Friday, April 15, 2016

Meskipun Secara Kristen Saya Ucapkan tetapi dalam Hati Saya Lain


Nama Informan  : Pendeta Ketut Daniel (2)
Tempat Wawancara: Banjar Untal-Untal, Dalung, Badung 8 Februari 2001
Pewawancara : Nyoman Wijaya, Ketua TSP
Transkriptor : Wahyuni, tim peneliti TSP
Korektor : Nyoman Wijaya, Ketua TSP

Terus bagaimana perubahan Bapak setelah percaya Yesus? khan banyak sekali perbedaannya seperti karma phala? Bagaimana cara Bapak melupakan ajaran karma phala, apa Bapak masih terbawa-bawa ?
Waktu saya masuk ke agama Kristen sebab ajarannya itu begini, percaya kepada Tuhan Yesus dosa hilang, seperti tadi itu, “percaya ja.....percaya ja.....tuah ja (memang benar) percaya”. Nyanyian-nyanyian itu diberikan waktu itu, bagus sekali, gampang keselamatan kita, cukup percaya, tidak perlu bikin caru, Tsang To Hang mengajarkan itu tidak perlu potong kambing, potong ayam, karena caru yang suci itu adalah Isa Almasih caru, percaya saja. Nah nyanyiannya itu, “percaya ja......percaya......tuah percaya ja...”. Itu diajarkan begitu dulu secara berulang-ulang sampai mendarah daging. Itu orang-orang Kristen itu begitu gembira-gembira, pada waktu mereka sudah nyanyiannya apa : ”Ngutang iris Tuhan Yesus, ninting kencang ...” Nah itu diajarkan Tsang To Hang. Jadi cara pengajaran Tsang To Hang saya nilai adalah dia mengajarkan sesuatu berlagu, menyanyi, jadi dengan begitu gampang diingat. Sama dengan di Bali khan begitu juga, dengan makekawin, itu yang diikuti Tsang To Hang cara-caranya. Yang dia katakan dengan caru itu, di Bali khan ada caru, dia pakai itu Isa korban caru yang suci. Itu yang dipakai, itu yang mengetuk hati orang-orang.


Tapi Bapak khan masih  dalam masa transisi belum begitu mengerti Kristen, dalam Hindu konsep karma phala itu khan masih ada melekat, bagaimana itu pak?
Sampai sekarang masih melekat, masih saya rasakan, makanya orang Kristen itu jangan berbuat yang tidak baik.

Sedangkan kalau orang Kristen mengakui “Tuhan Yesus saya mengaku dosa-dosa saya dan tidak mengulangi” dosanya pasti hilang khan?
Hilang. Itu keyakinan banyak orang. Tapi saya belum itu. Meskipun secara Kristen saya ucapkan tetapi dalam hati saya lain, karena konsep itu sudah kadung melekat.  Maka itu selalu saya katakan karma phala. Disini saya tulis sebelum berbuat pikirkan akibatnya. Saya tulis itu disini di tembok-tembok, karena saya pikir itu masih ada. Walaupun secara theologis saya hilangkan itu, tapi perasaan masih ada.

Kalau begitu sisa-sisa Hindu itu masih ?
Perasaan-perasaan itu masih ada. Oleh sebab itu saya hindarkan perbuatan-perbuatan jahat itu, usahakan yang baik. Yang jahat itu Tuhan tidak berkenan. Itu saya tulis di salah satu  tembok sana belakang, “sebelum berbuat pikirkan akibatnya saudara ya...kalau kamu berbuat begini, akibatnya begini, itu masih ada, walaupun secara keyakinan theologisnya Yesus telah menghapus dosa kita......

Terus bagaimana akhirnya Bapak melupakan leluhur Bapak pak? Artinya putus pak setelah Bapak menjadi Kristen berarti tidak boleh lagi Bapak mebakti ke sanggah? Bagaimana caranya Bapak memutus hubungan dengan leluhur Bapak ?
Kalau itu memang tidak tahu juga saya ya. Saya pikir saya tidak perlu lagi berbicara dengan leluhur saya, sebab saya percaya kalau dia berbuat baik pasti dia akan masuk ke surga. Kalau dia tidak berbuat itu bagaimana saya bisa memindahkan dia dari neraka, itu tidak mungkin.

Terus putus hubungan Bapak ? Pernahkah terjadi kontak? Secara theologis mungkin tidak tetapi secara pak Daniel pribadi mungkin itu.....?
Itu hubungan itu masih ada, tapi apa secara Hindu itu ndak, kami masih ingat jasa-jasa orang tua, dulu orang tua saya itu mendidik saya begini, saya harus begini. Itu yang membuat pandangan saya saat ini taat kepada orang tua. Kalau saya tidak mau taat itu khan berarti saya murtad kepada orang tua. Orang tua selalu mendidik saya harus jujur, rajin...

Saya khan sekarang punya kakek, “nah cingakin ja tiang mriki”, itu khan berarti masih ada kontak ? kalau Bapak gimana ?
Tidak pernah saya kontak seperti itu pada orang tua, sebab saya yakin yang menyelamatkan saya Tuhan Yesus, tidak perlu ada hubungan itu lagi.

Jadi Bapak melupakan ayah....?
Melupakan itu semua, tapi secara manusia masih ingat orang tua, saat bikin kuburan saya bikin kuburan, saat ngaben saya ngaben, Bapak saya saya abenkan, saya tidak menghilang begitu saja, saya yang biayai semua, memukur (upacara tahapan kedua setelah ngaben) juga sudah beres, selesai, tidak ada lagi...

Tetapi Bapak tidak pernah menyembahnya kemudian ?
Ya...yang jadi satu perkara itu menyembah tidak ada, tapi kalau ngaben yang membiayai tiang (saya)

Walaupun tidak menyembah, “nyakupang lima,” (mengatupkan tangan) tapi dalam bathin saja.....?
Saya menghargai.

Bagaimana cara Bapak menghargai ?
Saya menghargai orang tua, hanya saya tutup mata, ya...memang kadang-kadang terlanjur sedikit ngomong “bapa tingalin tiang,” (ayah lihatlah saya) kadang-kadang bisa begitu. Kadang-kadang pernah itu......

Bapak melupakan diri bahwa waktu itu sudah Kristen, padahal dalam Kristen itu khan tidak boleh ?
Tidak boleh. Ingat saya “bapa tingalin nak tiang ne masih nah bapa nah !” (Lihatlah juga saya ya Ayah)

Dalam hal apa biasanya Bapak begitu.....?
Kalau saya mengalami kesukaran “bapa tingalin nake ne tiang kene,” (lihatlah saya dalam keadaaan seperti ini) ingat saya punya “Bapa,” “Bapa” saya lebih tinggi daripada ini. Kesana lagi....

Pernah nggak Bapak melaporkan kepada orang tua Bapak  “pa tiang jani suba mabeda agama,” (ayah sekarang saya sudah pindah agama) pernah nggak ?
Nggak pernah saya.

Orang tua Bapak nggak tahu berarti ?
Nggak tahu, tapi dalam keyakinan saya, kalau atman itu bisa tahu juga sama dengan kita khan nggak bisa dibatasi dia, dia bisa lihat juga dia tahu.....

Jadi Bapak tidak pernah melapor ?
Ndak, ndak pernah melapor, dia khan bisa melihat sendiri juga, sudahlah. Yang saya laporkan kepada Tuhan saya, nggak usah susah-susah “Tuhan mengapa saya begini ?” Jawab di alkitab “Tenang saja, mengapa kamu susah ?” itu Alkitab mengajarkan. Kesana saja saya larikan ke Alkitab sekarang, tidak lagi mengadu atau melapor kepada orang tua.

Dulu-dulu baru Pak ya? dalam kasus apa itu ?
Pada waktu permulaan saya jadi Kristen, karena belum mendalam, memang kami masih ada hubungan tapi sekarang nggak, umur saya 50 tahun sudah tidak ada hubungan lagi. Sebelumnya masih.

Hanya karmaphala-nya saja yang masih ?
Karmaphala-nya masih itu, rupanya itu dalam Alkitab juga ada disebutkan, kalau kita berbuat baik kita juga dapat baik disamping penyelamatan dari Yesus.

Walaupun tidak disebutkan karmaphala, tapi ajarannya mirip ada pak ya ?
Ya, ajarannya ada kamu harus berbuat baik sebesar kamu punya dosa besar.

Melihat nama Bapak Daniel seperti nama barat begitu Pak, apakah ayah Bapak kecil memanggil Daniel juga Pak ?
Tidak, nama saya bukan Daniel,  Ayah saya memberi nama, tetapi beliau tidak pernah memanggil, beliau cuma panggil Tut, Ketut !

Tapi Bapak khan punya nama, siapa pak ?
Nama saya, nama Bali saya jelek sekali, malu sebenarnya. Ya....nama saya sebenarnya G-e-l-e-d-i-g. Geledig, itu namanya.

Jadi demi catatan sejarah saya khan jadi bisa cerita, oh....begini, bisa saya menyusun bahwa Bapak Geledig ini percaya Yesus generasi 1937.......?
Dia diberikan nama oleh Wayan Pendak, diberi nama di Lombok “Daniel.” Ini Pak Pendak ini begini Ketut, yen baang beli nama ne (kalau saya berikan nama) Ketut Daniel, cocok teken jiwan (cocok dengan jiwa) Tut, apang nyak cara (supaya mau seperti) Daniel nah, Kitab”. Kamu sekolah ke Makasar..............

Tapi khan harus ada kata saksinya pak ?
Oh ya.

Berarti Bapak di Lombok dapat  pelajaran itu Pak, satu tahun ?
Oh disitu pelajaran saya paling dueg (pintar) ha..ha... Satu tahun di Lombok sampai dibaptis, kemudian dilanjutkan ke Makassar.

Sebelum berangkat ke sana, ibunya Bapak khan masih ada, ayah Bapak sudah tiada, dibaptisnya di mana ?
Di Lombok..........

Di sini khan belum berarti Bapak Kristen ?
Belum di baptis.

Kenapa di Lompok Pak ? disini khan banyak......?.
Ini ceritanya begini, saya tidak dibaptis di sini. Dulu saya waktu kecil dipersembahkan,  istilahnya dipersembahkan,  waktu kecil dibaptis, belum 18 tahun, belum mencukupi....

Disamping itu Bapak khan bukan lahir dari orang tua Kristen, tidak boleh dibaptis langsung khan ?
Tidak. Jadi  nama saya diberikan di Lombok oleh Wayan Pendak “Ketut Daniel” Ketutnya tidak hilang. Biar Ketut nanti punya jiwa seperti Daniel. Teman-teman saya ada diberi nama Yacub, ada Petrus. Tiga orang pertama, saya masih hidup, teman-teman saya sudah tiada.

Tapi waktu Bapak belum berangkat ke Lombok khan sudah Kristen disini Pak ?
Sudah percaya, tapi belum dibaptis. Kita dibaptis, saya dibaptis selam....

Untuk percaya kepada  Yesus, siapa yang melakukan, kepada siapa Bapak mengakui, pada pendeta ?
Pada pendeta.

Siapa namanya di sini ?
Yang disini tidak ada, Made Risin saja. Waktu itu belum ada pendeta di Bali. Belum ada pendeta di Bali, kami di Lombok dibaptis oleh pendeta Belanda namanya Wim Koneman. Dia yang membaptis saya disana, baptis selam.

Di Lombok mana ?
Di Cakra, di Negara  Sakah. Rumahnya masih ada, tapi gerejanya sudah pindah, dulu di Utara, sekarang di Selatan.......

Kembali ke Bapak pindah agama di sini, apa Bapak sendiri saja? Tidak ada teman Bapak laki-laki / perempuan ?
Saudara-saudara saya sudah lebih dulu, kakak saya dulu, saya paling belakang.

Oh begitu, diulang dulu, kakak Bapak yang pertama siapa namanya ?
Namanya yang perempuan Ni Wayan Gabrig, kemudian Nyoman Radeg.

Jadi hilang yang nomor dua Pak ya? yang no 3 hidup ?
Setelah Nyoman Radeg, yang no 4 Made Tuntun, tiang terus adik saya lagi 2.

Dari semua saudara Bapak berapa orang yang pindah ke Kristen ?
Semua.

Semua? Berarti yang pertama itu yang perempuan ?
Yang perempuan itu, terus 3 orang.......?

Berarti beliau itu sebaya dengan Gelendung karena Bapak selisih banyak dengan Gelendung ?
Kakak saya lebih tua.

Mana lebih dulu masuk Kristen, kakak Bapak atau Gelendung ?
Kristennya belakangan kakak saya.

Kakak Bapak belakangan ?
Ya, orang tua khan belum tentu dia Kristen waktu itu.

Berarti Gelendung duluan ?
Ya. Dia orang yang terkemuka disini..........

Kakak Bapak terlebih dahulu, berarti Bapak mengikuti kakak bukan karena Bapak sendiri ?
Bukan. Kakak saya sudah Kristen.

Kalau kakak Bapak siapa yang mengkristenkan? Pak Gelendung juga ?
Itu karena pergaulan masyarakat waktu itu. Dilihatin orang itu baik, tekun, itu.....

Apa karena beliau menikah dengan orang Kristen ?
Tidak, karena melihat kehidupan orang.

Masih gadis?
Tidak, sudah berkeluarga dia. Jadi melihat kerukunan, kebaikan orang Kristen, dia itu “ah ini bagus ini’, itu.....Jadi penginjilnya itu waktu itu tidak ada kecuali melihat kelakuannya baik, yang dulunya suka main judi, tidak lagi main judi......

Tahun berapa kakak Bapak yang pertama itu masuk Kristen ?
Tahun-tahun itu juga, tapi bulannya duluan.

Bapak tahun 1937, beliau juga tahun 1937 tapi bulannya lebih awal, berarti Bapak mengikuti langkah kakak saja ini ya?
Boleh dikatakan begitu tapi sebenarnya tidak. Kakak saya masih belajar pada saya sebenarnya. Dalam hal ini boleh dikatakan kakak saya lebih bodoh, tetapi karena keyakinan dia percaya. Tetapi tentang keagamaan saya lebih pintar.

Boleh saya simpulkan, kalau yang mengantarkan Bapak menjadi Kristen itu Gelendung ya ?
Gelendung. Dia berjasa waktu saya disuruh menulis itu. Jadi ada dua sejarah, ada sejarahnya dia cantumkan nama saya itu, dia ada kaitan dengan saya, dia punya  sejarah bukunya kecil. Dia punya tulisannya. Anaknya ada namanya  Nyoman Durya di Semarang.

Bisa nggak dicarikan itu bukunya pak ?
Nanti saya carikan. Ada nama saya dicantumkan disitu.

Saya tidak akan menulis tentang gereja, tapi saya akan menulis bagaimana orang Hindu itu berpindah ke agama Kristen...........?.
Jadi sulit sekali, saya berpindah tidak diinjili tapi saya melihat, menyaksikan hidup orang Kristen yang rukun, kasih sayang, itu yang sebenarnya.

Atau karena Bapak pernah naksir cewek yang beragama Kristen ?
Nggak pernah.

Atau karena krisis ekonomi waktu itu khan zaman meleset pak ?
Ya.

Bapak merasakan tidak zaman itu ?
Ya...tapi kami tidak terlalu miskin, ada tanah 50 are cukup untuk makan.

Tidak miskin, karena ayah Bapak pemangku ya ?
Ya...tidak tergolong miskin, kemudian kami nekat sekolah waktu itu ya karena kami tidak mau ketinggalan, kami bertekad mau  menjadi orang yang berguna.

Kakak-kakak Bapak sekolah juga ?
Sekolah Injil tidak, dia tinggal di rumah. Cuma saya saja yang nekat tertarik belajar Alkitab supaya tahu alkitab dan agama Kristen yang betul, bisa mengajar begitu. Sebab prinsip saya itu supaya bisa mengajar.

Setelah pindah agama, waktu belum ke Lombok, bagaimana caranya Bapak bergaul dengan teman-teman Bapak yang dulu sering diajak gradag-grudug (bergaul)?
Biasa-biasa saja, tidak ada masalah.

Tidak majaguran (berkelahi) pak ?
Tidak.

Tidak ditanya kenapa kamu berpindah agama ?
Tidak, waktu itu tidak seperti itu.

Siapa saja teman sepermainan Bapak waktu itu yang masih Hindu ?
Teman sepermainan saya, sudah tidak ada lagi yang hidup, semua sudah meninggal. Pak Sweca dulu  di bawah saya adik dari PETA sudah tidak ada, Pak Petrus, Pak Is sudah tidak ada...

Yang masih beragama Hindu ada nggak yang masih hidup ?
Sepengetahuan saya nggak. Teman-teman sepermainan saya, yang seumur saya tidak ada yang masih hidup. Namanya I Gredek sudah mati, I Sweca sudah mati, I Keta dan I Gangsir sudah mati.

Jumlah penduduk waktu itu ada 50 orang pak ?
Waktu itu tidak begitu banyak, sedikit.

Kelian banjar (kepala dusun)-nya turun temurun juga ya ?
Kelian banjarnya waktu itu Pan Wiri. Setelah saya masuk Kristen baru diganti oleh orang yang muda-muda.

Boleh dikatakan tahun 30-an Untal-Untal sudah Kristen semua pak ? Apa ada yang masih bertahan ?
Tidak. Tahun 30-an tidak Kristen, ada beberapa orang.

Sekarang baru Kristen semua begitu ?
Tidak, ada yang masih Hindu, kira-kira ada masih 10.

Masih 10 KK begitu? Terus yang pindah agama ke Kristen itu sanggah (kuil keluarga)-nya semua sudah dibongkar pak ?
Sudah, waktu itu sudah.

Termasuk sanggah Bapak juga ?
Ya, sanggah saya juga.

Jadi apa sanggah Bapak sekarang, jadi rumah biasa pak ?
Ya.

Tidak dijadikan tempat sembahyang ?
Tidak kecuali yang di depan ini yang dipagar itu khan bekas pura dulu, ini punya saya dulu, dan pada tahun 1948 waktu saya datang dari Makasar saya adakan rapat banjar. “Ida dane banjar sareng sami sira sane sida mongkar puran titiang driki, aturin titiang mangkin ida dane mongkar.” (warga banjar yang terhormat, siapa yang bersedia membongkar pura saya di sini, saya akan ijinkan Bapak-Bapak membongkarnya). Tidak ada yang mau, buat apa saya berat-berat. Mau satu jadi dua. Kalau tidak begitu sudah kami kasi banjar untuk mengelola. Baru-baru ini ada beberapa orang minta supaya dia bisa mendirikan. Kami silahkan, pakai saja, kami tidak mau bikin masalah. Kalau  memang mau dibikin tempat ibadah silahkan. Nah itulah terjadi, makanya tidak ada sengketa apa-apa. Sebab kami menyadari, kalau mereka perlu ya kasi saja, siapa tahu dengan kami berbuat baik-baik dia juga akan mengerti seperti saya melihat baik-baik akhirnya menjadi Kristen, saya tidak mau tegang-tegang.

Sekarang di sini ada kuburannya Pak ?
Disini nggak ada, kita punya kuburan itu di Dalung.

Dulu yang Bapak ceritakan disini itu tidak boleh...?.
Di kuburan itu tidak boleh. Ada kuburan tapi kita tidak dapat bagian.

Banjar Untal-Untal dimana kuburannya? di Dalung ?
Di Dalung. Di desa Dalung itu ada kuburannya khusus untuk orang Untal-Untal, orang-orang Dalung itu ada.

Tapi orang Untal-Untal yang beragama Karisten nggak diizinkan ?
Tidak diizinkan waktu itu. Nah....karena ada masalah sedikit, kuburan itu diberikan kepada orang Kristen sampai sekarang. Hampir habis dan dibelikan lagi sekarang di Desa Dalung juga.

Kapan diberikan? Setelah Indonesia merdeka ?
Tidak. Semasih itu zaman Belanda. Waktu itu sudah diberikan kuburan tanah itu, yang diberikan Made Gelendung dulu. Nah kalau ini kita bicara lagi orang Kristen khan pernah mengalami masalah di sini sampai mereka kembali ke Hindu dan beberapa waktu kemudian kembali ke Kristen. Kuburan itu diberikan kepada Made Gelendung waktu itu dia di Makasar. Dia saja diakui Kristen di sini, beberapa hari kemudian diberikan untuk semua. Waktu itu Untal-Untal dapat kuburan semua tahun 1936 atau 1935 barangkali saya sudah tidak ingat, dapat kuburan disini Kristen sampai aman, tetapi ada kesukaran orang-orang Belanda melihat, dianjurkan pindah ke Blimbingsari di Negara. Tapi tidak semua yang dtang ke sana. Dari Untal-Untal ada, dari Buduk ada, Abianbase juga ada. Tapi yang tinggal disini masih banyak. Di Untal-Untal terutama hanya 5 orang atau 10 orang saja yang kesana.

Menjadi pembuka Kristen disana ?
Ya.

Di antara banjar-banjar yang Bapak sebutkan tadi di sekitar Denpasar ini berarti Untal-Untal yang paling pertama masuknya Kristen ya ?
Pertama di Untal-Untal tempat, dan dibaptis di Tukad Dalung ini.

Mana yang lebih awal, Dalung apa Untal-Untal yang masuk Kristen ?
Untal-Untal tempat tumbuhnya Kristen yang terdiri dari orang Untal-Untal, orang Dalung, Abianbase dan Buduk, juga ada perguruan mereka disini.

Berarti disini basiknya agama Kristen kemudian menyebar ke daerah-daerah lain ?
Di sini lahirnya agama Kristen, lalu penganut-penganut agama Kristen ini dipesan oleh Tsang To Hang supaya ajaran ini disampaikan kepada keluarganya.

Jadi saya simpulkan mereka disini menggunakan murid-murid dari Pan Loting itu Pak ya?
Betul. Jadi itu disuruh bergerak karena Pan Loting sudah dikalahkan. Jadi dia anjurkan kepada murid-muridnya, ikuti ajaran ini, ajaran Isa. Isa ngaran Isi.

Dan Pan Loting pernah menceritakan kekalahannya kepada Bapak ya? Di mana?
Ya kepada saya di asrama kami, di dekat sini. Pan Loting menceritakan kepada saya, Tsang To Hang juga, saya spesial dikunjungi oleh Tsang To Hang.

Tsang To Hang menceritakan apa ?
Tsang To Hang menceritakan begini, waktu dia hampir mati ini. Jadi sebelum dia mati, dia sudah kesini berkali-kali, ada photo saya dengan dia. Tsang To Hang bilang begini waktu dia hampir mati ini, saya dipanggil ke Surabaya, saya datang, saya, anak saya dan ibu. “Daniel, banyak-banyak orang Kristen Bali tapi saya khawatir orang Kristen banyak tapi mereka tidak punya Kristus, sebab itu harus diberikan palajaran yang mantap supaya orang Kristen betul-betul memiliki Kristus.” Ya itu pesan Tsang To Hang yang saya ingat di pesan.

Kapan itu pak ?
Beberapa tahun yang baru lalu, waktu masih pemerintahan Suharto.

Jadi apa dia pernah cerita bagaimana dulu dia bisa ketemu dengan Pan Loting ?
Dia ceritakan kepada saya, dia dulu dicoba oleh Pan Loting, dia yang cerita itu. Pan Loting juga cerita. Dia juga cerita bahwa dia dicoba dan dimantrai tetapi kalah Pan Loting. Karena dia kalah dia menyerah maka murid-muridnya diajak disuruh ikut saya, begitu dia cerita. Waktu dia berpisah, waktu Tsang To Hang meninggalkan Bali, begini dia pesan : “Sekarang Tsang To Hang pergi, tetapi Kristus tetap di Bali, jangan takut !” Itu saja pesannya.

Kapan dia pergi dari Bali Pak ?
Tahun  1937. Itu dia bilang, Tsang To Hang boleh pergi tapi Kristus tetap di Bali. Tuhan Yesus juga bilang sekali aku buka pintu tiada yang akan menutup. Itu dia bilang pada waktu perpisahan itu. Otak saya kok ingat yang begitu-begitu. Itu dia bilang. Apa artinya, saya tidak mengerti artinya saya ingat saja. Kata perpisahannya itu. Kemudian Tsang To Hang pergi.

Di mana perpisahannya ?
Di rumah Made Risin.

Ada acara makan-makan ?
Tidak, secara sederhana sekali.

Berapa orang yang hadir ?
            Semua muridnya yang di sini, dan yang dari Buduk, Abianbase, dll.

Kira-kira jumlahnya sudah ada 50 ?
Banyak orang, 300-an ada. Tapi seluruh Bali.

Ada yang nangis pak ?
Waktu dia pergi nangis-nangis.  Ada satu keluarga setelah Tsang To Hang pergi, tidak mau dibaptis secara Bali, gereja Bali. Dia tidak mau. Dibaptis selam dia juga tidak mau. Saya mau dibaptis Tsang To Hang. Dia fanatik sekali. Namanya Ketut Darya, fanatik sekali, harus selam. Kapan datang Tuan Jaffray baru saya mabakti (berdoa). Dia katakan dulu itu,  fanatiknya begitu.

Kalau gereja dimana sembahyang waktu itu ?
Waktu itu belum ada gereja, dirumah-rumah tangga saja.

Sembahyang biasa saja ?
Waktu itu tidak dinamakan sembahyang “berkumpul”.

Tiap minggu tidak ada kebaktian ?
Tidak ada istilah kebaktian, kumpul.

Di rumah Made Risin tiap minggu ?
Tiap minggu, ada yang mengajar.

Dipungut bayaran pak ?
Tidak. Yang namanya materi itu tidak ada. Mereka begitu semangat sekali dan saya sendiri melihat bersemangat sekali.

Jadi saya ulangi disini awalnya perkembangan Kristen yang menyebar di lingkungan Dalung ini pak ya ?
Disini pangkalnya. Tempat baptisan pertama maka dikatakan baptisan pertama itu di sungai Dalung. Dari sini baru pembaptisan di Abianbase, Wangaya yang diikuti oleh banyak orang.

Dari Buduk belum ada ?
Sudah ada. Jadi satu disini.

Siapa saja orang-orangnya yang pertama ?
Ada dibuku ini.

Bapak baptisan keberapa ?
Saya dibaptis tahun 1938 di Lombok.

Maka disebutlah pembaptisan di dekat sungai Dalung, belum ada gereja ?
Kalau dulu belum. Sekarang sudah ada disini dekat sini. Waktu didirikan gereja ini saya baru datang dari Makasar. Saya memimpin pertama. Tahun 47 saya memimpin gereja ini.

Terus Bapak ke Lombok sendiri saja?
Tiga orang. Nyoman Gangsir, Made Teplos dan saya. Sampai disana rubah nama.

Siapa namanya?
Nyoman Yacub (awalnya Gangsir), kemudian Made Petrus (awalnya Made Teplos) dan saya Ketut Daniel.

Dibayarkan, dikasi duit pak ?
Tidak.

Ke Lombok bagaimana tidak ada duit ?
Pakai duit sendiri, orang dulu bayarnya sedikit-sedikit tidak sampai ribuan, jutaan, paling-paling 50 sen.

Tahu nggak waktu itu diluar daerah ini sudah ada Kristen, pernah dengar ?
Di Lombok ada.

Bapak sudah tahu sebelumnya ?
Sudah di Negara Sakah di sana.

Kalau di Denpasar tahu Pak ?
Belum ada, cuma itu Cina di Wangaya, namanya Ong Ithit.

Gereja  Kristus Kasih Bapak juga yang mendirikan ?
Ini khan baru tahun 1955. Itu tahun 1955 waktu saya mulai di Denpasar, saya yang mendirikan, saya yang mulai.

Itu tanah negara ?
Setahu saya sejak saya baru datang, tanah itu pasraman/asrama sekolah waktu itu, kemudian kami pakai kantor, kantor Sinode, kemudian kami dirikan gereja kecil.

Orang-orang keluarga Pak Gelendung dan Gereda masih ada disini ?
Nggak, tapi anak cucunya ada.

Bisa dihubungi pak ?
Bisa saya hubungi Made Thimotius.

(karena banyak hal yang belum jelas, maka tanggal 20 Juli 2001, saya kembali datang ke rumah Pendeta Daniel)
    
Maaf Pak, saya belum jelas tentang keluarganya Bapak Risin, bisa Bapak ceritakan siapakah Beliau itu dan masih kah ada keluarganya sekarang?
Made risin anaknya yang laki-laki kedua-duanya sudah meningal, sekarang ini hanya cucunya  dan yang mengetahui tetang Made Risin sudah tidak ada lagi. Anaknya Bapak Risin berjumlah tiga, perempuan satu. Yang perempuan ini tinggal di Abian Base, namanya Made Wiarsa. Dia punya suami yang bernama Pendeta Wayan Sudana. Anak pertama Bapak Risin bernama Ni luh Marta, rumahnya di depan pura. Berarti ini termasuk Desa Dalung Banjar Untal-untal. Kalau Gaji itu terdiri dari beberapa banjar, atau bisa disebut Desa Dalung Gaji. Salah satu banjar yang termasuk didalamnya adalah Banjar Untal-unatal. Seangkan kalau Buduk itu desa lain.

Dulu ada mayat seorang warga Kristen, tidak diterima dikuburkan di kuburan orang Bali, lalu datang orang Tsang To Hang kesini untuk ambil mayatnya.
Orang Kristen pertama dulu disini adalah Made Risin, I Gerut, Pekak (Kakek) Thimotius.  salah  satu dari kakeknya Timotius meninggal dunia. Nah itu yang tidak mendapat kuburan. Saudaranya Made Timotius bernama Made Raharja, ia seorang guru, Made Bingar, dan Ketut Pandul. Jadi ada tiga  saudaranya timotius. Yang menjadi pelopor utama sesion pertama adalah keluarga itu (Timotius). Bapak Made Risin yang membawa Tsang To Hang kesini, dan yang belajar pada Pan Loting adalah Pak Gerut, Gereda, dan Risin.
                        Dari Denpasar, Banjar Untal-untal yang didatangi terlebih dahulu. Dahulu di Untal-Untal ada perguruan kebatinan yang dipimpim oleh Pan Loting, di sana juga ada Pak Geret, Gereda, dan Risin. Semuanya itu berada di rumahanya Bapak Risin.  Bapak Risin ini mempunyai seorang teman yang bernama I Gusti Nyoman Rinda di Denpasar, Banjar  Wangaya. Dia ini menceritakan ada seseorangn bernama Tsang To Hang yang alhi di bidang agama atau perguruan yang mengajarkan ajaran Baru. Diberitahukan kesini, kemudian Made Risin memberitahukan kepada Pan Loting.
                        Setelah Tsang To Hang sampai di sini diberitahukan ke Pan Loting.  Ia tidak percaya, maka dicoba kesaktiannya Sang To Hang. Sang To Hang diberi mantra agar kolok (bisu), tapi dia tidak juga kolok. kemudian ia diberikan racun dan ia tidak juga mati. Kemudian Pan Loting menarik kesimpulan bahwa inilah ajaran yang kita perlukan. Kemudian ia beritahukan kepada muridnya tentang guru/pengajar yang baru[]

No comments:

Post a Comment