Monday, April 18, 2016

Kalau Kamu Mau Percaya dengan Yesus, Berdoa Sembuh




 Nama Informan : Timotius
Tempat wawancara : Banjar Untal-Untal, Desa Dalung, Badung  4 April 2002.
Pewancara : Putu Ayu Rastiti dan Rilla Nugrahen, tim peneliti TSP
Transkriptor     : Dewa Ayu Satriawati, staf admin TSP
Korektor : Nyoman Wijaya, Ketua TSP


Pengantar




Berarti kalau begitu Pak Enteg  dibaptis tanggal 7 Februari ya Pak?
Ya sesuai dengan stambuk, dia itu kan otomatis bersama istrinya, tanggal 7 Februari dibaptis, itu tahun 1940.  itu berarti bahwa dia bersama istrinya dibaptis kemudian disidi, langsung itu pernikahannya dan tepat pada saat itu juga, tanggal 7 Februari tahun 1940.

Kalau prosesi upacaranya itu bagaimana pak, kalau umpamanya dia ini kan dari Hindu, lalau kalau upacara pembaptisan sekaligus pernikahan itu bagaimana pak?
Pada umumnya, waktu itu saya kan masih kecil jadinya saya ini kan tidak tahu segala upacara yang masih agama lama katakan Hindu, itu harus diselesaikan terlebih dahulu di sana, setelah itu baru diupacarakan secara Kristen. Jadi kalau Hindunya baik kalau belum mesangih (upacara potong  gigi) ya mesangih dulu, kalau mepamit (memutuskan hubungan secara perdata dengan keluarga) yang mepamit, itu kan waktu dulu kalau sekarang masih begitu atau tidak saya kurang tahu. Kalau sekarang yang saya alami khususnya dengan jemaat di Untal-Untal, mungkin jemaat yang lain juga sama artinya semua upacara agama lama diselesaikan terlebih dahulu, setelah itu baru upacara selaku agama Kristen.

Kalau seandainya upacara yang di Hindu belum selesai misalnya potong gigi atau apa itu belum selesai, itu bagaimana pak, boleh tidak dibaptis?
Kalau biasanya yang bersangkutan itu memang menyelesaikannya terlebih dahulu. Itu memang pada umumnya begitu dan itu diharap memang agar tidak ada tunggakan apa-apa, sehingga itu kan bebas sudah jadinya. Apalagi kalau saat ini itu memang sudah diatur seperti itu, tidak boleh tidak ada, kalau dulu itu kan entahkah istrinya itu dilarikan saya kan tidak tahu yang penting dia itu kan sudah nikah secara Hindu. Artinya kan pindah agama saja dan tidak perlu apa-apa, saya kira begitu karena kan mereka itu sudah tua. Jadi kan ditinggal dan pindah agama lalu diselesaikan dan itu juga kan pihak keluarga sudah setuju dan terutama yang keduanya, itu sudah bisa diupacarakan. Dan memang berita ini adalah pekerjaan dari jemaat Untal-Untal, yang biasanya dihubungi ke sana pemimpin yang bernama I Wayan Kirig, itu adalah penuntun di Untal-Untal sesudahnya Made Risin dan lain-lain. Itu berarti bahwa waktu saya kecil juga kan ada Pak Made Taga (mengenai Made Taga, lihat  Kita Berdoa Bersama Kamu Pasti Sembuh, Saya Yakin) bilang ada pemuda pemudi berkunjung dan saya pelakunya itu, itu seruling yang dipimpin oleh Kak Daniel, dia datang itu dan itu saya pelakunya, itu 11-13 orang pemuda dan beberapa orang itu masih hidup dan itu termasuk saya.

Berarti kalau Bapak itu saat muda berarti bisa dibilang seangkatan dengan Pak Daniel?
Kalau saya itu kan lebih muda dari dia. Saya itu baru hampir 71 tahun sedangkan pak Daniel sudah 82 tahun. Kalau pak Daniel itu percayanya (dibaptis) kan belakangan dari kakek saya dan saya itu baru keluar dari rahim ibu saya, saya itu sudah Kristen. Ibu saya itu kan sudah Kristen dari dulu, jadinya saya kan tidak tahu bagaimana pengalaman perubahan itu dari agama lama ke baru.

Jadi Bapak itu kan tahunya di sini itu berkembang Kristen?
Tahunya ya. Jadi dari cerita kakek itulah saya itu kan banyak tahu pengalaman, dapat nasehat dan cerita-cerita dan termasuk istri saya juga pernah mendengarkan banyak hal. Dan kalau saya sendiri jika ditanya “bagaimana Bapak saat pindah agama?” kalau itu saya sama sekali tidak merasakan, sebab ketika saya lahir tanggal 28 Nopember 1931, saya itu sudah langsung jadi Kristen, itu persis waktu pembaptisan di tukad Yeh Poh.  Jadi pengalaman saya waktu itu demikian, jadi lain kali kalau ada waktu nanti akan saya ceritakan bagaimana perkembangan umat pada waktu zaman Jepang sejauh yang saya ketahui dan khusus hanya di Untal-Untal saja dan kemudian bagaimana serat salib itu berjalan ke Kwanji,  siapa yang percaya di sana, di sini ada dan saya akan susun.  Jadi biar jangan saya itu ngawur jadi saya akan cerita berdasarkan data saja. Seperti ini itu kan berarti bahwa dari Untal-Untal serat salib itu jalan ke Legian, dimana juga saya sering ke Seminyak, dulu yang terkenal itu ke Legian dan saya juga pernah mengikuti sidang Sinode di sana yang ada di Legian.

Berarti dari Untal-Untal itu ke Legian gitu ya pak?
Ya.  Jalannya orang percaya itu kan mengabarkan Injil itu kan dari untal-Untal itu ke sana. Kirig itu adalah asalnya dari Untal-Untal. Lambat laun berkembang di sana, malahan justru anaknya Wayan Enteg itu kawin dengan anaknya Wayan Kirig.

Ibu Ayu Adi?
Ya ibu Ayu Adi itu. Kalau anaknya Wayan Kirig itu namanya Mustiadi suaminya Nyoman Parna. Nyoman Parna ini anaknya Pak Enteg. Dan itu berarti kan ada serat jalinan itu, baik pemuda sebelum dia menikah itu kan ada saling kenal sebelumnya. Karena yang saya tahu Pak Enteg itu kan tukang memperbaiki sepeda dulunya.

Jadi Bapak pernah bertemu dengan Pak Enteg ini?
Ya saya pernah bahkan sering kali saya itu bertemu. Remajanya kan tidak berpikir seperti sekarang, saya kan tahu saja dia itu melancong ke tempatnya Wayan Kirig itu, ini di warung ini.

Berarti Pak Enteg itu sering ke sini?
Ya.

Lalu kalau dia itu buka bengkel sepeda di Seminyak atau di legian?
Kalau itu di Legian, itu di depan dan rumahnya di belakang tapi kalau sekarang kan tidak lagi seperti itu, sekarang kan semuanya sudah gedung-gedung. Itu di depan kan ada seperti rompok (gubuk) itu dan juga Nyoman Tarna anaknya itu kawan saya satu sekolah.

Berarti anaknya itu sebaya Bapak ya?
Ya tapi dia itu lebih kecil dari saya. Mustadi ini juga lebih kecil dari saya. Dia itu kan baru 42 tahun. Demikian juga dengan masyarakat di sana karena saya itu sudah tua jadinya saya kan tidak ingat lagi dengan mereka, karena saking lamanya. Kalau saya itu ketemu dengan orangnya baru bisa saya kenali, “eh Bapak sampai sekarang masih kuat.” Banyak yang bilang begitu pada saya.

Kalau Bapak itu kenal dengan adiknya Pak Enteg, Ketut Sarni itu?
Kemungkinan kenal, kalau Bapaknya Ayu Adi itu saya kenal. Jadi kalau disebut nama Bapaknya oh ini nama Bapak saya, jadinya saya itu kan tahu.

Nah dulu katanya Bapak itu sering ke Legian lalu bagaimana perkembangan Kristen di sana?
Kalau itu saya mohon maaf, yang tahu tentang di sana itu kan Wayan Enteg dan saya hanya .....datang. Kalau misalnya ada upacara di sana, seperti pernikahan atau apa, kami biasanya pemuda-pemudi yang saling kenal itu, maka akan diundang ke sana dan saya datang, jadi kalau seluk beluknya di sana itu saya sama sekali tidak tahu. jadi itu kan hanya perjalanan saya ke sana dengan kawan-kawan dan hanya itu saja yang saya tahu.

Kalau seperti orang seperti Pak Enteg sendiri dan Pak Kirig itu, banyak tidak jemaat yang dari sana datang ke sini?
Ya artinya keluarga yang dari sana itu kan ikut ke sini, kalau di sini ada apa karena permulaan itu belum ada jemaat dan belum mulai baptisan itu kan diajak ke sini. Dan ada beberapa orang dibaptis i Untal-Untal.

Kalau Pak Enteg ini dibaptisnya di Untal-Untal pak?
Tidak itu kan di Legian, jadi karena tenaga tidak ada di sana, jadi kan di sini dibawakan tenaga. Itu entah siapa yang membaptis saya itu kan tidak tahu, sebab di sini kan tidak disebut. ...mahasiswa yang di sana itu banyak saya tahu tapi saya itu tidak memperhatikan bagaimana  khusus di sana, saya itu tidak tahu. Memang lebih baik dari anak-anaknya itu ditanya itu mungkin tahu dia, yang sudah besar-besar di situ itu sudah tahu bagaimana perkembangan orangtuanya. Nanti kalau bagaimana perlu ini anaknya Wayan Kirig itu ada di sini dan mungkin dia itu tahu, atau ibunya Mustiadi saja ditanya itu. jadi bagaimana waktu permulaan di sana, bagaimana Kristen itu berkembang mungkin saja dia itu tahu.

Selain Pak Kirig siapa lagi kira-kira yang menjadi penuntun di sana (Legian)?
Kalau itu saya kira langsung Pak Enteg ini. Itu hanya beberapa mungkin setiap sore ada Wayan Kirig  datang setiap sore dia yang ke sana, dan ada juga yang lain dan Pak Pendeta Daniel juga  pernah melayani di sini. Kan sudah berkembang banyak dan sudah mampu sendiri,  jadi kalau ada baptisan itu kan mengundang petugas untuk mengadakan baptisan,  jadinya dia kan tidak sendiri dan orang lain yang si suruh.  Jadi itu mengenai seratnya salib itu dari Untal-Untal. Itu permulaannya adalah Pak Wayan Kirig ini yang jual buku dan juga kalau saya tidak salah Pak Wayan Enteg ini, saya itu masih kecil waktu itu dia kan senang sekali nyanyi daerah Bali itu dia itu pintar sekali, mungkin dia itu juga tahu tentang lontar, biasanya ceritanya dia itu tentang wayang-wayang begitu.

Kalau Bapak sendiri pernah dengar ceritanya?
Kalau itu saya memang tidak pernah tapi itu kan cerita dari orang yaitu Wayan Kirig ini.

Jadi  itu yang sudah rajin baca-baca lontar itu begitu ya?
Ya.

Sampai seumur hidupnya Pak Enteg ini jadi tukang sepeda?
Ya.

Jadi Bapak tidak pernah melihat Pak Enteg mengambil pekerjaan lain?
Kalau itu setelah Legian berubah menjadi gedung-gedung itu saya tidak pernah melihat lagi.

Kalau jamannya Bapak dulu itu bagaimana?
Kalau saya itu jalan kaki ke sana, naik sepeda jalan kaki.

Bersama rombongan ini?
Ya bersama yang  13 orang ini. Jadi saat itu memang tidak ada sepeda motor, sedangkan sepeda saja hanya beberapa orang yang punya. Jadi saya itu kan tetap jalan ke Legian, Seminyak dan malahan sampai ke Plambingan itu saya juga tetap jalan. Ke Kerobokan, bahkan sampai ke  Ulun Uma juga saya itu masih tetap jalan, jadi saya bawa seruling saya itu dibawah pimpinan Pak Daniel itu. itu Seruling Kur Ketegut saya katakan dibawah pimpinan Pak Daniel itu, ........., itu adik saya semua saya perlihatkan di sana, Pak Tamiasa juga kelihatan.

Yang mengajar siapa dulu pak?
Ya pak Daniel. Kan dia itu cerita datang dari Makasar. Jadi saya itu kan tetap jalan ke Legian, Seminyak dan malahan sampai ke Plambingan itu saya juga tetap jalan. Ke Kerobokan, bahkan sampai ke Ulun Uma juga saya itu masih tetap jalan, jadi saya bawa seruling saya itu di bawah pimpinan Pak Daniel itu. itu Seruling Kur Ketegut saya katakan di bawah pimpinan Pak Daniel itu, ........., itu adik saya semua saya perlihatkan di sana, Pak Tamiasa juga kelihatan.

Yang mengajar siapa dulu pak?
Ya Pak Daniel. Kan dia itu cerita datang dari Makasar .... yang dicari Anak Agung itu dah. Mungkin raja itu melihat pemuda-pemudinya begitu di rumah,  lalu kan diajar, saat itu kan masih remaja naik ke muda begitulah jamannya, itu yang saya tahu menurut saya dan mungkin yang saya tahu dari sisi saya, sedangkan dari sisi lain saya kan kurang tahu dan memang tidak berani mengatakan. Jadi yang saya tahu Wayan Kirig itu sering ke sana, sehingga anaknya itu sampai kawin di sana.

Jadi langsung mempererat hubungan jemaatnya?
Ya.

Nah kalau yang jadi kur paduan suara itu khusus hanya jemaat-jemaat yang sudah ada saja gitu?
Ya. jadi disamping di Untal-Untal sendiri, itu kira-kira ada 13 orang, dan baru-baru ini, jadi group yang tahun lansia itu saya panggil. ......ceritanya yang masih hidup.

Berapa angkatannya 13?
Ya sekitar itu dan nama-namanya itu masih ada. Itu juga ada yang sudah almarhum. Sampai pendeta S. Jonatan itu juga termasuk.  Jadi  Group saya itu yang membuat suling aktif sekali itu adalah pak Jonatan itu.

Bisa Pak ingat namanya?
Bisa.

Siapa saja?
Saya sendiri Made Timotius, adik saya Rutiningsih,  Luise istrinya Pak Catra, Made Danya  adiknya  Pak Daniel, Wayan Tamiasa, Wayan Repig,  yang sudah meninggal itu Pak Jonatan almarhum,  Ni Ketut Ketel, Wayan Repuh sudah meninggal dan masih ada yang kecil-kecil lagi sedikit, tapi group saya yang pemula itu ada 11 orang.  Lagi Made Sutama, kalau yang kecil-kecil itu banyak dan nanti juga berkembang seruling ini di Blimbingsari ada,  Abianbase ada, di Buduk ada. Kalau yang muncul awalnya adalah dari Untal-Untal. Itu Ni Luh Sepur itu juga tapi sudah almarhum. Jadi saya coba waktu HUT GKPB ini saya undang.  Saya bernyanyi bahwa  anak yang muda itu, bahwa saya itu masih pemuda,  saya tidak mau sebut ini. Dan saya itu tidak mau memanggil seperti Ibu Luise tapi saya panggil saja namanya Ni Luh Luise. Itu ceritanya saya reuni ketika saya itu masih pemuda.  Sesudah saya panggil, saya mengingat, mengenang diatas saya kan ada memang pemuda yang benar, kira-kira jaman Jepang itu situasinya masih dalam perjuangan, dan diatas saya itu baru ada Made Tagel pemudanya, pak Pendeta Daniel, itu ada Wayan Rengging, istrinya pak Made Taga, Ni ...Geloh, istrinya pak pendeta Suweca almarhum, Ni Nyoman Sukahati. Jadi itu artinya hampir pamili semua, lalu Ni Ketut Genter lagi, Ni Nyoman Candul, Ni Wayan Rempug, itu pemuda-pemuda diatas saya.

Itu bisa dibilang mereka itu pemuda generasi pertama Pak, yang seperti Bapak bilang mengadakan kur itu?
Ya  boleh jadi, kalau istilah yang pertama itu saya sendiri kurang tahu sebab di atasnya itu kan ada lagi.

Seperti Pak Risin itu?
Ya itu dah saya kan tidak tahu jadinya yang mana yang disebut pertama. Itu apa yang menurut  yang percaya atau juga menurut keluarga, kalau itu saya sendiri kurang tahu. kalau yang percaya menurut  saya itu kan kakek saya.  Jadi siapa yang percaya waktu itu seumurnya dia,  jadi itu yang pertama.  Lalu yang kedua itu baru Bapak saya, seumurnya dia dan terakhir juga termasuk Wayan Kirig, sesudah itu dibawahnya itu adalah termasuk Pak pendeta Daniel, Suweca dan Taga, dan kemudian di bawahnya itu baru saya. Dan di bawahnya itu kan lebih banyak lagi. Itu kan yang menurut di Jemaat itu yang Kristen.  Mulai Kristen, percaya dan lahirnya, itu kan menurut saya, artinya saya itu kan tidak melihat dari segi keluarga atau jemaat, itu kan menurut saya itu.

Jadi Bapak itu melihat angkatannya?
Angkatannya begitulah. Itu saya pernah mau menulis tentang itu juga.

Kalau yang angkatannya Bapak itu pas di jaman apa, apa itu setelah merdeka ya pak?
Kalau itu kan saya mengalami jaman Hindia Belanda saya juga alami. Saya itu kan lahirnya tahun 1931.  Lalu Bapak saya kira-kira tahun 1934-1935 itu kan ke Makasar itu ke sekolah.

Jadi sejak kecil itu Bapak sudah ke Makasar?
Ya maka dari itu dah cerita saya tentang di Untal-Untal itu sangat kurang. ...jadi saya itu di sana juga agak lama sehingga sampai ada lahir adik saya, jadi lahirnya itu kan di Makasar,  dan itu bersamaan dengan Ni Luh Luise itu kan ada di Makasar bersama waktu itu dengan kakaknya Wayan Durya. Itu dengan Bapak dan masih saudara juga dengan Wayan Gelendung itu dan istrinya dan kami itu kan berempat orang di sana.

Sampai tahun berapa Bapak  itu di Makasar?
Kan Bapak itu sekolah ke sana, itu mungkin ada aturan sekolah itu, lalu dia kan dapat cuti sekian tahun ke Bali tapi kemudian ditugaskan terus di Lombok. Kemudian entah bagaimana akhirnya kami itu dengan Pak Daniel itu bertemu di Lombok, Bapak saya tugas di Lombok dan saya juga diajak ke Lombok. Di Lombok juga Bapak saya itu punya anak satu namanya Ketut Catu, dan oleh karena itu akhirnya saya itu kan tahu Selong, Cakranegara dan saya itu menginap di Loteng dan saya kurang tahu, jamannya itu, tapi kalau sekarang saya itu tidak tahu.

Jadi jaman Belanda ya pak?
Ya.

Kalau biayanya darimana pak?
Kalau itu mungkin dari Zendingnya itu, kalau itu saya kan kurang begitu tahu. Kalau kenapa Bapak saya itu sekolah ke sana, waktu saya kecil kan tidak tahu tapi kira-kira kalau saya pakai sekarang itu, mungkin karena kekurangan tenaga untuk melayani Tuhan dan jemaatnya itu, maka itu disekolahkan. Itu yang adri Untal-Untal kecuali Bapak saya, Bapak Daniel  dan  Made Gelendung itu yang meninggal di sana, itu sudah disebut sering-sering itu memang dia itu sekolah di sana. Dan banyak lagi, namanya saya itu lupa, kalau saya cari beberapa saudara yang dari Untal-Untal, itu sekolah di Makassar. Jadinya wayan Tendak juga pendeta itu yang setelah Gelendung meninggal istrinya menikah dengan pendeta Tendak. Kalau Made Gelendung itu istrinya adalah Ni Wayan Gembor.  Sesudah itu kalau Made Gelendung itu kan tidak tercatat di sini. Kalau gembor kawin dengan Wayan tendak di Untal-Untal tahun 1938, jadi semua dan waktu itu kan masih Kemah Injil.

Jadi kalau Bapak itu pas lahir itu sudah langsung dibaptis begitu ya?
Kalau saya kan tidak tahu diri saya, tapi kalau menurut Bapak saya, saya itu tidak dibaptis dan saya itu hanya diserahkan kepada Tuhan. Jadi kalau gereja Kemah Injil dengan Gereja Bali menurut saya itu lain, jadi kalau menurut pengertian saya, setelah dewasa baru kita itu dibaptis.

Baptis sidi itu pak?
Ya baptis selam itu dah. Kalau di GKPB sekarang kan tidak. Jadi saya itu kan belum diselam karena saya itu kan masih kecil, saya kan hanya diserahkan saja kepada Tuhan, istilahnya saya itu percaya saja.

Percaya tapi belum dibaptis?
Ya begitu dah.

Jadi kalau Bapak itu kenanya baptis selam atau baptis percik?
Kalau itu kan sejarahnya saya sendiri jadinya ini, kalau saya itu kan belum dibaptis dan saya itu kan hanya baru diserahkan saja istilahnya, itu di Kemah Injil Makassar. Sesudah itu saya kan diajak pulang, sesudah itu Bapak saya kan Lombok dan saya itu diajak ke Lombok dan saya tahu itu Lombok, dan dia itu sekolah atau barangkali ditugaskan di sana. Sesudah itu Bapak saya kan kembali ke Makassar. Dia itu memang kembali ke Makasar untuk melanjutkan studinya. Mungkin sudah selesai, cuti atau bagaimana di sana, lalu saya itu ditinggal di rumah dengan Pak Get, itu kira-kira sebelum jaman Jepang.

Berarti Bapak itu kan masih kecil sekali berarti?
Ya saya itu memang masih sekali. Kecil memang tapi saya itu sudah ingat. Sering Bapak itu ke Makasar dan dia kan melanjutkan sekolah di pendeta di sana. Saya itu kan disangoni ringgit itu kan jaman Belanda dan yang memboneng ke Kuta untuk mencari uang itu kan Bapak Wayan Kirig.

Kenapa Bapak itu mencari duitnya itu di Kuta?
Itu kan Pak Suweca yang dikirimi. Itu kan cari tanda tangan Prebekel dulu dan tanda tangan punggawa juga waktu itu, setelah itu baru kita itu ke Denpasar, ke Kantor Pos Denpasar begitu.

Berarti Untal-Untalnya berada di dalam pengawasan punggawa Kuta berarti?
Ya sekarang Untal-Untal ini kan Desa dalung, kecamatan Kuta kabupaten Badung. Sejak dulu begitu. Prebekel (kepala desanya) nya itu kan di Gaji dulu. kalau dulu waktu kecil itu kan dibelikan baju saja kita itu sudah senang. Itu dah kemudian saya itu kan dibonceng ke Kuta. Jadi satu hari kita itu dari Kuta setelah itu kan ke Denpasar. Lalu kalau kantor Pos-nya itu masih di sebelah utaranya Lapangan Puputan Badung yang sekarang itu, percis dimukanya telkom itu lho. Kalau dulu kan tidak seperti sekarang dan ramainya juga tidak seperti sekarang dan hanya satu dua saja yang lewat.

Kenapa orang yang sekolah Teologia itu mesti ke Makassar?
Itu kalau Kemah Injil kan memang begitu. Itu kan masih di Kemah Injil itu, sebab yang datang ke sini itu kan Tsang To Hang. Jadi saat itu orang-orang itu kan belum tahu pekerjaan yang d iatas itu bagaimana bersama dengan gereja Jawi Wetan itu, jadi mungkin karena masih jaman Belanda itu ada aturan-aturan bagaimana saya itu kan tidak tahu.  Kan sudah dijelaskan diatas itu kan. Kalau yang berkemabang itu kan jemaat Untal-Untal. Kemudian lama-lama setelah sampai kepada sekolah, saya itu kan sudah agak lebih remaja, dan dari sana saya itu tahu kalau saya itu mengadakan kebaktian, saya itu kan diajak  dan memang di sana tempat permulaannya ibadah. Jjadi di sana yang saya tahu kan begitu. dimana kakek saya itu adalah muridnya Pan Loting itu, bisa ngeleak (mengubah diri menjadi makhluk jadi-jadian), bisa mengobati, memang pintar juga tapi dia kan tidak ikut seperti itu, dia tahu. Memang dia pernah cerita pada saya, banyak yang Kristen di sini, kalau kamu mau percaya dengan Yesus, berdoa sembuh memang, beberapa tiga orang itu didatangi itu memang sembuh. Oleh karena itu pos PI di Untal-Untal itu jarang yang satu keluarga sekaligus. Jadi kalau ibunya sembuh maka Bapaknya baru lima tahun kemudian.

Jadi perlu waktu begitu ya pak?
Ya perlu waktu memang, itu untuk menyesuaikan diri dan sosialisasi dengan mereka begitu. ya kami ini ....contohnya. ini I Ketut Gereja tahun 1932 istrinya Ni Wayan Jubled Untal-Untal, dibaptis di Untal-Untal dan dibaptisnya itu tahun 1937.

Berarti kan lima tahun jadinya jaraknya?
Ya. begitu juga dengan Ni Made Tuges di Untal-Untal, ini istrinya lima tahun juga. Made Risin sendiri dia kan di Wangaya  (Denpasar, jalan Kartini) tahun 1932 tapi istrinya kemudian baru dibaptis tahun 1939.  Itu yang beda jauh jaraknya sesuai dengan yang di stambuk ini, kalau yang lain ada juga yang sama-sama. Sama hal juga dengan Wayan Kirig  istrinya yang lebih dulu, sedangkan Wayan Kirig itu kan belakangan.  Jadi artinya itu kan tidak satu keluarga itu memang tidak. Jadinya kan luar biasa pekerjaan itu alamiah lah. Dan itu ada keluarga yang pindah itu kan biasanya dengan adanya penyembuhan, itu kan menurut cerita kakeknya saya, karena kakek saya itu kan dipercayakan  menjadi majelis.  Dia itu cerita uangnya itu kan ditaruh di peti, kuncinya itu dibawa orang lain dan itu kan tidak pernah diambil, kalau misalnya ada beberapa bulan dan mengadakan rapat, uang itu lalu dibuka dan itu memang sama sekali tidak ada catatannya, stambuk seperti sekarang ini memang tidak, kan jarang waktu itu yang bisa menulis, paling banter hanya .............macolek pamor (diberi tanda dengan kapur).  Jadi kalau uang persembahan itu, kakek saya bilang itu kan ada tiga lobang untuk gereja, PI dan untuk orang miskin. Kalau rapat di sana dah uang itu akan dibuka. Jadi kalau memang tidak digunakan lagi ditutup.

Jadi kalau itu kan tidak ada korupsi jadinya?
Kalau itu memang mereka itu jujur. Itu memang begitu jadi meski mereka tidak punya catatan apa, tapi mereka itu kan hanya percaya saja, jadi mereka itu memang saling mempercayai.  Maklumlah kita itu baru percaya, maka dari itu kita itu kan harus kompak dan bersekutu.

Tadi Bapak itu bilang kalau Wayan Kirig itu istrinya duluan yang masuk Kristen?
Ya, kalau itu di sini bisa dicari.  Jadi itu nanti kan bisa dipakai perbandingan, oleh sebab saya itu juga mengira kalau mereka percaya satu keluarga sekaligus, tapi itu kan satu persatu dan itu berarti kalau pekerjaan Tuhan itu memang tidak bisa dipaksa, itu mungkin saja ada roh yang bekerja dan saya sendiri tidak tahu. Kalau percaya terus begitu mungkin kontak atau mungkin ada kesusahan apa-apa. Itu juga waktu saya datang dari Jawa itu saya kan didoakan oleh kakek, tapi maklum dia kan belum bisa ......................., itu memang kalau orang yang baru percaya itu kalau orang yang baru percaya itu ..... dan kakek saya sendiri memang mengalami itu, menurut cerita kakek, mamak dan Bapak saya, itu katanya kakek saya itu dikelilingi oleh api.

Api itu black magic gitu?
Ya memang black magic. Bahkan kompiang (cicit, ayah dari kakek) saya, Bapak dari kakek saya itu kan dikuburnya ke Denpasar, karena kan belum dapat kuburan.


Siapa nama kompiang-nya pak?
Wah kalau itu saya kan tidak tahu.

Tapi kompiang-nya itu memang sudah Kristen atau bagaimana?
Wah kalau ini saya memang tidak tahu. mungkin juga karena anaknya yang Kristen, lalu dibawa ke kuburan Kristen Belanda, .....mungkin kan begitu juga kakek saya itu dulu dan memang saya sendiri tidak tahu.

D imana dulu Kuburan Kristen Belanda itu?
Lho itu kan kuburan yang digusur ke Mumbul itu, di depan kuburan Badung itu.


Kalau dulu lokasinya, di terminal (Jalan Imam Bonjol,  Denpasar timur Kuburan Badung, sekarannng sudah menjadi komplek pertokoan) itu?
Ya mungkin di terminal itu sekarang, itu kan kuburan Kristen jadinya itu. Itu digusur dan waktu itu kan tidak tercatat dan tidak kelihatan. Jadinya saya kan lama di Bali begitu, sudah begitu saya kan sekolah, SMP itu saya itu dapat sekolah jaman Jepang.

Kalau SD nya dimana dulu?
Kalau itu kan SR namanya saya itu di Gaji.

Bukannya Volkscholl?
Itu kan hampir jaman Jepang, mana ada  Volkscholl itu, itu kan hanya di Sempidi satu dan di Gaji itu ada satu, itu kan kelas satu, dua dan tiga. Jadi kelas satu saya itu pintar, karena saya diajak ke Makassar jadinya saya itu kan hanya diajak menggunakan bahasa Indonesia saja kan dan saya tetap naik kelas dua saja.  Jadi itu kan Bahasa Indonesia, saya kan biasa dari dulu saya itu diajak menggunakan Bahasa Indonesia. Seingat saya waktu kelas III saya itu kan ingat membuat  lubang  (tempat perlindungan) di SR (sekolah rakyat) itu, dan saya itu ingat kelas III itu kan sudah mulai jaman Jepang waktu itu. Itu kan jaman itu ada bawa kapas, karet, .... itu cukup berarti jaman Jepang. Itu kan orang semua ke lubang itu dan membuat lubangan kan begitu, lalu kelas III, IV, V, VI itu saya di Krobokan.

Apa nama sekolahnya?
Ya sama juga SR.

Tapi lanjutannya di sana gitu?
Ya saya melanjutkan ke sana, dan sampai kelas V, kan jaman pergolakan sampai mau kelas VI itu saya mulai dengan Itu, Mi -sang, si itu saja yang saya dengar dan memang saya itu tahu dengan lagu-lagu seperti itu.  Saya itu memang sampai banyak tahu lagu-lagu Jepang itu, seperti Khimigayo, itu bahasanya saya itu tahu dan memang kalau itu saya banyak tahu tapi sekarang itu sudah lupa, itu saya memang pernah, sampai jaman Jepang itu bergolak menjelang jaman perjuangan itu, katanya Jepang itu kan terlalu ganas dan memang keras sekali, sehingga kita itu kan tidak berani ke Denpasar, kalau kita itu memang tidak hormat kita itu dipukul.  Jadinya kan semua orang itu takut, dan jarang ada yang berani ke Denpasar.

Kalau bedanya jaman Jepang dengan jaman Belanda itu bagaimana bedanya, mana rasanya yang lebih  bagus?
Ya kalau saya kan lebih bagus jaman Belanda berikutnya, sebabnya apa? Kalau Jepang itu kan jelek dan tidak ada  buku sama sekali, buku pelajaran tidak ada, karas tidak ada.

Lalu pakai apa belajarnya?
Nah ini kan gurunya itu kan pintar, saya itu ngantih benang (membuat tenun ikan) pintar, membuat tali sabut kelapa itu saya pintar. Bajunya kita itu hanya kulit dan kita memang hanya pakai celana kolor saja, dan kita itu memang jalan kaki dan itu kan saat masih jaman Jepang. Lalu kita itu kan disuruh bawa bambu seperti bambu runcing itu dan kita itu memang di sana diajarkan perang-perangan, dan kita itu memang diajar seperti itu, dan kita itu memang hampir tahu semua di Krobokan. Waktu itu saya kan dari perempatan sekolah sekarang sampai di kuburan Padangsambian itu saya disuruh menanam pohon Jarak. Dipinggir jalan itu dan itu memang rutin itu.

Jadi sekolahnya memang seperti itu, jadi tidak membaca atau apa?
Tidak dan itu memang rutin.  Itu kalau persentasenya mungkin kalau bisa saya katakan, mungkin 10 persen berhitung, bahasa Jepangnya 30 Persen, olahraga itu 60 persen, dan selebihnya itu perang-perangan, jadi itu kira-kira. An itulah yang menimbulkan semangat bagi saya.

Semangat yang bagimananya itu Pak?
Ya itu kan jaman perjuangan. Ya kita itu kan diberikan semangat itu dengan mengatakan saudara tualah dan apalagi  dan memang saya alami sendiri itu, makanya saya itu sampai  bisa cerita. Jadi  saat  jaman perjuangan dan Jepang itu hampir sudah tidak ada di Denpasar,  jadi ini saya pribadi, itu belum Bapak saya, belum mamak saya, itu saya kan pindah ke SD No. 2 Pemecutan (Jalan Thamrin, Denpasar, kini sudah menjadi komplek pertokoan) di  depannya Puri Pamecutan sekarang, dan tanda tangan  Ijasahnya itu masih  Cokorda Gambrong  (Raja Kerajaan Badung  di Puri Pemecutan) dan itu istilahnya, memang ramah orangnya.  Nah setelah tamat di sana saya itu kan lulus. Kalau di SD nya itu saya dua kali ujian.  Saya sekolah di sana, saya, Tamayasa, Jonatan, Durya, mungkin lagi satu Simon. Yang lebih dulu lulus itu pak Tamayasa sendiri. Dia sekolah duluan di Milo itu katanya. Yang tahun berikutnya baru saya dan yang tertua saya kelas satu. Itu jamannya memang sudah Belanda. Itu entah tahun berapa tapi ada jaman  NICA (tentara Gajah Merah), sekolahnya adalah SMP I sekarang, di timurnya  Pura Jaganata itu, di timurnya saya itu sekolah Belanda dan itu memang separo sekolah Belanda, kalau di Baratnya itu sekolah MILO atau SMP, itu sekolah nasional memang.

Bedanya itu bagaimana? Kalau yang boleh sekolah ke sekolah Belanda itu siapa saja?
Ya itu kan khusus hanya orang Belanda saja dan memang tidak ada orang Indonesia di sana, itu kan banyak orang-orang  Gajah Merah itu, anak-anak pegawainya kan memang di sana.

Terus kita itu lain gitu?
Ya kita kan sama dah di sana, hanya di-belat (dipisah) dengan tembok saja. Jadi itu kan hanya dibagi dua saja, sebelah timurnya Belanda dan sebelah Baratnya itu Indonesia. Dan pada waktu itu saya harus mengirim uang sekolah ke sana, ke RIS (Republik Indonesia Serikat), yang pusatnya adalah di Makassar. ...., kan masih NIT waktu itu, masih Cokorda Sukawati jadi presidennya, saya itu kirim uang sekolahnya itu ke sana.

Kenapa mesti ke sana, sekolahnya kan di sini?
Ya karena itu memang aturannya begitu dan kita itu memang harus menyetor ke sana.

Berarti bayar SPP-nya memang harus ke sana gitu?
Ya dan kalau mengirimnya itu kita kan melalui kantor Pos, waktu itu kan 6 rupiah. Lalu kita kan menyetornya di tempat asramanya pak Krambergh.

Dimana asramanya itu pak?
Ya itu di Penyobekan itu.

Langsung jadi kantor Sinode itu, asramanya Pak Kramberg itu?
Ya itu dah, yang sekarang gedung gereja yang bertingkat itu. kalau dulu kan namanya Pasraman, tempatnya Krambergh T. H. ......, itu kan masih ada di di ...., saya sendiri juga sudah ada catatan namanya yang lengkap. Nah itu dah sudah di sana, tamat dari sana, kan itu sudah Gajah Merah (NICA)  atau perjuangan terus, kalau SMAnya kan hanya ada SLOEA (sekolah landjutan oemoem atas, sekolah partikelir), itu yang ada di sebelah utara Banjar Tainsyat  (Jalan Nangka Selatan, Denpasar)  itu SMU perjuangan, SLOE dan namanya.  Beberapa dari sini itu ke Malang, dari Malang lalu ke Saalatiga. Cerita cepat, kalau hubungan dengan baptis,  saya itu memang belum dibaptis ya.  Waktu itu orangtua saya belum baptis, belum sidi saya. Karena saya bekerja, sekolah SMA sudah bisa dapat kursus di Yogya  di Taman Siswa dan saya itu tahu Pak  Ki Hajar Dewantoro, diajar saya itu di Taman Siswa,  di Salalatiga,  sesudah itu di ........, itu kehidupan saya itu begitu memang. Terus  setelah tiga tahun saya itu ketemu dengan istri saya ini, si cantik ini datang di tempat saya kost dan jadilah begitu. jadi keluarganya ini masih Islam semuanya masih Islam.

Kalau ibu namanya siapa?
Sutarwi, saya kenal itu, saya kan jadi guru, mungkin dia ini murid saya dulunya.

Kalau Bapak tidak mau sekolah berarti disuruh kerja rodi gitu ya?
Ya itu ada memang begitu,  tapi entalah saya itu kena aturan begitu atau bagaimana saya kan kurang tahu, jadi Bapak itu kemana? Kerja kemana saya itu kan kurang tahu. mungkin ada begitu dan memang benar ada.  Ada begini itu memang ada bebas asal mau sekolah maka tidak kena Romusha itu,  orang dulu kan pekerjaan yang di kantor cari pegawai datang ke desa-desa cari murid, bukan muridnya yang yang cari sekolah. Itu sekolahnya yang cari murid ke desa-desa. Itu kan adik saya itu berapa kali dicari untuk sekolah perawat, itu kan dicari “kalau kamu mau sekolah, saya yang ngajak ayo.” Jadi kita itu kan tidak perlu melamar lagi, sampai terus akhirnya dia itu sekolah perawat di Makasar, pada umumnya kan begitu.

Kalau jaman Belanda tidak seperti itu pak?
Tidak, jadinya kan habis jaman Belandanya. Kalau itu kan sedikit sekali saya alami, sesudah itu kan jaman Jepang, setelah itu Revolusi, kemudian jaman NICA sebentar, setelah itu merdeka terus. Pengalaman saya kan begitu, itu entah yang mana saya kan kurang tahu. kemudian saya itu ke Jawa dan ini kan baru pengalaman pribadi, setelah itu menikah saya di sana, jadi saya itu kan menikah secara Islam di Jawa. Jadi satupun saudara tidak ada yang datang ke sana.  Perhubungan dan transportasi apapun tidak ada.  Saya itu sendiri mengambil istri saya ini, bahkan saya itu sampai menangis. Tapi lucunya orang di sana, keluarga  istri saya itu tahu kalau saya ini orang Kristen dan mereka semua memang tahu tentang saya, padahal saya tidak ada bilang apa-apa, dan kawan-kawan saya kan banyak juga seperti camat dan lain-lain juga.  Saya itu menikah di Jawa itu tahun 1955.

Lalu kalau lanjutan baptisnya itu bagaimana pak?
Itu sudah punya anak satu kan, adik saya Rut yang nomor dua itu mau menikah dan saya itu disurati oleh Bapak kalau saya itu harus pulang. “Kamu yang tertua dan saya minta dengan hormat agar kamu itu harus mau pulang.  Adik-adikmu semua masih kecil dan saya tidak bisa urus, ......, nah tahu kalau diri saya ini murtad, belum baptis, nikah juga saya itu belum selesai, di Untal-Untalah tahun 1958 itu, saya itu dibaptis, nikah suci, membaptis anak saya, waktu itu saya sudah punya anak satu, kawin sucinya berlangsung di gereja Untal-Untal. Di sanalah saya itu baru selesai jadi orang Kristen yang benar.

Lama berarti ya pak?
Prosesnya  memang  lama tapi orang kan kenal kalau saya ini ...... orang Kristen ... sedikit pun saya tidak robah.  Tapi kalau menurut ukuran Upacara tahun 1958 itu dah anak saya itu dibaptis dan segala macam memang. Jadi itulah proses saya menjadi Kristen. Mulai tahun 1958 itu dah saya itu mulai kerja dan diajak oleh Pak Pendeta Daniel di kantor Sinode ini, waktu itu masih di Untal-Untal, ketuanya juga masih Pak Made Ayub juga. Setelah lama-lama saya itu akhirnya kan diajak di Penyobekan  (Gereja Kristus Kasih, sekarang) itu sampai 30 tahun, saya itu bekerja di kantor Sinode saat itu umur saya sudah 55 tahun lebih, dan saya kan diperpanjang  lagi satu tahun dan memang mengenai diri saya pribadi dan sekarang mengenai Bapak saya.
Sekarang Bapak saya setelah saya itu ditaruh di rumah pribadi, dia ke Makasar. Waktu saya pulang itu kan sudah jaman Jepang, kembali karena ditugaskan ke Lombok, Jepang terus kan gitu. Pulang dari Lombok itu saya itu sampai kena fitnah, mata-mata Belanda itu Bapak saya. Jadinya pada jaman Jepang itu ditangkap oleh Jepang,  jam tujuh waktu saya di dapur itu, saya kira itu sekitar tahun 1945,  entah itu bulan berapa, Bapak saya I Nyoman Kayun itu sebagai terdakwa saksinya I Wayan Kirig, yang itu tadi I Made Daud dan Ketut Yahya yang dari Abian Base itu. Nah di sini dah kita itu orang Kristen kan bingung, saat itu kan jaman Jepang.  Setelah di Denpasar itu dicar-cari atas bantuan Pak Daniel, waktu itu dia belum pendeta waktu itu. Pada waktu itu kan lahir adik saya, namanya Penglipur. Bapak saya diambil dan entah dibawa kemana itu, kita belum tahu ditanya ke Denpasar ke kantor Jepang itu tapi juga tidak ketemu.
Sampai di Negara juga ada saudara saya yang tahu, sampai akhirnya dibawa ke Banyuwangi. Di sana itu kan mendapat siksaan yang sangat luar biasa sekali, itu ada sekitar sampai enam bulan lebih itu. Lalu dia pulang ke Bali itu sebelum Natal, bukan sebulan, mungkin ada sampai 3 bulanan lebih, itu sampai kurus kering, tapi untungnya dia itu memang tidak pernah melenceng dari pengakuannya yang  dari pertama, sedangkan yang lainnya itu kan ada ya tahu sendirilah itu, bagaimana kerasnya orang  Jepang itu, tahu-tahu sampai di Banyawangi itu dibawa. Itu kan empat orang Kristen yang dibawa. Dari Abianbase satu dan dari Untal-Untal itu tiga. Jadi pulangnya itu satu  hari sebelum Natal tahun 1944, dan saya itu masih ingat dengan jelas itu.  
Nah pada waktu Bapak  saya itu selama di Banyuwangi, lalu kan ada utusan dari  Kemah Injil Makasar, maksudnya supaya Bapak itu mau diajak melanjutkan sekolah ke Makassar supaya bisa jadi pendeta gitu. Nah nyatanya saya itu sampai di sini Bapak tidak ada (meninggal) dan saya itu kan menginap di rumah yang namanya Tuan  Brill  dan saya yang mengajak tidur begitu, memang dari Kemah Injil juga, kawannya Tuan Jaffrey itu mungkin.  Jadi melihat sikonnya mamak saya, ya banyak nasehatnya dan Pak Daniel juga tahu. sesudah itu dia tahu dan kita itu memang sudah sedih sekali. Lalu tanpa apa dan bagaimana pak Daniel juga memang
            Lalu dia ambil pemuda-pemudi itu sebayanya pak Daniel itu, dimuka rumahnya pak …., lalu di situ dikumpulkan dan mendoakan, berdoa dan bernyanyi terus jaman itu, itu untuk mendoakan supaya cepat dapat …., akhirnya beberapa kali itu dan kalau kebaktian itu kita kan memang rajin sekali, kalau ada lagi begitu kita kan bersekutunya lebih erat lagi dengan doa-doa itu. Tahu-tahu sebelum Natal itu Bapak datang dengan jalan kaki. Entah darimana jalan kakinya, apa dari Tabanan katanya jalan kaki. Entah di mana dia dapat pakaian karena pakaiannya semua dijual untuk makan di sana, pakaian sarung untuk makan. Saya juga takut nanya Bapak, dan saya itu takut kalau sampai dia itu nangis.  Lalu Bapak itu kan cerita, katanya kalau apak itu diduga sebagai mata-mata Belanda. Jaman itu kan memang bergolak, Amerika musuh kita, Inggris musuh kita, sekutu juga, jadi jaman-jaman itu kan memang begitu.  Jadi itu sedikit cerita mengenai pribadi keluarga Bapak saya. Yang lainnya juga ada sekolah ke Makasar, itu Bapaknya. ……….., ibunya ada juga yang dari Lombok.

Kalau sekolah Makasar itu dibawah apa itu Pak?
Ya dibawah Kemah Injil juga saya rasa. Sekolah Alkitab Kemah Injil………, saat itu saya kan sudah hafal juga abjad. Berlomba juga saya berani, kadang-kadang saya itu kan dilombakan dengan Luis, Juliet itu, jadi kita itu kan berlomba empat orang dan yang menang akan mendapat hadiah dan itu saya memang ingat percis itu, di Makasar. Dan Bapak saya dari sana dah kenal dengan orang Dayak, siapa-siapa yang ada di sana. Dan saya kan ……dan ini belum menganai  khusus  jemaat, ini kan baru pribadi-pribadi. Kalau dari kakek saya itu kan punya saudara tiga orang. Gerut yang tertua, Ketut Greda itu,

Yang di Wangaya itu?
Ya. Grwut, Greda dan satu lagi  Dadong Barg  itu dah.  Sebab dia itu kan belakangan lahir gitu. Sesudah itu mamak saya itu kan saudara tertinggi, dia itu anak tunggal.

Nama ibunya siapa?
Ni Wayan Sukreg. Kalau orang-orang yang menulis itu, yang pertama percaya di Untal-Untal itu kan Sukreg, itu adalah kakeknya ibu saya. Dia itu kan anak satu-satunya memang. Bapak saya namanya I Nyoman Kayun, jadi Bapak saya itu kan nyentana (kawin, tinggal di rumah istri dan menjadi anggota keluarga istri) ke sini.

Kalau Bapak sendiri saudaranya berapa orang?
6 orang. Yang pertama saya Made Timotius.

Kok Made yang pertama?
Kalau saudara kami yang pertama itu kan sudah meninggal, jadinya kan saya anak yang paling pertama.

Meninggal waktu kecil ya?
Ya meninggal waktu kecil, tersu setelah itu kan Nyoman Regug, setelah itu kan Rut,. Ketut Pandu,  lalu Luh Penglipur, itu kan jaman Jepang, itu yang waktu jaman Bapak saya itu sedng sengara-sengsaranya, setelah itu kan Made Bingar, dan yang terkecil itu kan Nyoman Raharja. ` Nyoman Regug, Ketut Pandu yang lahir di Lombok itu, Luh Penglipur, itu kan waktu jaman Jepang itu yang digendong waktu jaman Bapak saya sengsara, .... dan yang terkecil itu Nyoman Raharja. Jadinya saya itu kan bersaudara enam orang. Kemudian Nyoman ......itu kawin dengan orang Sangis Talaus, Manado.
Kalau Pandu dengan orang Tabanan,  Bongan. Kalau Tingar itu kawin dengan orang Semarang, itu punya anak dua dan Raharja itu dengan anaknya Pak Su......, adik saya sudah pensiun dan saya ajak pensiun gereja sama tidak dapat apa-apa. Kalau anak saya juga enam, yang pertama itu Ni Luh Emi Kristiningsih, itu kan sekolah di Swastiastu  (sekarang Santo Yosep, di Jalan Jendral Soerdiman, Denpasar) dulu dan setelah itu langsung sekolah Bidan, lulus di sana tapi dia terus diminta di sana dan saya mau pindahkan dia ke sosial tapi tidak dikasi. Lalu yang kedua Kristyantyus Dwi Atmaja, jadi anak-anak saya itu tidak ada Made, Nyoman, Ketut. Jadi saya itu biar tidak ada Bali, Jawanya juga tidak ada.

Nasional jadinya ya pak?
Ya nasional.  Christianus  Dwiatmaja, waktu  permulaan memang dapat beasiswa gereja juga, .........sampai S-2nya di UI Jakarta, dan S-3nya di Belanda.  Jadi sekarang dia itu sudah Doktor.  Jadi itu yang nomor dua kawin dengan orang dari  tapi ibunya tinggal di Surabaya. Lalu yang ketiga ini Joko yang ada di rumah, yang kerja di ........, dan istrinya dia itu dari Wanareja. Lalu yang nomor empat Puspaning Utami, sekarang dia kerja di SMP Kristen ...di Salatiga.  Lalu yang kelima Cahyadi Sukmono, dia ini seorang wiraswasta dan istrinya ini ada darah keturunan Batak. .........., kalau cucu saya ini ada 11 orang. Lalu anak saya yang terakhir itu Niken Susanti Widiastuti. Itu 15 tahun jaraknya dengan Cahyadi Sukmono. Dia itu memang mencari fakultas kedokteran tapi tidak tembus, ....jadi kalau dari segi cucu saya itu mungkin memang  kaya, tapi kalau kekayaan saya itu memang tidak punya apa-apa, orang punya mobil saya itu tidak.
Tapi kalau orang Kemah Injil itu biasanya dibaptis selam, itu dicelupkan ke air, nah karena di sini tidak ada kolam begitu, maka dicarilah air sungai, jadi itu supaya dekat. Mungkin Tuhan Yesus itu dibaptisnya dulu di sungai Yordan, mungkin begitu saya kan tidak tahu, nah sekarang itu dimana, nah kakek punya sawah kan dekat dengan sungai, jadinya kan disana dah. Itu Tukan Yeh Poh itu, maka diajaklah ke sana, atau mungkin Made Risin yang mengajak, jadi itu mungkin begitu. terus kan di sana berlangsung, ya karena airnya juga lumayan beningnya.

Tidak seperti sekarang?
Ya kalau memang musim terang itu airnya bening dan saya it sering dengan kakek saya itu ke sana. Jadi kita itu masang bubu (memasang lukah, jebakan ikan) juga di sana dan airnya juga memang di sana itu bening sekali. Jadi di sanalah tempat baptisan pertama, ...itu yang menimbulkan lebih kuat.

Kalau sungai itu yang paling besar?
Ya itu dah sungai satu-satunya dan memang tidak ada lagi.

Tidak angker dulu sungainya itu?
Kalau itu kan memang luar biasa.

Waktu Bapak kecil masih dianggap angker?
Ya waktu kecil dengan kakek ya ini dah, soalnya saya itu kan dikasi tahu sama kakek, “kalau kamu kemana saja, maka kamu harus yakin tidak akan apa-apa, ingat Tuhan Yesus.” Dan memang benar saya itu tidak apa-apa, saya itu kan bawa Alkitab kecil, saya itu taruhnya di tas atau di kantong. Semua orang heran, tidak ada orang berani lewat di sana, karena semua orang lihat ...di sana itu angker tapi kok saya sendiri itu berani ke sana. Saya itu memang ikuti itu. dan banyak memang yang heran, lalu saya kan berpikir, apa yang saya takuti toh saya itu tidak ada hubungan apa-apa.
Rahasia saya itu adalah keyakinan ini, bahwa dalam alkitab itu firman Tuhan itu, bahwa Tuhan Yesus itu yang mau menjaga dan menolong saya. Jadi itu memang sudah menjadi keyakinan saya. Jadi kalau dilihat memang Alkitab kertas, tapi kalau yang di dalamnya itu kan hidup, Tuhan itu hidup dan itu yang menjaga saya. Jadi itu keyakinan kepercayaan saya memang seperti itu. kalau sekarang saya itu kan tidak pernah melihat leak itu bagaimana. Sering orang-orang sekarang lihat bojog (kera jadi-jadian) tapi kalau saya itu kan tidak. Dan mereka itu heran dengan saya, tapi kalau itu saya kan tidak tunjukan kepada mereka. Dan saya itu ingat dengan pesannya kakek dan saya pikir itu memang benar. Kalau kita melihat memang alkitab itu tetap seperti itu dari kertas tapi kalau Firman yang didalamnya itu yang tetap hidup.

Berarti kan kalau dulu orang-orang Kristen itu termasuk berani melakukan baptis selam di tukad Yeh Poh itu?
Ya memang begitu, tapi kan beraninya karena jujur, tapi kan artinya tidak beraninya itu berani polos itu kan tidak seperti itu. jadi kita itu kan memang yakin seperti itu, sebab kita itu kan tidak punya musuh apa-apa. Jadi kita itu memang pindah agama tapi kalau kita itu bersaudara kan tetap.  Jadi itu kan menurut pengertiannya saya memang seperti itu, sebab kita itu kan memang tidak punya musuh apa-apa.  Meski kita itu sudah pindah agama tapi kita itu kan tidak bermusuhan dan kalau kita itu bersaudara memang kita itu tetap bersaudara. Jadi itu kan menurut pengertiannya saya. Jadi kalau saya dengan keluarga saya yang di Jakarta itu saya sama-sama, jadi kalau ada Idul Fitri saya itu datang ke sana. Malahan saya itu didahulukan oleh keluarga di sana, sebab saya itu kan keluarganya  yang tertua, yang tua itu harus datang, hormat dengan saya, kalau itu kan menurut adatnya di sana kan begitu jadinya.

Kalau Bapak pernah diceritakan dulu, seperti apa seramnya di tukad Yeh Poh itu?
Tidak.

Kalau dulu Hindunya percayanya bagaimana?
Mungkin kan bulu romanya itu kan berdiri.  Situasinya itu bagaimana kalau bulu roma itu merinding?  Di situ juga kan ada pohon bambu.

Jadi ada pohon-pohon bambu yang lebat begitu?
Ya, menurut kakek saya juga, kakek saya kan pernah cerita, itu diuji sebab mertuanya dari  Pak Pendeta Tamayasa,  namanya saya lupa, lalu senangnya metajen (judi sabung ayam) itu luar biasa, lalu kan sakit dan kakek saya kan datang dan saat itu memang dicemooh, “pah ratun Kristene ongkone ngubadin.” (Raja Kristen-nya yang diminta datang untung mengobati).  Kan gitu jadinya orang Bali dan itu masih saudara juga. Dia itu agak berani kan karena masih saudara gitu.  Kalau kami ada upacara di sana itu maka kami akan diundang juga ke sana dan memang tidak apa-apa. Dan dia itu berani bicara seperti itu karena kita kan masih saudara. Dan itu memang tidak apa-apa dan saya memang jalani dan saya berusaha untuk mengobati, lalu saya itu berdoa. ...................Kalau memang dia sudah percaya, nanti lagi dia metajen kalau memang di Kemah Injil itu kan tidak bisa metajen, dan apa lagi yang sejenis dengan itu kan tidak boleh.

Makan sirih tidak boleh?
Ya makan sirih juga tidak boleh.  Jadi begitu dah, kita itu lewat kuburan atau apa kita itu memang tidak melihat apa-apa.  Dan memang saya itu akan jalan ke sana dan memang tidak ada apa-apa. Nah apa artinya itu saya sendiri kan tidak tahu. Apakah tidak jadi, tidak berani atau bagaimana? Hawanya siapa yang lebih panas atau bagaimana?  Saya sendiri kan tidak tahu tentang itu. Tapi kalau kakek itu memang tidak mengalami apa-apa. ........mungkin kalau dia itu ada melihat apa-apa,  jadi kakek saya itu hanya diam saja dan memang tidak melawan. Asal dia mengganggu itu mungkin dia duduk dan dilawan,  kan begitu mungkin jadinya. Dan itu pernah terjadi dan kakek saya yang sering begitu, karena kakek saya itu kan polos (lugu) sekali dan memang tidak pernah bicara. Dan kakek itu juga pintar mengobati ..., dan membuat obat juga kakek saya itu, dan waktu meninggalnya juga saya kumpulkan alat-alatnya itu.  itu ada yang pakai membikin asaban (obat gosok) itu, dan ada yang kecil itu untuk menggosok obat itu, masak itu yang saya simpan, itu saya simpan.

Sebelum jadi Kristen, pekak itu jadi balian (paranormal) ya pak?
Ya memang dia iu jadi balian, sebab dia itu kan muridnya Pan Loting, ............, kan kalau cari sabuk (jimat) ke Buleleng itu artinya kan sudah tinggi ilmunya. Kalau ilmunya Pan Loting itu kan sudah tinggi ya. Kalau menurut saya itu tidak ada yang memberi tahu selamat itu,  kalau itu semua menghancurkan itu. dan akhirnya kok hancur dan tidak ada yang mengasi jalan selamat mungkin begitu jadinya kakek saya. Dan saya sendiri tidak tahu bagaimana perubahannya, orang saya sendiri sudah Kristen sejak saya itu kecil, jadinya saya sendiri kan tidak tahu. Jadi ini kan menurut perkiraan saya juga selaku cucunya.

Berarti kan bener berarti Pan Loting itu banyak punya murid di sini?
Kalau itu kan tidak seperti itu. Kalau yang mampu atau yang bisa itu mungkin kan hanya kakek saya saja. Jadi dia itu yang mampu sehaluan dan menangkap ..... ilmunya itu hanya kakek saya saja. .............dan sampai sekarang masih ada yang sentimen seperti itu, apalagi kalau jaman dulu.

Apalagi dengan keadaan lingkungan yang mash seram seperti itu?
Jamannya itu kan memang begitu,  maka dari itu saya dipesankan sama kakek, “di mana kamu belanja maka kamu jangan belanja di tempat orang Bali.”

Takut kena cetik (racun)?
Ya itu memang salah satunya. Jadi itu kan karena pengalaman juga.

Berarti setelah Kristen, ilmunya kakek itu ditinggalkan secara total gitu ya? Jadi kalau ada yang sakit itu hanya cukup dengan didoakan begitu?
Ya memang seperti itu.  Jadi kalau ada ilmu yang pakai mantranya tapi dia ganti dengan doa dan sarana obatnya itu kan masih tetap seperti itu. Bahan-bahannya masih tetap juga digunakan, baik itu dengan di-simbuh (sembur) atau apa lagi yang lainnya. Jadi itu kan dengan doa, dan doa itu biasanya ditanya yang sakit, “kamu mau saya doakan?”

Dan harus seperti itu ya Pak?
Ya memang dan itu orangnya itu memang harus menyerah.  Jadi kalau mau dia maka dia yang sakit itu harus ikut dengan dia.

Jadi dengan kata lain yang sakit itu yakin dan menyerahkan diri sepenuhnya dengan Tuhan Yesus?
Ya. ...............tapi kalau orang itu kan tidak selalu sekali langsung mau dengan satu kali kita datangi,  jadi mereka itu setelah berkali-kali mungkin didatangi baru akan mau. Dan itu memang ada seperti itu dan kakek saya kan hanya melakoni saja. Tapi kalau itu kan semua ada yang mengatur di atas.

Berarti kalau begitu baptisannya bisa dibilang barengan dengan Pan Loting juga ya?
Siapa.

Kakeknya Bapak?
Nah yang itu dah yang saya tidak tahu. Kalau memang jemaat di Buduk itu tahun 1931, mungkin bersamaan dengan yang di sana, sebab kalau di sini kan memang tidak ada. Jadi yang dari jemaat Untal-Untal itu kan memang ada. Kalau orang lain kita sebut saja Made Risin, Ketut Greda, tapi kalau dilihat tahunnya kan tidak mungkin. Jadinya kan data ini yang menunjukkan.  Jadinya saya menentang kalau Ketut Greda tahun 1931, tapi kalau menurut saya dia itu kan adiknya kakek saya, kalau memang dia itu disebut di sana sama-sama, itu menurut saya itu kan tidak benar.

Tempatnya juga berbeda?
Ya kalau dia itu kan di Denpasar.

Sedangkan kakeknya Bapak itu di Untal-untal?
Ya memang di Untal-Untal. Jadi ini memang mereia itu kakak adik dan memang kalau yang tidak tahu itu dikatakan jadi satu. Kalau yang tidak tahu itu kan, “kira-kira ini yang tua-tua itu di Denpasar. Jadi begitu, nah adik kan sudah mengerti sekarang?

Ya?
Ya mungkin juga kalau orang lain, yang tidak tahu, malah ini yang disebut, lalu kenapa ini disebut. Misalnya ini yang tahun 1932, I Made Tuges, itu tidak pernah disebut, ini adalah Bapak dari Bapak saya, itu tahun 1932 juga dan sama-sama di Wangaya (jalan Kartini Denpasar) juga.

Made Tuges itu Bapaknya, berarti itu kakeknya dari pihak Bapak gitu ya?
Ya. jadi ini saudara dengan ini.

Jadinya Pak Gerut saudara dengan Pak Greda? Lalu kalau Pak Tuges itu Bapaknya?
Ini I Made Tuges ini Bapaknya suami ibu saya, pak kayun itu.

Berarti kan barengan pak Greda ini dengan pak Tuges ya?
Ya sama dan dengan Made Risin juga. Jadi orang yang tidak tahu ini, mungkin lain kan begitu jadinya.

Nama lainnya itu ada ya pak?
Ya. saya coba kalau dulu I Gerut itu kan Pan (ayahnya) Sukreg, dan saya juga tahu kalau Pekak Timotius itu kan bukan saya, dan namanya yang sebenarnya Wayan Gerut dan orang kan belum tahu itu, pas ketemu ini kan tidak tahu jadinya, kan kalau dulu itu tidak boleh sebut nama orangtua ya. Jadinya buyut saya itu namanya siapa, jadinya saya itu kan tidak tahu. lalu Ketut Greda ini adik dari kakek saya, Pan Rayu kalau disebut dulu, sedangkan namanya adalah I Ketut Greda.

Tahun 1932 di Wangaya ya?
Ya.

Terus Gumleng ini istrinya?
Terus kalau gumleng istrinya ini tahun 1937. dan ini adalah kakak atau adik dari I Made Risin begitu lo.

Ini saudaranya berarti ya?
Ya bersaudara, entah yang mana yang lebih tua. ........, jadi mana yang lebih tua, mana yang lebih tua, misan, mindon dan itu memang hampir semua mekilit, jadi kebanyakan memang di Untal-Untal itu begitu.

Kalau Made Tuges ini, saudaranya siapa lagi pak?
Kalau itu kan Pan Kayun itu kakek saya, itu anaknya adalah Pekak Wayan Sugama itu, yang pernah bekerja di kantor sinode itu.

Kalau begitu berarti yang di Wangaya itu kan tiga orang?
Ya memang tiga orang.

Ketut Greda, Made Tuges dan Made Risin itu?
Ya. ini, ini semua dari sini. Dulu kan yang disebut sakti itu kan Ni redun yang dari Denapsar, ..........Itu nanti saya coba nyari tahun 1932nya itu, istrinya .........., tahun 1934, ............., dia lahir tahun 1919, I Wayan Gerut. Kalau meninggalnya tanggal 10 Pebroari 1965.

Meninggalnya dimana?
Ya meninggalnya di rumah. Di sini juga ada fotonya......, lalu istrinya dia Ni Wayan Munung, dia itu lahir 1902, dan meninggalnya 28-11-1961, jadinya dalam umur 61 satu tahun. jadi itu dia meninggal dan itu duluan nenek saya, dan kakek saya yang belakangan[]

No comments:

Post a Comment