui “Tuhan Yesus saya mengaku
dosa-dosa saya dan tidak mengulangi” dosanya pasti hilang khan?
Hilang. Itu keyakinan banyak orang. Tapi saya belum itu. Meskipun
secara Kristen saya ucapkan tetapi dalam hati saya lain, karena konsep itu
sudah kadung melekat. Maka itu selalu
saya katakan karma phala. Disini saya tulis sebelum berbuat pikirkan akibatnya.
Saya tulis itu disini di tembok-tembok, karena saya pikir itu masih ada.
Walaupun secara theologis saya hilangkan itu, tapi perasaan masih ada.
Kalau begitu sisa-sisa Hindu itu masih ?
Perasaan-perasaan itu masih ada. Oleh sebab itu saya hindarkan
perbuatan-perbuatan jahat itu, usahakan yang baik. Yang jahat itu Tuhan tidak
berkenan. Itu saya tulis di salah satu
tembok sana belakang, “sebelum berbuat pikirkan akibatnya saudara
ya...kalau kamu berbuat begini, akibatnya begini, itu masih ada, walaupun
secara keyakinan theologisnya Yesus telah menghapus dosa kita......
Terus bagaimana akhirnya Bapak melupakan leluhur Bapak pak?
Artinya putus pak setelah Bapak menjadi Kristen berarti tidak boleh lagi Bapak
mebakti ke sanggah? Bagaimana caranya Bapak memutus hubungan dengan leluhur Bapak
?
Kalau itu memang tidak tahu juga saya ya. Saya pikir saya tidak
perlu lagi berbicara dengan leluhur saya, sebab saya percaya kalau dia berbuat
baik pasti dia akan masuk ke surga. Kalau dia tidak berbuat itu bagaimana saya
bisa memindahkan dia dari neraka, itu tidak mungkin.
Terus putus hubungan Bapak ? Pernahkah terjadi kontak? Secara
theologis mungkin tidak tetapi secara pak Daniel pribadi mungkin itu.....?
Itu hubungan itu masih ada, tapi apa secara Hindu itu ndak, kami
masih ingat jasa-jasa orang tua, dulu orang tua saya itu mendidik saya begini,
saya harus begini. Itu yang membuat pandangan saya saat ini taat kepada orang
tua. Kalau saya tidak mau taat itu khan berarti saya murtad kepada orang tua.
Orang tua selalu mendidik saya harus jujur, rajin...
Saya khan sekarang punya kakek, “nah cingakin ja tiang mriki”, itu
khan berarti masih ada kontak ? kalau Bapak gimana ?
Tidak pernah saya kontak seperti itu pada orang tua, sebab saya
yakin yang menyelamatkan saya Tuhan Yesus, tidak perlu ada hubungan itu lagi.
Jadi Bapak melupakan ayah....?
Melupakan itu semua, tapi secara manusia masih ingat orang tua,
saat bikin kuburan saya bikin kuburan, saat ngaben
saya ngaben, Bapak saya saya abenkan,
saya tidak menghilang begitu saja, saya yang biayai semua, memukur (upacara tahapan kedua setelah ngaben) juga sudah beres, selesai, tidak ada lagi...
Tetapi Bapak
tidak pernah menyembahnya kemudian ?
Ya...yang jadi satu perkara itu menyembah tidak ada, tapi kalau ngaben yang membiayai tiang (saya)
Walaupun
tidak menyembah, “nyakupang lima,”
(mengatupkan tangan) tapi dalam bathin saja.....?
Saya menghargai.
Bagaimana cara Bapak menghargai ?
Saya menghargai orang tua, hanya saya tutup mata, ya...memang
kadang-kadang terlanjur sedikit ngomong “bapa tingalin tiang,” (ayah lihatlah
saya) kadang-kadang bisa begitu.
Kadang-kadang pernah itu......
Bapak melupakan diri bahwa waktu itu sudah Kristen, padahal dalam
Kristen itu khan tidak boleh ?
Tidak boleh. Ingat saya “bapa tingalin nak tiang ne masih nah bapa
nah !” (Lihatlah juga saya ya Ayah)
Dalam hal apa biasanya Bapak begitu.....?
Kalau saya mengalami kesukaran “bapa tingalin nake ne tiang kene,”
(lihatlah saya dalam keadaaan seperti ini) ingat saya punya “Bapa,” “Bapa” saya
lebih tinggi daripada ini. Kesana lagi....
Pernah nggak Bapak melaporkan kepada orang tua Bapak “pa tiang jani suba mabeda agama,” (ayah sekarang saya sudah pindah agama) pernah nggak
?
Nggak pernah saya.
Orang tua Bapak nggak tahu berarti ?
Nggak tahu, tapi dalam keyakinan saya, kalau atman itu bisa tahu
juga sama dengan kita khan nggak bisa dibatasi dia, dia bisa lihat juga dia
tahu.....
Jadi Bapak tidak pernah melapor ?
Ndak, ndak pernah melapor, dia khan bisa melihat sendiri juga,
sudahlah. Yang saya laporkan kepada Tuhan saya, nggak usah susah-susah “Tuhan
mengapa saya begini ?” Jawab di alkitab “Tenang saja, mengapa kamu susah ?” itu
Alkitab mengajarkan. Kesana saja saya larikan ke Alkitab sekarang, tidak lagi
mengadu atau melapor kepada orang tua.
Dulu-dulu baru Pak ya? dalam kasus apa itu ?
Pada waktu permulaan saya jadi Kristen, karena belum mendalam,
memang kami masih ada hubungan tapi sekarang nggak, umur saya 50 tahun sudah
tidak ada hubungan lagi. Sebelumnya masih.
Hanya karmaphala-nya
saja yang masih ?
Karmaphala-nya masih
itu, rupanya itu dalam Alkitab juga ada disebutkan, kalau kita berbuat baik
kita juga dapat baik disamping penyelamatan dari Yesus.
Walaupun tidak disebutkan karmaphala,
tapi ajarannya mirip ada pak ya ?
Ya, ajarannya ada kamu harus berbuat baik sebesar kamu punya dosa
besar.
Melihat nama Bapak Daniel seperti nama barat begitu Pak, apakah
ayah Bapak kecil memanggil Daniel juga Pak ?
Tidak, nama saya bukan Daniel, Ayah saya memberi nama, tetapi beliau tidak
pernah memanggil, beliau cuma panggil Tut, Ketut !
Tapi Bapak khan punya nama, siapa pak ?
Nama saya, nama Bali saya jelek sekali, malu sebenarnya.
Ya....nama saya sebenarnya G-e-l-e-d-i-g. Geledig, itu namanya.
Jadi demi catatan sejarah saya khan jadi bisa cerita, oh....begini,
bisa saya menyusun bahwa Bapak Geledig ini percaya Yesus generasi 1937.......?
Dia diberikan nama oleh Wayan Pendak, diberi nama di Lombok
“Daniel.” Ini Pak Pendak ini begini Ketut,
yen baang beli nama ne (kalau saya berikan nama) Ketut Daniel, cocok teken jiwan (cocok dengan jiwa) Tut, apang nyak cara (supaya mau seperti) Daniel
nah, Kitab”. Kamu sekolah ke Makasar..............
Tapi khan harus ada kata saksinya pak ?
Oh ya.
Berarti Bapak di Lombok dapat
pelajaran itu Pak, satu tahun ?
Oh disitu
pelajaran saya paling dueg (pintar) ha..ha...
Satu tahun di Lombok sampai dibaptis, kemudian dilanjutkan ke Makassar.
Sebelum berangkat ke sana, ibunya Bapak khan masih ada, ayah Bapak
sudah tiada, dibaptisnya di mana ?
Di
Lombok..........
Di sini khan belum berarti Bapak Kristen ?
Belum di baptis.
Kenapa di Lompok Pak ? disini khan banyak......?.
Ini ceritanya begini, saya tidak dibaptis di sini. Dulu saya waktu
kecil dipersembahkan, istilahnya
dipersembahkan, waktu kecil dibaptis,
belum 18 tahun, belum mencukupi....
Disamping itu Bapak khan bukan lahir dari orang tua Kristen, tidak
boleh dibaptis langsung khan ?
Tidak. Jadi nama saya
diberikan di Lombok oleh Wayan Pendak “Ketut Daniel” Ketutnya tidak hilang.
Biar Ketut nanti punya jiwa seperti Daniel. Teman-teman saya ada diberi nama
Yacub, ada Petrus. Tiga orang pertama, saya masih hidup, teman-teman saya sudah
tiada.
Tapi waktu Bapak belum berangkat ke Lombok khan sudah Kristen
disini Pak ?
Sudah percaya, tapi belum dibaptis. Kita dibaptis, saya dibaptis
selam....
Untuk percaya kepada Yesus,
siapa yang melakukan, kepada siapa Bapak mengakui, pada pendeta ?
Pada pendeta.
Siapa namanya di sini ?
Yang disini tidak ada, Made Risin saja. Waktu itu belum ada
pendeta di Bali. Belum ada pendeta di Bali, kami di Lombok dibaptis oleh
pendeta Belanda namanya Wim Koneman. Dia yang membaptis saya disana, baptis
selam.
Di Lombok mana ?
Di Cakra, di Negara Sakah.
Rumahnya masih ada, tapi gerejanya sudah pindah, dulu di Utara, sekarang di
Selatan.......
Kembali ke Bapak pindah agama di sini, apa Bapak sendiri saja? Tidak
ada teman Bapak laki-laki / perempuan ?
Saudara-saudara saya sudah lebih dulu, kakak saya dulu, saya
paling belakang.
Oh begitu, diulang dulu, kakak Bapak yang pertama siapa namanya ?
Namanya yang perempuan Ni Wayan Gabrig, kemudian Nyoman Radeg.
Jadi hilang yang nomor dua Pak ya? yang no 3 hidup ?
Setelah Nyoman Radeg, yang no 4 Made Tuntun, tiang terus adik saya
lagi 2.
Dari semua saudara Bapak berapa orang yang pindah ke Kristen ?
Semua.
Semua? Berarti yang pertama itu yang perempuan ?
Yang perempuan itu, terus 3 orang.......?
Berarti beliau itu sebaya dengan Gelendung karena Bapak selisih
banyak dengan Gelendung ?
Kakak saya lebih tua.
Mana lebih dulu masuk Kristen, kakak Bapak atau Gelendung ?
Kristennya belakangan kakak saya.
Kakak Bapak belakangan ?
Ya, orang tua khan belum tentu dia Kristen waktu itu.
Berarti Gelendung duluan ?
Ya. Dia orang yang terkemuka disini..........
Kakak Bapak terlebih dahulu, berarti Bapak mengikuti kakak bukan
karena Bapak sendiri ?
Bukan. Kakak saya sudah Kristen.
Kalau kakak Bapak siapa yang mengkristenkan? Pak Gelendung juga ?
Itu karena pergaulan masyarakat waktu itu. Dilihatin orang itu
baik, tekun, itu.....
Apa karena beliau menikah dengan orang Kristen ?
Tidak, karena melihat kehidupan orang.
Masih gadis?
Tidak, sudah berkeluarga dia. Jadi melihat kerukunan, kebaikan
orang Kristen, dia itu “ah ini bagus ini’, itu.....Jadi penginjilnya itu waktu
itu tidak ada kecuali melihat kelakuannya baik, yang dulunya suka main judi, tidak
lagi main judi......
Tahun berapa kakak Bapak yang pertama itu masuk Kristen ?
Tahun-tahun itu juga, tapi bulannya duluan.
Bapak tahun 1937, beliau juga tahun 1937 tapi bulannya lebih awal,
berarti Bapak mengikuti langkah kakak saja ini ya?
Boleh dikatakan begitu tapi sebenarnya tidak. Kakak saya masih
belajar pada saya sebenarnya. Dalam hal ini boleh dikatakan kakak saya lebih
bodoh, tetapi karena keyakinan dia percaya. Tetapi tentang keagamaan saya lebih
pintar.
Boleh saya simpulkan, kalau yang mengantarkan Bapak menjadi
Kristen itu Gelendung ya ?
Gelendung. Dia berjasa waktu saya disuruh menulis itu. Jadi ada
dua sejarah, ada sejarahnya dia cantumkan nama saya itu, dia ada kaitan dengan
saya, dia punya sejarah bukunya kecil.
Dia punya tulisannya. Anaknya ada namanya
Nyoman Durya di Semarang.
Bisa nggak dicarikan itu bukunya pak ?
Nanti saya carikan. Ada nama saya dicantumkan disitu.
Saya tidak akan menulis tentang gereja, tapi saya akan menulis
bagaimana orang Hindu itu berpindah ke agama Kristen...........?.
Jadi sulit sekali, saya berpindah tidak diinjili tapi saya
melihat, menyaksikan hidup orang Kristen yang rukun, kasih sayang, itu yang
sebenarnya.
Atau karena Bapak pernah naksir cewek yang beragama Kristen ?
Nggak pernah.
Atau karena krisis ekonomi waktu itu khan zaman meleset pak ?
Ya.
Bapak merasakan tidak zaman itu ?
Ya...tapi kami tidak terlalu miskin, ada tanah 50 are cukup untuk
makan.
Tidak miskin, karena ayah Bapak pemangku ya ?
Ya...tidak tergolong miskin, kemudian kami nekat sekolah waktu itu
ya karena kami tidak mau ketinggalan, kami bertekad mau menjadi orang yang berguna.
Kakak-kakak Bapak sekolah juga ?
Sekolah Injil tidak, dia tinggal di rumah. Cuma saya saja yang
nekat tertarik belajar Alkitab supaya tahu alkitab dan agama Kristen yang
betul, bisa mengajar begitu. Sebab prinsip saya itu supaya bisa mengajar.
Setelah pindah agama, waktu belum ke Lombok, bagaimana caranya Bapak
bergaul dengan teman-teman Bapak yang dulu sering diajak gradag-grudug (bergaul)?
Biasa-biasa saja, tidak ada masalah.
Tidak majaguran
(berkelahi) pak ?
Tidak.
Tidak ditanya kenapa kamu berpindah agama ?
Tidak, waktu itu tidak seperti itu.
Siapa saja teman sepermainan Bapak waktu itu yang masih Hindu ?
Teman sepermainan saya, sudah tidak ada lagi yang hidup, semua
sudah meninggal. Pak Sweca dulu di bawah
saya adik dari PETA sudah tidak ada, Pak Petrus, Pak Is sudah tidak ada...
Yang masih beragama Hindu ada nggak yang masih hidup ?
Sepengetahuan saya nggak. Teman-teman sepermainan saya, yang seumur
saya tidak ada yang masih hidup. Namanya I Gredek sudah mati, I Sweca sudah
mati, I Keta dan I Gangsir sudah mati.
Jumlah penduduk waktu itu ada 50 orang pak ?
Waktu itu tidak begitu banyak, sedikit.
Kelian banjar (kepala dusun)-nya turun temurun juga ya ?
Kelian banjarnya waktu itu Pan Wiri. Setelah saya masuk Kristen
baru diganti oleh orang yang muda-muda.
Boleh dikatakan tahun 30-an Untal-Untal sudah Kristen semua pak ?
Apa ada yang masih bertahan ?
Tidak. Tahun 30-an tidak Kristen, ada beberapa orang.
Sekarang baru
Kristen semua begitu ?
Tidak, ada yang masih Hindu, kira-kira ada masih 10.
Masih 10 KK begitu? Terus yang pindah agama ke Kristen itu sanggah (kuil keluarga)-nya semua sudah
dibongkar pak ?
Sudah, waktu itu sudah.
Termasuk sanggah Bapak
juga ?
Ya, sanggah saya juga.
Jadi apa sanggah Bapak
sekarang, jadi rumah biasa pak ?
Ya.
Tidak dijadikan tempat sembahyang ?
Tidak kecuali yang di depan ini yang dipagar itu khan bekas pura
dulu, ini punya saya dulu, dan pada tahun 1948 waktu saya datang dari Makasar
saya adakan rapat banjar. “Ida dane banjar sareng sami sira sane sida mongkar
puran titiang driki, aturin titiang mangkin ida dane mongkar.” (warga banjar
yang terhormat, siapa yang bersedia membongkar pura saya di sini, saya akan
ijinkan Bapak-Bapak membongkarnya). Tidak ada yang mau, buat apa saya
berat-berat. Mau satu jadi dua. Kalau tidak begitu sudah kami kasi banjar untuk
mengelola. Baru-baru ini ada beberapa orang minta supaya dia bisa mendirikan.
Kami silahkan, pakai saja, kami tidak mau bikin masalah. Kalau memang mau dibikin tempat ibadah silahkan.
Nah itulah terjadi, makanya tidak ada sengketa apa-apa. Sebab kami menyadari,
kalau mereka perlu ya kasi saja, siapa tahu dengan kami berbuat baik-baik dia
juga akan mengerti seperti saya melihat baik-baik akhirnya menjadi Kristen,
saya tidak mau tegang-tegang.
Sekarang di sini ada kuburannya Pak ?
Disini nggak ada, kita punya kuburan itu di Dalung.
Dulu yang Bapak ceritakan disini itu tidak boleh...?.
Di kuburan itu tidak boleh. Ada kuburan tapi kita tidak dapat
bagian.
Banjar Untal-Untal dimana kuburannya? di Dalung ?
Di Dalung. Di desa Dalung itu ada kuburannya khusus untuk orang
Untal-Untal, orang-orang Dalung itu ada.
Tapi orang Untal-Untal yang beragama Karisten nggak diizinkan ?
Tidak diizinkan waktu itu. Nah....karena ada masalah sedikit,
kuburan itu diberikan kepada orang Kristen sampai sekarang. Hampir habis dan
dibelikan lagi sekarang di Desa Dalung juga.
Kapan diberikan? Setelah Indonesia merdeka ?
Tidak. Semasih itu zaman Belanda. Waktu itu sudah diberikan
kuburan tanah itu, yang diberikan Made Gelendung dulu. Nah kalau ini kita
bicara lagi orang Kristen khan pernah mengalami masalah di sini sampai mereka
kembali ke Hindu dan beberapa waktu kemudian kembali ke Kristen. Kuburan itu
diberikan kepada Made Gelendung waktu itu dia di Makasar. Dia saja diakui
Kristen di sini, beberapa hari kemudian diberikan untuk semua. Waktu itu
Untal-Untal dapat kuburan semua tahun 1936 atau 1935 barangkali saya sudah
tidak ingat, dapat kuburan disini Kristen sampai aman, tetapi ada kesukaran
orang-orang Belanda melihat, dianjurkan pindah ke Blimbingsari di Negara. Tapi
tidak semua yang dtang ke sana. Dari Untal-Untal ada, dari Buduk ada, Abianbase
juga ada. Tapi yang tinggal disini masih banyak. Di Untal-Untal terutama hanya
5 orang atau 10 orang saja yang kesana.
Menjadi pembuka Kristen disana ?
Ya.
Di antara banjar-banjar yang Bapak sebutkan tadi di sekitar
Denpasar ini berarti Untal-Untal yang paling pertama masuknya Kristen ya ?
Pertama di Untal-Untal tempat, dan dibaptis di Tukad Dalung ini.
Mana yang lebih awal, Dalung apa Untal-Untal yang masuk Kristen ?
Untal-Untal tempat tumbuhnya Kristen yang terdiri dari orang
Untal-Untal, orang Dalung, Abianbase dan Buduk, juga ada perguruan mereka
disini.
Berarti disini basiknya agama Kristen kemudian menyebar ke
daerah-daerah lain ?
Di sini lahirnya agama Kristen, lalu penganut-penganut agama
Kristen ini dipesan oleh Tsang To Hang supaya ajaran ini disampaikan kepada
keluarganya.
Jadi saya simpulkan mereka disini menggunakan murid-murid dari Pan
Loting itu Pak ya?
Betul. Jadi itu disuruh bergerak karena Pan Loting sudah
dikalahkan. Jadi dia anjurkan kepada murid-muridnya, ikuti ajaran ini, ajaran
Isa. Isa ngaran Isi.
Dan Pan Loting pernah menceritakan kekalahannya kepada Bapak ya? Di
mana?
Ya kepada saya di asrama kami, di dekat sini. Pan Loting
menceritakan kepada saya, Tsang To Hang juga, saya spesial dikunjungi oleh
Tsang To Hang.
Tsang To Hang menceritakan apa ?
Tsang To Hang menceritakan begini, waktu dia hampir mati ini. Jadi
sebelum dia mati, dia sudah kesini berkali-kali, ada photo saya dengan dia.
Tsang To Hang bilang begini waktu dia hampir mati ini, saya dipanggil ke
Surabaya, saya datang, saya, anak saya dan ibu. “Daniel, banyak-banyak orang
Kristen Bali tapi saya khawatir orang Kristen banyak tapi mereka tidak punya
Kristus, sebab itu harus diberikan palajaran yang mantap supaya orang Kristen
betul-betul memiliki Kristus.” Ya itu pesan Tsang To Hang yang saya ingat di
pesan.
Kapan itu pak ?
Beberapa tahun yang baru lalu, waktu masih pemerintahan Suharto.
Jadi apa dia pernah cerita bagaimana dulu dia bisa ketemu dengan
Pan Loting ?
Dia ceritakan kepada saya, dia dulu dicoba oleh Pan Loting, dia
yang cerita itu. Pan Loting juga cerita. Dia juga cerita bahwa dia dicoba dan
dimantrai tetapi kalah Pan Loting. Karena dia kalah dia menyerah maka
murid-muridnya diajak disuruh ikut saya, begitu dia cerita. Waktu dia berpisah,
waktu Tsang To Hang meninggalkan Bali, begini dia pesan : “Sekarang Tsang To
Hang pergi, tetapi Kristus tetap di Bali, jangan takut !” Itu saja pesannya.
Kapan dia pergi dari Bali Pak ?
Tahun 1937. Itu dia bilang,
Tsang To Hang boleh pergi tapi Kristus tetap di Bali. Tuhan Yesus juga bilang
sekali aku buka pintu tiada yang akan menutup. Itu dia bilang pada waktu
perpisahan itu. Otak saya kok ingat yang begitu-begitu. Itu dia bilang. Apa
artinya, saya tidak mengerti artinya saya ingat saja. Kata perpisahannya itu.
Kemudian Tsang To Hang pergi.
Di mana perpisahannya ?
Di rumah Made Risin.
Ada acara makan-makan ?
Tidak, secara sederhana sekali.
Berapa orang yang hadir ?
Semua muridnya
yang di sini, dan yang dari Buduk, Abianbase, dll.
Kira-kira jumlahnya sudah ada 50 ?
Banyak orang, 300-an ada. Tapi seluruh Bali.
Ada yang nangis pak ?
Waktu dia pergi nangis-nangis. Ada satu keluarga setelah Tsang To Hang pergi,
tidak mau dibaptis secara Bali, gereja Bali. Dia tidak mau. Dibaptis selam dia
juga tidak mau. Saya mau dibaptis Tsang To Hang. Dia fanatik sekali. Namanya Ketut
Darya, fanatik sekali, harus selam. Kapan datang Tuan Jaffray baru saya mabakti (berdoa). Dia katakan dulu itu, fanatiknya begitu.
Kalau gereja dimana sembahyang waktu itu ?
Waktu itu belum ada gereja, dirumah-rumah tangga saja.
Sembahyang biasa saja ?
Waktu itu tidak dinamakan sembahyang “berkumpul”.
Tiap minggu tidak ada kebaktian ?
Tidak ada istilah kebaktian, kumpul.
Di rumah Made Risin tiap minggu ?
Tiap minggu, ada yang mengajar.
Dipungut bayaran pak ?
Tidak. Yang namanya materi itu tidak ada. Mereka begitu semangat
sekali dan saya sendiri melihat bersemangat sekali.
Jadi saya ulangi disini awalnya perkembangan Kristen yang menyebar
di lingkungan Dalung ini pak ya ?
Disini pangkalnya. Tempat baptisan pertama maka dikatakan baptisan
pertama itu di sungai Dalung. Dari sini baru pembaptisan di Abianbase, Wangaya
yang diikuti oleh banyak orang.
Dari Buduk belum ada ?
Sudah ada. Jadi satu disini.
Siapa saja orang-orangnya yang pertama ?
Ada dibuku ini.
Bapak baptisan keberapa ?
Saya dibaptis tahun 1938 di Lombok.
Maka disebutlah pembaptisan di dekat sungai Dalung, belum ada
gereja ?
Kalau dulu belum. Sekarang sudah ada disini dekat sini. Waktu
didirikan gereja ini saya baru datang dari Makasar. Saya memimpin pertama.
Tahun 47 saya memimpin gereja ini.
Terus Bapak ke Lombok sendiri saja?
Tiga orang. Nyoman Gangsir, Made Teplos dan saya. Sampai disana
rubah nama.
Siapa namanya?
Nyoman Yacub (awalnya Gangsir), kemudian Made Petrus (awalnya Made
Teplos) dan saya Ketut Daniel.
Dibayarkan, dikasi duit pak ?
Tidak.
Ke Lombok bagaimana tidak ada duit ?
Pakai duit sendiri, orang dulu bayarnya sedikit-sedikit tidak
sampai ribuan, jutaan, paling-paling 50 sen.
Tahu nggak waktu itu diluar daerah ini sudah ada Kristen, pernah
dengar ?
Di Lombok ada.
Bapak sudah tahu sebelumnya ?
Sudah di Negara Sakah di sana.
Kalau di Denpasar tahu Pak ?
Belum ada, cuma itu Cina di Wangaya, namanya Ong Ithit.
Gereja Kristus Kasih Bapak
juga yang mendirikan ?
Ini khan baru tahun 1955. Itu tahun 1955 waktu saya mulai di
Denpasar, saya yang mendirikan, saya yang mulai.
Itu tanah negara ?
Setahu saya sejak saya baru datang, tanah itu pasraman/asrama
sekolah waktu itu, kemudian kami pakai kantor, kantor Sinode, kemudian kami
dirikan gereja kecil.
Orang-orang keluarga Pak Gelendung dan Gereda masih ada disini ?
Nggak, tapi anak cucunya ada.
Bisa dihubungi pak ?
Bisa saya hubungi Made Thimotius.
(karena banyak hal yang belum jelas, maka tanggal 20 Juli 2001,
saya kembali datang ke rumah Pendeta Daniel)
Maaf Pak, saya belum jelas tentang keluarganya Bapak
Risin, bisa Bapak ceritakan siapakah Beliau itu dan masih kah ada keluarganya
sekarang?
Made risin anaknya yang laki-laki kedua-duanya
sudah meningal, sekarang ini hanya cucunya
dan yang mengetahui tetang Made Risin sudah tidak ada lagi. Anaknya Bapak
Risin berjumlah tiga, perempuan satu. Yang perempuan ini tinggal di Abian Base,
namanya Made Wiarsa. Dia punya suami yang bernama Pendeta Wayan Sudana. Anak
pertama Bapak Risin bernama Ni luh Marta, rumahnya di depan pura. Berarti ini
termasuk Desa Dalung Banjar Untal-untal. Kalau Gaji itu terdiri dari beberapa banjar,
atau bisa disebut Desa Dalung Gaji. Salah satu banjar yang termasuk didalamnya
adalah Banjar Untal-unatal. Seangkan kalau Buduk itu desa lain.
Dulu ada mayat seorang warga Kristen, tidak
diterima dikuburkan di kuburan orang Bali, lalu datang orang Tsang To Hang
kesini untuk ambil mayatnya.
Orang Kristen pertama dulu disini adalah Made
Risin, I Gerut, Pekak (Kakek) Thimotius. salah
satu dari kakeknya Timotius meninggal dunia. Nah itu yang tidak mendapat
kuburan. Saudaranya Made Timotius bernama Made Raharja, ia seorang guru, Made
Bingar, dan Ketut Pandul. Jadi ada tiga saudaranya timotius. Yang menjadi pelopor
utama sesion pertama adalah keluarga itu (Timotius). Bapak Made Risin yang
membawa Tsang To Hang kesini, dan yang belajar pada Pan Loting adalah Pak Gerut,
Gereda, dan Risin.
Dari
Denpasar, Banjar Untal-untal yang didatangi terlebih dahulu. Dahulu di
Untal-Untal ada perguruan kebatinan yang dipimpim oleh Pan Loting, di sana juga
ada Pak Geret, Gereda, dan Risin. Semuanya itu berada di rumahanya Bapak
Risin. Bapak Risin ini mempunyai seorang
teman yang bernama I Gusti Nyoman Rinda di Denpasar, Banjar Wangaya. Dia ini menceritakan ada seseorangn
bernama Tsang To Hang yang alhi di bidang agama atau perguruan yang mengajarkan
ajaran Baru. Diberitahukan kesini, kemudian Made Risin memberitahukan kepada
Pan Loting.
Setelah
Tsang To Hang sampai di sini diberitahukan ke Pan Loting. Ia tidak percaya, maka dicoba kesaktiannya
Sang To Hang. Sang To Hang diberi mantra agar kolok (bisu), tapi dia tidak juga kolok. kemudian ia diberikan
racun dan ia tidak juga mati. Kemudian Pan Loting menarik kesimpulan bahwa
inilah ajaran yang kita perlukan. Kemudian ia beritahukan kepada muridnya tentang
guru/pengajar yang baru[]
No comments:
Post a Comment