Nama Informan : Timotius
Tempat wawancara : Banjar Untal-Untal, Desa Dalung,
Badung 4 April 2002.
Pewancara : Putu Ayu Rastiti dan Rilla Nugrahen, tim peneliti TSP
Transkriptor :
Dewa Ayu Satriawati, staf admin TSP
Korektor : Nyoman Wijaya, Ketua TSP
Pengantar
Wawancara ini dilakukan untuk mengkonfilasi data yang
sudah diperoleh sebelumyna, karena sebaiknya baca juga file “Karena Kalau diKristen Ada yang Namanya Penebusan Dosa,” ; “Kalau Mau Ngiring Shang Hyang Widhi, akan Diajak Berobat keMalang dan Tidak Bayar” ; “Hanya Berdoa Minta Tolong Kepada Ida Sang HyangYesus,” “Kesabaran Orang-Orang Kristen Itu Membuat Saya Tertarik,” ; “Meskipun Secara Kristen Saya Ucapkan tetapidalam Hati Saya Lain,” dan “Kita Berdoa
Bersama Kamu Pasti Sembuh, Saya Yakin.”
Berarti kalau begitu Pak Enteg dibaptis tanggal 7 Februari ya Pak?
Ya sesuai dengan stambuk, dia itu kan otomatis bersama
istrinya, tanggal 7 Februari dibaptis, itu tahun 1940. itu berarti bahwa dia bersama istrinya
dibaptis kemudian disidi, langsung itu pernikahannya dan tepat pada saat itu
juga, tanggal 7 Februari tahun 1940.
Kalau prosesi upacaranya itu bagaimana pak, kalau
umpamanya dia ini kan dari Hindu, lalau kalau upacara pembaptisan sekaligus
pernikahan itu bagaimana pak?
Pada umumnya, waktu itu saya kan masih kecil jadinya saya
ini kan tidak tahu segala upacara yang masih agama lama katakan Hindu, itu
harus diselesaikan terlebih dahulu di sana, setelah itu baru diupacarakan
secara Kristen. Jadi kalau Hindunya baik kalau belum mesangih (upacara potong gigi) ya mesangih
dulu, kalau mepamit (memutuskan
hubungan secara perdata dengan keluarga) yang mepamit, itu kan waktu dulu kalau sekarang masih begitu atau tidak
saya kurang tahu. Kalau sekarang yang saya alami khususnya dengan jemaat di
Untal-Untal, mungkin jemaat yang lain juga sama artinya semua upacara agama
lama diselesaikan terlebih dahulu, setelah itu baru upacara selaku agama
Kristen.
Kalau seandainya upacara yang di Hindu belum selesai
misalnya potong gigi atau apa itu belum selesai, itu bagaimana pak, boleh tidak
dibaptis?
Kalau biasanya yang bersangkutan itu memang
menyelesaikannya terlebih dahulu. Itu memang pada umumnya begitu dan itu
diharap memang agar tidak ada tunggakan apa-apa, sehingga itu kan bebas sudah
jadinya. Apalagi kalau saat ini itu memang sudah diatur seperti itu, tidak
boleh tidak ada, kalau dulu itu kan entahkah istrinya itu dilarikan saya kan
tidak tahu yang penting dia itu kan sudah nikah secara Hindu. Artinya kan
pindah agama saja dan tidak perlu apa-apa, saya kira begitu karena kan mereka
itu sudah tua. Jadi kan ditinggal dan pindah agama lalu diselesaikan dan itu
juga kan pihak keluarga sudah setuju dan terutama yang keduanya, itu sudah bisa
diupacarakan. Dan memang berita ini adalah pekerjaan dari jemaat Untal-Untal,
yang biasanya dihubungi ke sana pemimpin yang bernama I Wayan Kirig, itu adalah
penuntun di Untal-Untal sesudahnya Made Risin dan lain-lain. Itu berarti bahwa
waktu saya kecil juga kan ada Pak Made Taga (mengenai Made Taga, lihat “Kita Berdoa
Bersama Kamu Pasti Sembuh, Saya Yakin) bilang ada pemuda pemudi berkunjung dan saya pelakunya itu, itu
seruling yang dipimpin oleh Kak Daniel, dia datang itu dan itu saya pelakunya,
itu 11-13 orang pemuda dan beberapa orang itu masih hidup dan itu termasuk
saya.
Berarti kalau Bapak itu saat muda berarti bisa dibilang
seangkatan dengan Pak Daniel?
Kalau saya itu kan lebih muda dari dia. Saya itu baru
hampir 71 tahun sedangkan pak Daniel sudah 82 tahun. Kalau pak Daniel itu
percayanya (dibaptis) kan belakangan dari kakek saya dan saya itu baru keluar
dari rahim ibu saya, saya itu sudah Kristen. Ibu saya itu kan sudah Kristen
dari dulu, jadinya saya kan tidak tahu bagaimana pengalaman perubahan itu dari
agama lama ke baru.
Jadi Bapak itu kan tahunya di sini itu berkembang
Kristen?
Tahunya ya. Jadi dari cerita kakek itulah saya itu kan
banyak tahu pengalaman, dapat nasehat dan cerita-cerita dan termasuk istri saya
juga pernah mendengarkan banyak hal. Dan kalau saya sendiri jika ditanya
“bagaimana Bapak saat pindah agama?” kalau itu saya sama sekali tidak
merasakan, sebab ketika saya lahir tanggal 28 Nopember 1931, saya itu sudah
langsung jadi Kristen, itu persis waktu pembaptisan di tukad Yeh Poh. Jadi pengalaman saya waktu itu demikian, jadi
lain kali kalau ada waktu nanti akan saya ceritakan bagaimana perkembangan umat
pada waktu zaman Jepang sejauh yang saya ketahui dan khusus hanya di Untal-Untal
saja dan kemudian bagaimana serat salib itu berjalan ke Kwanji, siapa yang percaya di sana, di sini ada dan
saya akan susun. Jadi biar jangan saya
itu ngawur jadi saya akan cerita berdasarkan data saja. Seperti ini itu kan
berarti bahwa dari Untal-Untal serat salib itu jalan ke Legian, dimana juga saya
sering ke Seminyak, dulu yang terkenal itu ke Legian dan saya juga pernah
mengikuti sidang Sinode di sana yang ada di Legian.
Berarti dari Untal-Untal itu ke Legian gitu ya pak?
Ya. Jalannya orang
percaya itu kan mengabarkan Injil itu kan dari untal-Untal itu ke sana. Kirig
itu adalah asalnya dari Untal-Untal. Lambat laun berkembang di sana, malahan
justru anaknya Wayan Enteg itu kawin dengan anaknya Wayan Kirig.
Ibu Ayu Adi?
Ya ibu Ayu Adi itu. Kalau anaknya Wayan Kirig itu namanya
Mustiadi suaminya Nyoman Parna. Nyoman Parna ini anaknya Pak Enteg. Dan itu
berarti kan ada serat jalinan itu, baik pemuda sebelum dia menikah itu kan ada
saling kenal sebelumnya. Karena yang saya tahu Pak Enteg itu kan tukang
memperbaiki sepeda dulunya.
Jadi Bapak pernah bertemu dengan Pak Enteg ini?
Ya saya pernah bahkan sering kali saya itu bertemu.
Remajanya kan tidak berpikir seperti sekarang, saya kan tahu saja dia itu
melancong ke tempatnya Wayan Kirig itu, ini di warung ini.
Berarti Pak Enteg itu sering ke sini?
Ya.
Lalu kalau dia itu buka bengkel sepeda di Seminyak atau
di legian?
Kalau itu di Legian, itu di depan dan rumahnya di
belakang tapi kalau sekarang kan tidak lagi seperti itu, sekarang kan semuanya
sudah gedung-gedung. Itu di depan kan ada seperti rompok (gubuk) itu dan juga Nyoman Tarna anaknya itu kawan saya
satu sekolah.
Berarti anaknya itu sebaya Bapak ya?
Ya tapi dia itu lebih kecil dari saya. Mustadi ini juga
lebih kecil dari saya. Dia itu kan baru 42 tahun. Demikian juga dengan
masyarakat di sana karena saya itu sudah tua jadinya saya kan tidak ingat lagi
dengan mereka, karena saking lamanya. Kalau saya itu ketemu dengan orangnya
baru bisa saya kenali, “eh Bapak sampai sekarang masih kuat.” Banyak yang
bilang begitu pada saya.
Kalau Bapak itu kenal dengan adiknya Pak Enteg, Ketut
Sarni itu?
Kemungkinan kenal, kalau Bapaknya Ayu Adi itu saya kenal.
Jadi kalau disebut nama Bapaknya oh ini nama Bapak saya, jadinya saya itu kan
tahu.
Nah dulu katanya Bapak itu sering ke Legian lalu
bagaimana perkembangan Kristen di sana?
Kalau itu saya mohon maaf, yang tahu tentang di sana itu
kan Wayan Enteg dan saya hanya .....datang. Kalau misalnya ada upacara di sana,
seperti pernikahan atau apa, kami biasanya pemuda-pemudi yang saling kenal itu,
maka akan diundang ke sana dan saya datang, jadi kalau seluk beluknya di sana
itu saya sama sekali tidak tahu. jadi itu kan hanya perjalanan saya ke sana
dengan kawan-kawan dan hanya itu saja yang saya tahu.
Kalau seperti orang seperti Pak Enteg sendiri dan Pak Kirig
itu, banyak tidak jemaat yang dari sana datang ke sini?
Ya artinya keluarga yang dari sana itu kan ikut ke sini,
kalau di sini ada apa karena permulaan itu belum ada jemaat dan belum mulai
baptisan itu kan diajak ke sini. Dan ada beberapa orang dibaptis i Untal-Untal.
Kalau Pak Enteg ini dibaptisnya di Untal-Untal pak?
Tidak itu kan di Legian, jadi karena tenaga tidak ada di
sana, jadi kan di sini dibawakan tenaga. Itu entah siapa yang membaptis saya
itu kan tidak tahu, sebab di sini kan tidak disebut. ...mahasiswa yang di sana
itu banyak saya tahu tapi saya itu tidak memperhatikan bagaimana khusus di sana, saya itu tidak tahu. Memang
lebih baik dari anak-anaknya itu ditanya itu mungkin tahu dia, yang sudah
besar-besar di situ itu sudah tahu bagaimana perkembangan orangtuanya. Nanti
kalau bagaimana perlu ini anaknya Wayan Kirig itu ada di sini dan mungkin dia
itu tahu, atau ibunya Mustiadi saja ditanya itu. jadi bagaimana waktu permulaan
di sana, bagaimana Kristen itu berkembang mungkin saja dia itu tahu.
Selain Pak Kirig siapa lagi kira-kira yang menjadi
penuntun di sana (Legian)?
Kalau itu saya kira langsung Pak Enteg ini. Itu hanya
beberapa mungkin setiap sore ada Wayan Kirig datang setiap sore dia yang ke sana, dan ada
juga yang lain dan Pak Pendeta Daniel juga pernah melayani di sini. Kan sudah berkembang
banyak dan sudah mampu sendiri, jadi
kalau ada baptisan itu kan mengundang petugas untuk mengadakan baptisan, jadinya dia kan tidak sendiri dan orang lain
yang si suruh. Jadi itu mengenai seratnya
salib itu dari Untal-Untal. Itu permulaannya adalah Pak Wayan Kirig ini yang
jual buku dan juga kalau saya tidak salah Pak Wayan Enteg ini, saya itu masih
kecil waktu itu dia kan senang sekali nyanyi daerah Bali itu dia itu pintar
sekali, mungkin dia itu juga tahu tentang lontar, biasanya ceritanya dia itu
tentang wayang-wayang begitu.
Kalau Bapak sendiri pernah dengar ceritanya?
Kalau itu saya memang tidak pernah tapi itu kan cerita
dari orang yaitu Wayan Kirig ini.
Jadi itu yang
sudah rajin baca-baca lontar itu begitu ya?
Ya.
Sampai seumur hidupnya Pak Enteg ini jadi tukang sepeda?
Ya.
Jadi Bapak tidak pernah melihat Pak Enteg mengambil
pekerjaan lain?
Kalau itu setelah Legian berubah menjadi gedung-gedung
itu saya tidak pernah melihat lagi.
Kalau jamannya Bapak dulu itu bagaimana?
Kalau saya itu jalan kaki ke sana, naik sepeda jalan
kaki.
Bersama rombongan ini?
Ya bersama yang 13
orang ini. Jadi saat itu memang tidak ada sepeda motor, sedangkan sepeda saja
hanya beberapa orang yang punya. Jadi saya itu kan tetap jalan ke Legian,
Seminyak dan malahan sampai ke Plambingan itu saya juga tetap jalan. Ke
Kerobokan, bahkan sampai ke Ulun Uma
juga saya itu masih tetap jalan, jadi saya bawa seruling saya itu dibawah
pimpinan Pak Daniel itu. itu Seruling Kur Ketegut saya katakan dibawah pimpinan
Pak Daniel itu, ........., itu adik saya semua saya perlihatkan di sana, Pak
Tamiasa juga kelihatan.
Yang mengajar siapa dulu pak?
Ya pak Daniel. Kan dia itu cerita datang dari Makasar.
Jadi saya itu kan tetap jalan ke Legian, Seminyak dan malahan sampai ke
Plambingan itu saya juga tetap jalan. Ke Kerobokan, bahkan sampai ke Ulun Uma
juga saya itu masih tetap jalan, jadi saya bawa seruling saya itu di bawah
pimpinan Pak Daniel itu. itu Seruling Kur Ketegut saya katakan di bawah
pimpinan Pak Daniel itu, ........., itu adik saya semua saya perlihatkan di
sana, Pak Tamiasa juga kelihatan.
Yang mengajar siapa dulu pak?
Ya Pak Daniel. Kan dia itu cerita datang dari Makasar
.... yang dicari Anak Agung itu dah. Mungkin raja itu melihat pemuda-pemudinya
begitu di rumah, lalu kan diajar, saat
itu kan masih remaja naik ke muda begitulah jamannya, itu yang saya tahu
menurut saya dan mungkin yang saya tahu dari sisi saya, sedangkan dari sisi
lain saya kan kurang tahu dan memang tidak berani mengatakan. Jadi yang saya
tahu Wayan Kirig itu sering ke sana, sehingga anaknya itu sampai kawin di sana.
Jadi langsung mempererat hubungan jemaatnya?
Ya.
Nah kalau yang jadi kur paduan suara itu khusus hanya
jemaat-jemaat yang sudah ada saja gitu?
Ya. jadi disamping di Untal-Untal sendiri, itu kira-kira
ada 13 orang, dan baru-baru ini, jadi group yang tahun lansia itu saya panggil.
......ceritanya yang masih hidup.
Berapa angkatannya 13?
Ya sekitar itu dan nama-namanya itu masih ada. Itu juga
ada yang sudah almarhum. Sampai pendeta S. Jonatan itu juga termasuk. Jadi Group saya itu yang membuat suling aktif
sekali itu adalah pak Jonatan itu.
Bisa Pak ingat namanya?
Bisa.
Siapa saja?
Saya sendiri Made Timotius, adik saya Rutiningsih, Luise istrinya Pak Catra, Made Danya adiknya Pak Daniel, Wayan Tamiasa, Wayan Repig, yang sudah meninggal itu Pak Jonatan
almarhum, Ni Ketut Ketel, Wayan Repuh
sudah meninggal dan masih ada yang kecil-kecil lagi sedikit, tapi group saya
yang pemula itu ada 11 orang. Lagi Made
Sutama, kalau yang kecil-kecil itu banyak dan nanti juga berkembang seruling
ini di Blimbingsari ada, Abianbase ada,
di Buduk ada. Kalau yang muncul awalnya adalah dari Untal-Untal. Itu Ni Luh
Sepur itu juga tapi sudah almarhum. Jadi saya coba waktu HUT GKPB ini saya
undang. Saya bernyanyi bahwa anak yang muda itu, bahwa saya itu masih
pemuda, saya tidak mau sebut ini. Dan
saya itu tidak mau memanggil seperti Ibu Luise tapi saya panggil saja namanya
Ni Luh Luise. Itu ceritanya saya reuni ketika saya itu masih pemuda. Sesudah saya panggil, saya mengingat,
mengenang diatas saya kan ada memang pemuda yang benar, kira-kira jaman Jepang
itu situasinya masih dalam perjuangan, dan diatas saya itu baru ada Made Tagel pemudanya,
pak Pendeta Daniel, itu ada Wayan Rengging, istrinya pak Made Taga, Ni
...Geloh, istrinya pak pendeta Suweca almarhum, Ni Nyoman Sukahati. Jadi itu
artinya hampir pamili semua, lalu Ni Ketut Genter lagi, Ni Nyoman Candul, Ni
Wayan Rempug, itu pemuda-pemuda diatas saya.
Itu bisa dibilang mereka itu pemuda generasi pertama Pak,
yang seperti Bapak bilang mengadakan kur itu?
Ya boleh jadi,
kalau istilah yang pertama itu saya sendiri kurang tahu sebab di atasnya itu
kan ada lagi.
Seperti Pak Risin itu?
Ya itu dah saya kan tidak tahu jadinya yang mana yang
disebut pertama. Itu apa yang menurut yang
percaya atau juga menurut keluarga, kalau itu saya sendiri kurang tahu. kalau
yang percaya menurut saya itu kan kakek
saya. Jadi siapa yang percaya waktu itu
seumurnya dia, jadi itu yang pertama. Lalu yang kedua itu baru Bapak saya, seumurnya
dia dan terakhir juga termasuk Wayan Kirig, sesudah itu dibawahnya itu adalah
termasuk Pak pendeta Daniel, Suweca dan Taga, dan kemudian di bawahnya itu baru
saya. Dan di bawahnya itu kan lebih banyak lagi. Itu kan yang menurut di Jemaat
itu yang Kristen. Mulai Kristen, percaya
dan lahirnya, itu kan menurut saya, artinya saya itu kan tidak melihat dari
segi keluarga atau jemaat, itu kan menurut saya itu.
Jadi Bapak itu melihat angkatannya?
Angkatannya begitulah. Itu saya pernah mau menulis
tentang itu juga.
Kalau yang angkatannya Bapak itu pas di jaman apa, apa
itu setelah merdeka ya pak?
Kalau itu kan saya mengalami jaman Hindia Belanda saya
juga alami. Saya itu kan lahirnya tahun 1931.
Lalu Bapak saya kira-kira tahun 1934-1935 itu kan ke Makasar itu ke
sekolah.
Jadi sejak kecil itu Bapak sudah ke Makasar?
Ya maka dari itu dah cerita saya tentang di Untal-Untal
itu sangat kurang. ...jadi saya itu di sana juga agak lama sehingga sampai ada
lahir adik saya, jadi lahirnya itu kan di Makasar, dan itu bersamaan dengan Ni Luh Luise itu kan
ada di Makasar bersama waktu itu dengan kakaknya Wayan Durya. Itu dengan Bapak
dan masih saudara juga dengan Wayan Gelendung itu dan istrinya dan kami itu kan
berempat orang di sana.
Sampai tahun berapa Bapak itu di Makasar?
Kan Bapak itu sekolah ke sana, itu mungkin ada aturan
sekolah itu, lalu dia kan dapat cuti sekian tahun ke Bali tapi kemudian
ditugaskan terus di Lombok. Kemudian entah bagaimana akhirnya kami itu dengan
Pak Daniel itu bertemu di Lombok, Bapak saya tugas di Lombok dan saya juga
diajak ke Lombok. Di Lombok juga Bapak saya itu punya anak satu namanya Ketut
Catu, dan oleh karena itu akhirnya saya itu kan tahu Selong, Cakranegara dan
saya itu menginap di Loteng dan saya kurang tahu, jamannya itu, tapi kalau
sekarang saya itu tidak tahu.
Jadi jaman Belanda ya pak?
Ya.
Kalau biayanya darimana pak?
Kalau itu mungkin dari Zendingnya itu, kalau itu saya kan
kurang begitu tahu. Kalau kenapa Bapak saya itu sekolah ke sana, waktu saya
kecil kan tidak tahu tapi kira-kira kalau saya pakai sekarang itu, mungkin
karena kekurangan tenaga untuk melayani Tuhan dan jemaatnya itu, maka itu
disekolahkan. Itu yang adri Untal-Untal kecuali Bapak saya, Bapak Daniel dan Made
Gelendung itu yang meninggal di sana, itu sudah disebut sering-sering itu
memang dia itu sekolah di sana. Dan banyak lagi, namanya saya itu lupa, kalau
saya cari beberapa saudara yang dari Untal-Untal, itu sekolah di Makassar.
Jadinya wayan Tendak juga pendeta itu yang setelah Gelendung meninggal istrinya
menikah dengan pendeta Tendak. Kalau Made Gelendung itu istrinya adalah Ni
Wayan Gembor. Sesudah itu kalau Made
Gelendung itu kan tidak tercatat di sini. Kalau gembor kawin dengan Wayan
tendak di Untal-Untal tahun 1938, jadi semua dan waktu itu kan masih Kemah
Injil.
Jadi kalau Bapak itu pas lahir itu sudah langsung
dibaptis begitu ya?
Kalau saya kan tidak tahu diri saya, tapi kalau menurut Bapak
saya, saya itu tidak dibaptis dan saya itu hanya diserahkan kepada Tuhan. Jadi
kalau gereja Kemah Injil dengan Gereja Bali menurut saya itu lain, jadi kalau
menurut pengertian saya, setelah dewasa baru kita itu dibaptis.
Baptis sidi itu pak?
Ya baptis selam itu dah. Kalau di GKPB sekarang kan
tidak. Jadi saya itu kan belum diselam karena saya itu kan masih kecil, saya
kan hanya diserahkan saja kepada Tuhan, istilahnya saya itu percaya saja.
Percaya tapi belum dibaptis?
Ya begitu dah.
Jadi kalau Bapak itu kenanya baptis selam atau baptis
percik?
Kalau itu kan sejarahnya saya sendiri jadinya ini, kalau
saya itu kan belum dibaptis dan saya itu kan hanya baru diserahkan saja
istilahnya, itu di Kemah Injil Makassar. Sesudah itu saya kan diajak pulang,
sesudah itu Bapak saya kan Lombok dan saya itu diajak ke Lombok dan saya tahu
itu Lombok, dan dia itu sekolah atau barangkali ditugaskan di sana. Sesudah itu
Bapak saya kan kembali ke Makassar. Dia itu memang kembali ke Makasar untuk
melanjutkan studinya. Mungkin sudah selesai, cuti atau bagaimana di sana, lalu
saya itu ditinggal di rumah dengan Pak Get, itu kira-kira sebelum jaman Jepang.
Berarti Bapak itu kan masih kecil sekali berarti?
Ya saya itu memang masih sekali. Kecil memang tapi saya
itu sudah ingat. Sering Bapak itu ke Makasar dan dia kan melanjutkan sekolah di
pendeta di sana. Saya itu kan disangoni ringgit itu kan jaman Belanda dan yang
memboneng ke Kuta untuk mencari uang itu kan Bapak Wayan Kirig.
Kenapa Bapak itu mencari duitnya itu di Kuta?
Itu kan Pak Suweca yang dikirimi. Itu kan cari tanda
tangan Prebekel dulu dan tanda tangan punggawa juga waktu itu, setelah itu baru
kita itu ke Denpasar, ke Kantor Pos Denpasar begitu.
Berarti Untal-Untalnya berada di dalam pengawasan
punggawa Kuta berarti?
Ya sekarang Untal-Untal ini kan Desa dalung, kecamatan
Kuta kabupaten Badung. Sejak dulu begitu. Prebekel
(kepala desanya) nya itu kan di Gaji dulu. kalau dulu waktu kecil itu kan
dibelikan baju saja kita itu sudah senang. Itu dah kemudian saya itu kan
dibonceng ke Kuta. Jadi satu hari kita itu dari Kuta setelah itu kan ke Denpasar.
Lalu kalau kantor Pos-nya itu masih di sebelah utaranya Lapangan Puputan Badung
yang sekarang itu, percis dimukanya telkom itu lho. Kalau dulu kan tidak
seperti sekarang dan ramainya juga tidak seperti sekarang dan hanya satu dua
saja yang lewat.
Kenapa orang yang sekolah Teologia itu mesti ke Makassar?
Itu kalau Kemah Injil kan memang begitu. Itu kan masih di
Kemah Injil itu, sebab yang datang ke sini itu kan Tsang To Hang. Jadi saat itu
orang-orang itu kan belum tahu pekerjaan yang d iatas itu bagaimana bersama
dengan gereja Jawi Wetan itu, jadi mungkin karena masih jaman Belanda itu ada
aturan-aturan bagaimana saya itu kan tidak tahu. Kan sudah dijelaskan diatas itu kan. Kalau
yang berkemabang itu kan jemaat Untal-Untal. Kemudian lama-lama setelah sampai
kepada sekolah, saya itu kan sudah agak lebih remaja, dan dari sana saya itu
tahu kalau saya itu mengadakan kebaktian, saya itu kan diajak dan memang di sana tempat permulaannya ibadah.
Jjadi di sana yang saya tahu kan begitu. dimana kakek saya itu adalah muridnya
Pan Loting itu, bisa ngeleak
(mengubah diri menjadi makhluk jadi-jadian), bisa mengobati, memang pintar juga
tapi dia kan tidak ikut seperti itu, dia tahu. Memang dia pernah cerita pada
saya, banyak yang Kristen di sini, kalau kamu mau percaya dengan Yesus, berdoa
sembuh memang, beberapa tiga orang itu didatangi itu memang sembuh. Oleh karena
itu pos PI di Untal-Untal itu jarang yang satu keluarga sekaligus. Jadi kalau ibunya
sembuh maka Bapaknya baru lima tahun kemudian.
Jadi perlu waktu begitu ya pak?
Ya perlu waktu memang, itu untuk menyesuaikan diri dan
sosialisasi dengan mereka begitu. ya kami ini ....contohnya. ini I Ketut Gereja
tahun 1932 istrinya Ni Wayan Jubled Untal-Untal, dibaptis di Untal-Untal dan
dibaptisnya itu tahun 1937.
Berarti kan lima tahun jadinya jaraknya?
Ya. begitu juga dengan Ni Made Tuges di Untal-Untal, ini
istrinya lima tahun juga. Made Risin sendiri dia kan di Wangaya (Denpasar, jalan Kartini) tahun 1932 tapi
istrinya kemudian baru dibaptis tahun 1939. Itu yang beda jauh jaraknya sesuai dengan yang
di stambuk ini, kalau yang lain ada juga yang sama-sama. Sama hal juga dengan
Wayan Kirig istrinya yang lebih dulu,
sedangkan Wayan Kirig itu kan belakangan. Jadi artinya itu kan tidak satu keluarga itu
memang tidak. Jadinya kan luar biasa pekerjaan itu alamiah lah. Dan itu ada
keluarga yang pindah itu kan biasanya dengan adanya penyembuhan, itu kan
menurut cerita kakeknya saya, karena kakek saya itu kan dipercayakan menjadi majelis. Dia itu cerita uangnya itu kan ditaruh di
peti, kuncinya itu dibawa orang lain dan itu kan tidak pernah diambil, kalau
misalnya ada beberapa bulan dan mengadakan rapat, uang itu lalu dibuka dan itu
memang sama sekali tidak ada catatannya, stambuk seperti sekarang ini memang
tidak, kan jarang waktu itu yang bisa menulis, paling banter hanya
.............macolek pamor (diberi
tanda dengan kapur). Jadi kalau uang
persembahan itu, kakek saya bilang itu kan ada tiga lobang untuk gereja, PI dan
untuk orang miskin. Kalau rapat di sana dah uang itu akan dibuka. Jadi kalau
memang tidak digunakan lagi ditutup.
Jadi kalau itu kan tidak ada korupsi jadinya?
Kalau itu memang mereka itu jujur. Itu memang begitu jadi
meski mereka tidak punya catatan apa, tapi mereka itu kan hanya percaya saja,
jadi mereka itu memang saling mempercayai. Maklumlah kita itu baru percaya, maka dari itu
kita itu kan harus kompak dan bersekutu.
Tadi Bapak itu bilang kalau Wayan Kirig itu istrinya duluan
yang masuk Kristen?
Ya, kalau itu di sini bisa dicari. Jadi itu nanti kan bisa dipakai perbandingan,
oleh sebab saya itu juga mengira kalau mereka percaya satu keluarga sekaligus,
tapi itu kan satu persatu dan itu berarti kalau pekerjaan Tuhan itu memang
tidak bisa dipaksa, itu mungkin saja ada roh yang bekerja dan saya sendiri
tidak tahu. Kalau percaya terus begitu mungkin kontak atau mungkin ada
kesusahan apa-apa. Itu juga waktu saya datang dari Jawa itu saya kan didoakan
oleh kakek, tapi maklum dia kan belum bisa ......................., itu memang
kalau orang yang baru percaya itu kalau orang yang baru percaya itu ..... dan
kakek saya sendiri memang mengalami itu, menurut cerita kakek, mamak dan Bapak
saya, itu katanya kakek saya itu dikelilingi oleh api.
Api itu black magic
gitu?
Ya memang black
magic. Bahkan kompiang (cicit,
ayah dari kakek) saya, Bapak dari kakek saya itu kan dikuburnya ke Denpasar,
karena kan belum dapat kuburan.
Siapa nama kompiang-nya
pak?
Wah kalau itu saya kan tidak tahu.
Tapi kompiang-nya
itu memang sudah Kristen atau bagaimana?
Wah kalau ini saya memang tidak tahu. mungkin juga karena
anaknya yang Kristen, lalu dibawa ke kuburan Kristen Belanda, .....mungkin kan
begitu juga kakek saya itu dulu dan memang saya sendiri tidak tahu.
D imana dulu Kuburan Kristen Belanda itu?
Lho itu kan kuburan yang digusur ke Mumbul itu, di depan
kuburan Badung itu.
Kalau dulu lokasinya, di terminal (Jalan Imam
Bonjol, Denpasar timur Kuburan Badung,
sekarannng sudah menjadi komplek pertokoan) itu?
Ya mungkin di terminal itu sekarang, itu kan kuburan
Kristen jadinya itu. Itu digusur dan waktu itu kan tidak tercatat dan tidak
kelihatan. Jadinya saya kan lama di Bali begitu, sudah begitu saya kan sekolah,
SMP itu saya itu dapat sekolah jaman Jepang.
Kalau SD nya dimana dulu?
Kalau itu kan SR namanya saya itu di Gaji.
Bukannya Volkscholl?
Itu kan hampir jaman Jepang, mana ada Volkscholl
itu, itu kan hanya di Sempidi satu dan di Gaji itu ada satu, itu kan kelas
satu, dua dan tiga. Jadi kelas satu saya itu pintar, karena saya diajak ke
Makassar jadinya saya itu kan hanya diajak menggunakan bahasa Indonesia saja
kan dan saya tetap naik kelas dua saja.
Jadi itu kan Bahasa Indonesia, saya kan biasa dari dulu saya itu diajak
menggunakan Bahasa Indonesia. Seingat saya waktu kelas III saya itu kan ingat
membuat lubang (tempat perlindungan) di SR (sekolah rakyat) itu,
dan saya itu ingat kelas III itu kan sudah mulai jaman Jepang waktu itu. Itu
kan jaman itu ada bawa kapas, karet, .... itu cukup berarti jaman Jepang. Itu
kan orang semua ke lubang itu dan membuat lubangan kan begitu, lalu kelas III,
IV, V, VI itu saya di Krobokan.
Apa nama sekolahnya?
Ya sama juga SR.
Tapi lanjutannya di sana gitu?
Ya saya melanjutkan ke sana, dan sampai kelas V, kan
jaman pergolakan sampai mau kelas VI itu saya mulai dengan Itu, Mi -sang, si
itu saja yang saya dengar dan memang saya itu tahu dengan lagu-lagu seperti
itu. Saya itu memang sampai banyak tahu
lagu-lagu Jepang itu, seperti Khimigayo, itu bahasanya saya itu tahu dan memang
kalau itu saya banyak tahu tapi sekarang itu sudah lupa, itu saya memang
pernah, sampai jaman Jepang itu bergolak menjelang jaman perjuangan itu,
katanya Jepang itu kan terlalu ganas dan memang keras sekali, sehingga kita itu
kan tidak berani ke Denpasar, kalau kita itu memang tidak hormat kita itu
dipukul. Jadinya kan semua orang itu
takut, dan jarang ada yang berani ke Denpasar.
Kalau bedanya jaman Jepang dengan jaman Belanda itu
bagaimana bedanya, mana rasanya yang lebih
bagus?
Ya kalau saya kan lebih bagus jaman Belanda berikutnya,
sebabnya apa? Kalau Jepang itu kan jelek dan tidak ada buku sama sekali, buku pelajaran tidak ada,
karas tidak ada.
Lalu pakai apa belajarnya?
Nah ini kan gurunya itu kan pintar, saya itu ngantih benang (membuat tenun ikan) pintar,
membuat tali sabut kelapa itu saya pintar. Bajunya kita itu hanya kulit dan
kita memang hanya pakai celana kolor saja, dan kita itu memang jalan kaki dan
itu kan saat masih jaman Jepang. Lalu kita itu kan disuruh bawa bambu seperti
bambu runcing itu dan kita itu memang di sana diajarkan perang-perangan, dan
kita itu memang diajar seperti itu, dan kita itu memang hampir tahu semua di
Krobokan. Waktu itu saya kan dari perempatan sekolah sekarang sampai di kuburan
Padangsambian itu saya disuruh menanam pohon Jarak. Dipinggir jalan itu dan itu
memang rutin itu.
Jadi sekolahnya memang seperti itu, jadi tidak membaca
atau apa?
Tidak dan itu memang rutin. Itu kalau persentasenya mungkin kalau bisa
saya katakan, mungkin 10 persen berhitung, bahasa Jepangnya 30 Persen, olahraga
itu 60 persen, dan selebihnya itu perang-perangan, jadi itu kira-kira. An
itulah yang menimbulkan semangat bagi saya.
Semangat yang bagimananya itu Pak?
Ya itu kan jaman perjuangan. Ya kita itu kan diberikan
semangat itu dengan mengatakan saudara tualah dan apalagi dan memang saya alami sendiri itu, makanya
saya itu sampai bisa cerita. Jadi saat jaman perjuangan dan Jepang itu hampir sudah
tidak ada di Denpasar, jadi ini saya
pribadi, itu belum Bapak saya, belum mamak saya, itu saya kan pindah ke SD No.
2 Pemecutan (Jalan Thamrin, Denpasar, kini sudah menjadi komplek pertokoan) di depannya Puri Pamecutan sekarang, dan tanda
tangan Ijasahnya itu masih Cokorda Gambrong (Raja Kerajaan Badung di Puri Pemecutan) dan itu istilahnya, memang
ramah orangnya. Nah setelah tamat di
sana saya itu kan lulus. Kalau di SD nya itu saya dua kali ujian. Saya sekolah di sana, saya, Tamayasa, Jonatan,
Durya, mungkin lagi satu Simon. Yang lebih dulu lulus itu pak Tamayasa sendiri.
Dia sekolah duluan di Milo itu katanya. Yang tahun berikutnya baru saya dan
yang tertua saya kelas satu. Itu jamannya memang sudah Belanda. Itu entah tahun
berapa tapi ada jaman NICA (tentara Gajah
Merah), sekolahnya adalah SMP I sekarang, di timurnya Pura Jaganata itu, di timurnya saya itu
sekolah Belanda dan itu memang separo sekolah Belanda, kalau di Baratnya itu
sekolah MILO atau SMP, itu sekolah nasional memang.
Bedanya itu bagaimana? Kalau yang boleh sekolah ke
sekolah Belanda itu siapa saja?
Ya itu kan khusus hanya orang Belanda saja dan memang
tidak ada orang Indonesia di sana, itu kan banyak orang-orang Gajah Merah itu, anak-anak pegawainya kan
memang di sana.
Terus kita itu lain gitu?
Ya kita kan sama dah di sana, hanya di-belat (dipisah) dengan tembok saja. Jadi
itu kan hanya dibagi dua saja, sebelah timurnya Belanda dan sebelah Baratnya
itu Indonesia. Dan pada waktu itu saya harus mengirim uang sekolah ke sana, ke
RIS (Republik Indonesia Serikat), yang pusatnya adalah di Makassar. ...., kan
masih NIT waktu itu, masih Cokorda Sukawati jadi presidennya, saya itu kirim
uang sekolahnya itu ke sana.
Kenapa mesti ke sana, sekolahnya kan di sini?
Ya karena itu memang aturannya begitu dan kita itu memang
harus menyetor ke sana.
Berarti bayar SPP-nya memang harus ke sana gitu?
Ya dan kalau mengirimnya itu kita kan melalui kantor Pos,
waktu itu kan 6 rupiah. Lalu kita kan menyetornya di tempat asramanya pak
Krambergh.
Dimana asramanya itu pak?
Ya itu di Penyobekan itu.
Langsung jadi kantor Sinode itu, asramanya Pak Kramberg
itu?
Ya itu dah, yang sekarang gedung gereja yang bertingkat
itu. kalau dulu kan namanya Pasraman, tempatnya Krambergh T. H. ......, itu kan
masih ada di di ...., saya sendiri juga sudah ada catatan namanya yang lengkap.
Nah itu dah sudah di sana, tamat dari sana, kan itu sudah Gajah Merah (NICA) atau perjuangan terus, kalau SMAnya kan hanya
ada SLOEA (sekolah landjutan oemoem atas, sekolah partikelir), itu yang ada di sebelah
utara Banjar Tainsyat (Jalan Nangka
Selatan, Denpasar) itu SMU perjuangan,
SLOE dan namanya. Beberapa dari sini itu
ke Malang, dari Malang lalu ke Saalatiga. Cerita cepat, kalau hubungan dengan
baptis, saya itu memang belum dibaptis
ya. Waktu itu orangtua saya belum
baptis, belum sidi saya. Karena saya bekerja, sekolah SMA sudah bisa dapat
kursus di Yogya di Taman Siswa dan saya
itu tahu Pak Ki Hajar Dewantoro, diajar
saya itu di Taman Siswa, di Salalatiga, sesudah itu di ........, itu kehidupan saya
itu begitu memang. Terus setelah tiga
tahun saya itu ketemu dengan istri saya ini, si cantik ini datang di tempat
saya kost dan jadilah begitu. jadi keluarganya ini masih Islam semuanya masih
Islam.
Kalau ibu namanya siapa?
Sutarwi, saya kenal itu, saya kan jadi guru, mungkin dia
ini murid saya dulunya.
Kalau Bapak tidak mau sekolah berarti disuruh kerja rodi
gitu ya?
Ya itu ada memang begitu, tapi entalah saya itu kena aturan begitu atau
bagaimana saya kan kurang tahu, jadi Bapak itu kemana? Kerja kemana saya itu
kan kurang tahu. mungkin ada begitu dan memang benar ada. Ada begini itu memang ada bebas asal mau
sekolah maka tidak kena Romusha itu, orang
dulu kan pekerjaan yang di kantor cari pegawai datang ke desa-desa cari murid,
bukan muridnya yang yang cari sekolah. Itu sekolahnya yang cari murid ke
desa-desa. Itu kan adik saya itu berapa kali dicari untuk sekolah perawat, itu
kan dicari “kalau kamu mau sekolah, saya yang ngajak ayo.” Jadi kita itu kan
tidak perlu melamar lagi, sampai terus akhirnya dia itu sekolah perawat di
Makasar, pada umumnya kan begitu.
Kalau jaman Belanda tidak seperti itu pak?
Tidak, jadinya kan habis jaman Belandanya. Kalau itu kan
sedikit sekali saya alami, sesudah itu kan jaman Jepang, setelah itu Revolusi,
kemudian jaman NICA sebentar, setelah itu merdeka terus. Pengalaman saya kan
begitu, itu entah yang mana saya kan kurang tahu. kemudian saya itu ke Jawa dan
ini kan baru pengalaman pribadi, setelah itu menikah saya di sana, jadi saya
itu kan menikah secara Islam di Jawa. Jadi satupun saudara tidak ada yang
datang ke sana. Perhubungan dan
transportasi apapun tidak ada. Saya itu
sendiri mengambil istri saya ini, bahkan saya itu sampai menangis. Tapi lucunya
orang di sana, keluarga istri saya itu
tahu kalau saya ini orang Kristen dan mereka semua memang tahu tentang saya,
padahal saya tidak ada bilang apa-apa, dan kawan-kawan saya kan banyak juga
seperti camat dan lain-lain juga. Saya
itu menikah di Jawa itu tahun 1955.
Lalu kalau lanjutan baptisnya itu bagaimana pak?
Itu sudah punya anak satu kan, adik saya Rut yang nomor
dua itu mau menikah dan saya itu disurati oleh Bapak kalau saya itu harus
pulang. “Kamu yang tertua dan saya minta dengan hormat agar kamu itu harus mau
pulang. Adik-adikmu semua masih kecil
dan saya tidak bisa urus, ......, nah tahu kalau diri saya ini murtad, belum
baptis, nikah juga saya itu belum selesai, di Untal-Untalah tahun 1958 itu,
saya itu dibaptis, nikah suci, membaptis anak saya, waktu itu saya sudah punya
anak satu, kawin sucinya berlangsung di gereja Untal-Untal. Di sanalah saya itu
baru selesai jadi orang Kristen yang benar.
Lama berarti ya pak?
Prosesnya memang lama tapi orang kan kenal kalau saya ini
...... orang Kristen ... sedikit pun saya tidak robah. Tapi kalau menurut ukuran Upacara tahun 1958
itu dah anak saya itu dibaptis dan segala macam memang. Jadi itulah proses saya
menjadi Kristen. Mulai tahun 1958 itu dah saya itu mulai kerja dan diajak oleh
Pak Pendeta Daniel di kantor Sinode ini, waktu itu masih di Untal-Untal,
ketuanya juga masih Pak Made Ayub juga. Setelah lama-lama saya itu akhirnya kan
diajak di Penyobekan (Gereja Kristus
Kasih, sekarang) itu sampai 30 tahun, saya itu bekerja di kantor Sinode saat
itu umur saya sudah 55 tahun lebih, dan saya kan diperpanjang lagi satu tahun dan memang mengenai diri saya
pribadi dan sekarang mengenai Bapak saya.
Sekarang Bapak
saya setelah saya itu ditaruh di rumah pribadi, dia ke Makasar. Waktu saya
pulang itu kan sudah jaman Jepang, kembali karena ditugaskan ke Lombok, Jepang
terus kan gitu. Pulang dari Lombok itu saya itu sampai kena fitnah, mata-mata
Belanda itu Bapak saya. Jadinya pada jaman Jepang itu ditangkap oleh Jepang, jam tujuh waktu saya di dapur itu, saya kira
itu sekitar tahun 1945, entah itu bulan
berapa, Bapak saya I Nyoman Kayun itu sebagai terdakwa saksinya I Wayan Kirig,
yang itu tadi I Made Daud dan Ketut Yahya yang dari Abian Base itu. Nah di sini
dah kita itu orang Kristen kan bingung, saat itu kan jaman Jepang. Setelah di Denpasar itu dicar-cari atas
bantuan Pak Daniel, waktu itu dia belum pendeta waktu itu. Pada waktu itu kan
lahir adik saya, namanya Penglipur. Bapak saya diambil dan entah dibawa kemana
itu, kita belum tahu ditanya ke Denpasar ke kantor Jepang itu tapi juga tidak
ketemu.
Sampai di
Negara juga ada saudara saya yang tahu, sampai akhirnya dibawa ke Banyuwangi.
Di sana itu kan mendapat siksaan yang sangat luar biasa sekali, itu ada sekitar
sampai enam bulan lebih itu. Lalu dia pulang ke Bali itu sebelum Natal, bukan
sebulan, mungkin ada sampai 3 bulanan lebih, itu sampai kurus kering, tapi
untungnya dia itu memang tidak pernah melenceng dari pengakuannya yang dari pertama, sedangkan yang lainnya itu kan
ada ya tahu sendirilah itu, bagaimana kerasnya orang Jepang itu, tahu-tahu sampai di Banyawangi itu
dibawa. Itu kan empat orang Kristen yang dibawa. Dari Abianbase satu dan dari
Untal-Untal itu tiga. Jadi pulangnya itu satu hari sebelum Natal tahun 1944, dan saya itu
masih ingat dengan jelas itu.
Nah pada waktu Bapak
saya itu selama di Banyuwangi, lalu kan
ada utusan dari Kemah Injil Makasar,
maksudnya supaya Bapak itu mau diajak melanjutkan sekolah ke Makassar supaya
bisa jadi pendeta gitu. Nah nyatanya saya itu sampai di sini Bapak tidak ada
(meninggal) dan saya itu kan menginap di rumah yang namanya Tuan Brill dan saya yang mengajak tidur begitu, memang
dari Kemah Injil juga, kawannya Tuan Jaffrey itu mungkin. Jadi melihat sikonnya mamak saya, ya banyak
nasehatnya dan Pak Daniel juga tahu. sesudah itu dia tahu dan kita itu memang
sudah sedih sekali. Lalu tanpa apa dan bagaimana pak Daniel juga memang
Lalu dia
ambil pemuda-pemudi itu sebayanya pak Daniel itu, dimuka rumahnya pak …., lalu
di situ dikumpulkan dan mendoakan, berdoa dan bernyanyi terus jaman itu, itu
untuk mendoakan supaya cepat dapat …., akhirnya beberapa kali itu dan kalau
kebaktian itu kita kan memang rajin sekali, kalau ada lagi begitu kita kan
bersekutunya lebih erat lagi dengan doa-doa itu. Tahu-tahu sebelum Natal itu Bapak
datang dengan jalan kaki. Entah darimana jalan kakinya, apa dari Tabanan
katanya jalan kaki. Entah di mana dia dapat pakaian karena pakaiannya semua
dijual untuk makan di sana, pakaian sarung untuk makan. Saya juga takut nanya Bapak,
dan saya itu takut kalau sampai dia itu nangis. Lalu Bapak itu kan cerita, katanya kalau apak
itu diduga sebagai mata-mata Belanda. Jaman itu kan memang bergolak, Amerika
musuh kita, Inggris musuh kita, sekutu juga, jadi jaman-jaman itu kan memang
begitu. Jadi itu sedikit cerita mengenai
pribadi keluarga Bapak saya. Yang lainnya juga ada sekolah ke Makasar, itu Bapaknya.
……….., ibunya ada juga yang dari Lombok.
Kalau sekolah Makasar itu dibawah apa itu Pak?
Ya dibawah Kemah Injil juga saya rasa. Sekolah Alkitab
Kemah Injil………, saat itu saya kan sudah hafal juga abjad. Berlomba juga saya
berani, kadang-kadang saya itu kan dilombakan dengan Luis, Juliet itu, jadi
kita itu kan berlomba empat orang dan yang menang akan mendapat hadiah dan itu
saya memang ingat percis itu, di Makasar. Dan Bapak saya dari sana dah kenal
dengan orang Dayak, siapa-siapa yang ada di sana. Dan saya kan ……dan ini belum
menganai khusus jemaat, ini kan baru pribadi-pribadi. Kalau
dari kakek saya itu kan punya saudara tiga orang. Gerut yang tertua, Ketut
Greda itu,
Yang di Wangaya itu?
Ya. Grwut, Greda dan satu lagi Dadong Barg itu dah. Sebab dia itu kan belakangan lahir gitu.
Sesudah itu mamak saya itu kan saudara tertinggi, dia itu anak tunggal.
Nama ibunya siapa?
Ni Wayan Sukreg. Kalau orang-orang yang menulis itu, yang
pertama percaya di Untal-Untal itu kan Sukreg, itu adalah kakeknya ibu saya.
Dia itu kan anak satu-satunya memang. Bapak saya namanya I Nyoman Kayun, jadi Bapak
saya itu kan nyentana (kawin, tinggal
di rumah istri dan menjadi anggota keluarga istri) ke sini.
Kalau Bapak sendiri saudaranya berapa orang?
6 orang. Yang pertama saya Made Timotius.
Kok Made yang pertama?
Kalau saudara kami yang pertama itu kan sudah meninggal,
jadinya kan saya anak yang paling pertama.
Meninggal waktu kecil ya?
Ya meninggal waktu kecil, tersu setelah itu kan Nyoman
Regug, setelah itu kan Rut,. Ketut Pandu, lalu Luh Penglipur, itu kan jaman Jepang, itu
yang waktu jaman Bapak saya itu sedng sengara-sengsaranya, setelah itu kan Made
Bingar, dan yang terkecil itu kan Nyoman Raharja. ` Nyoman Regug, Ketut Pandu
yang lahir di Lombok itu, Luh Penglipur, itu kan waktu jaman Jepang itu yang
digendong waktu jaman Bapak saya sengsara, .... dan yang terkecil itu Nyoman
Raharja. Jadinya saya itu kan bersaudara enam orang. Kemudian Nyoman ......itu
kawin dengan orang Sangis Talaus, Manado.
Kalau Pandu
dengan orang Tabanan, Bongan. Kalau
Tingar itu kawin dengan orang Semarang, itu punya anak dua dan Raharja itu
dengan anaknya Pak Su......, adik saya sudah pensiun dan saya ajak pensiun
gereja sama tidak dapat apa-apa. Kalau anak saya juga enam, yang pertama itu Ni
Luh Emi Kristiningsih, itu kan sekolah di Swastiastu (sekarang Santo Yosep, di Jalan Jendral
Soerdiman, Denpasar) dulu dan setelah itu langsung sekolah Bidan, lulus di sana
tapi dia terus diminta di sana dan saya mau pindahkan dia ke sosial tapi tidak
dikasi. Lalu yang kedua Kristyantyus Dwi Atmaja, jadi anak-anak saya itu tidak
ada Made, Nyoman, Ketut. Jadi saya itu biar tidak ada Bali, Jawanya juga tidak
ada.
Nasional jadinya ya pak?
Ya nasional. Christianus
Dwiatmaja, waktu permulaan memang
dapat beasiswa gereja juga, .........sampai S-2nya di UI Jakarta, dan S-3nya di
Belanda. Jadi sekarang dia itu sudah
Doktor. Jadi itu yang nomor dua kawin
dengan orang dari tapi ibunya tinggal di
Surabaya. Lalu yang ketiga ini Joko yang ada di rumah, yang kerja di ........,
dan istrinya dia itu dari Wanareja. Lalu yang nomor empat Puspaning Utami,
sekarang dia kerja di SMP Kristen ...di Salatiga. Lalu yang kelima Cahyadi Sukmono, dia ini
seorang wiraswasta dan istrinya ini ada darah keturunan Batak. ..........,
kalau cucu saya ini ada 11 orang. Lalu anak saya yang terakhir itu Niken
Susanti Widiastuti. Itu 15 tahun jaraknya dengan Cahyadi Sukmono. Dia itu
memang mencari fakultas kedokteran tapi tidak tembus, ....jadi kalau dari segi
cucu saya itu mungkin memang kaya, tapi
kalau kekayaan saya itu memang tidak punya apa-apa, orang punya mobil saya itu
tidak.
Tapi kalau
orang Kemah Injil itu biasanya dibaptis selam, itu dicelupkan ke air, nah
karena di sini tidak ada kolam begitu, maka dicarilah air sungai, jadi itu
supaya dekat. Mungkin Tuhan Yesus itu dibaptisnya dulu di sungai Yordan,
mungkin begitu saya kan tidak tahu, nah sekarang itu dimana, nah kakek punya
sawah kan dekat dengan sungai, jadinya kan disana dah. Itu Tukan Yeh Poh itu,
maka diajaklah ke sana, atau mungkin Made Risin yang mengajak, jadi itu mungkin
begitu. terus kan di sana berlangsung, ya karena airnya juga lumayan beningnya.
Tidak seperti sekarang?
Ya kalau memang musim terang itu airnya bening dan saya
it sering dengan kakek saya itu ke sana. Jadi kita itu masang bubu (memasang lukah, jebakan ikan) juga di sana dan airnya
juga memang di sana itu bening sekali. Jadi di sanalah tempat baptisan pertama,
...itu yang menimbulkan lebih kuat.
Kalau sungai itu yang paling besar?
Ya itu dah sungai satu-satunya dan memang tidak ada lagi.
Tidak angker dulu sungainya itu?
Kalau itu kan memang luar biasa.
Waktu Bapak kecil masih dianggap angker?
Ya waktu kecil dengan kakek ya ini dah, soalnya saya itu
kan dikasi tahu sama kakek, “kalau kamu kemana saja, maka kamu harus yakin
tidak akan apa-apa, ingat Tuhan Yesus.” Dan memang benar saya itu tidak
apa-apa, saya itu kan bawa Alkitab kecil, saya itu taruhnya di tas atau di
kantong. Semua orang heran, tidak ada orang berani lewat di sana, karena semua
orang lihat ...di sana itu angker tapi kok saya sendiri itu berani ke sana.
Saya itu memang ikuti itu. dan banyak memang yang heran, lalu saya kan
berpikir, apa yang saya takuti toh saya itu tidak ada hubungan apa-apa.
Rahasia saya
itu adalah keyakinan ini, bahwa dalam alkitab itu firman Tuhan itu, bahwa Tuhan
Yesus itu yang mau menjaga dan menolong saya. Jadi itu memang sudah menjadi
keyakinan saya. Jadi kalau dilihat memang Alkitab kertas, tapi kalau yang di dalamnya
itu kan hidup, Tuhan itu hidup dan itu yang menjaga saya. Jadi itu keyakinan
kepercayaan saya memang seperti itu. kalau sekarang saya itu kan tidak pernah
melihat leak itu bagaimana. Sering orang-orang sekarang lihat bojog (kera jadi-jadian) tapi kalau saya
itu kan tidak. Dan mereka itu heran dengan saya, tapi kalau itu saya kan tidak
tunjukan kepada mereka. Dan saya itu ingat dengan pesannya kakek dan saya pikir
itu memang benar. Kalau kita melihat memang alkitab itu tetap seperti itu dari
kertas tapi kalau Firman yang didalamnya itu yang tetap hidup.
Berarti kan kalau dulu orang-orang Kristen itu termasuk
berani melakukan baptis selam di tukad Yeh Poh itu?
Ya memang begitu, tapi kan beraninya karena jujur, tapi
kan artinya tidak beraninya itu berani polos itu kan tidak seperti itu. jadi
kita itu kan memang yakin seperti itu, sebab kita itu kan tidak punya musuh
apa-apa. Jadi kita itu memang pindah agama tapi kalau kita itu bersaudara kan
tetap. Jadi itu kan menurut
pengertiannya saya memang seperti itu, sebab kita itu kan memang tidak punya
musuh apa-apa. Meski kita itu sudah
pindah agama tapi kita itu kan tidak bermusuhan dan kalau kita itu bersaudara memang
kita itu tetap bersaudara. Jadi itu kan menurut pengertiannya saya. Jadi kalau
saya dengan keluarga saya yang di Jakarta itu saya sama-sama, jadi kalau ada
Idul Fitri saya itu datang ke sana. Malahan saya itu didahulukan oleh keluarga
di sana, sebab saya itu kan keluarganya yang
tertua, yang tua itu harus datang, hormat dengan saya, kalau itu kan menurut
adatnya di sana kan begitu jadinya.
Kalau Bapak pernah diceritakan dulu, seperti apa seramnya
di tukad Yeh Poh itu?
Tidak.
Kalau dulu Hindunya percayanya bagaimana?
Mungkin kan bulu romanya itu kan berdiri. Situasinya itu bagaimana kalau bulu roma itu
merinding? Di situ juga kan ada pohon
bambu.
Jadi ada pohon-pohon bambu yang lebat begitu?
Ya, menurut kakek saya juga, kakek saya kan pernah
cerita, itu diuji sebab mertuanya dari
Pak Pendeta Tamayasa, namanya
saya lupa, lalu senangnya metajen (judi
sabung ayam) itu luar biasa, lalu kan sakit dan kakek saya kan datang dan saat
itu memang dicemooh, “pah ratun Kristene ongkone ngubadin.” (Raja Kristen-nya
yang diminta datang untung mengobati). Kan gitu jadinya orang Bali dan itu masih
saudara juga. Dia itu agak berani kan karena masih saudara gitu. Kalau kami ada upacara di sana itu maka kami
akan diundang juga ke sana dan memang tidak apa-apa. Dan dia itu berani bicara
seperti itu karena kita kan masih saudara. Dan itu memang tidak apa-apa dan
saya memang jalani dan saya berusaha untuk mengobati, lalu saya itu berdoa.
...................Kalau memang dia sudah percaya, nanti lagi dia metajen kalau memang di Kemah Injil itu
kan tidak bisa metajen, dan apa lagi
yang sejenis dengan itu kan tidak boleh.
Makan sirih tidak boleh?
Ya makan sirih juga tidak boleh. Jadi begitu dah, kita itu lewat kuburan atau
apa kita itu memang tidak melihat apa-apa. Dan memang saya itu akan jalan ke sana dan
memang tidak ada apa-apa. Nah apa artinya itu saya sendiri kan tidak tahu. Apakah
tidak jadi, tidak berani atau bagaimana? Hawanya siapa yang lebih panas atau
bagaimana? Saya sendiri kan tidak tahu
tentang itu. Tapi kalau kakek itu memang tidak mengalami apa-apa.
........mungkin kalau dia itu ada melihat apa-apa, jadi kakek saya itu hanya diam saja dan memang
tidak melawan. Asal dia mengganggu itu mungkin dia duduk dan dilawan, kan begitu mungkin jadinya. Dan itu pernah
terjadi dan kakek saya yang sering begitu, karena kakek saya itu kan polos (lugu) sekali dan memang tidak
pernah bicara. Dan kakek itu juga pintar mengobati ..., dan membuat obat juga
kakek saya itu, dan waktu meninggalnya juga saya kumpulkan alat-alatnya itu. itu ada yang pakai membikin asaban (obat gosok) itu, dan ada yang
kecil itu untuk menggosok obat itu, masak itu yang saya simpan, itu saya
simpan.
Sebelum jadi Kristen, pekak itu jadi balian (paranormal) ya
pak?
Ya memang dia iu jadi balian,
sebab dia itu kan muridnya Pan Loting, ............, kan kalau cari sabuk (jimat) ke Buleleng itu artinya
kan sudah tinggi ilmunya. Kalau ilmunya Pan Loting itu kan sudah tinggi ya. Kalau
menurut saya itu tidak ada yang memberi tahu selamat itu, kalau itu semua menghancurkan itu. dan
akhirnya kok hancur dan tidak ada yang mengasi jalan selamat mungkin begitu
jadinya kakek saya. Dan saya sendiri tidak tahu bagaimana perubahannya, orang
saya sendiri sudah Kristen sejak saya itu kecil, jadinya saya sendiri kan tidak
tahu. Jadi ini kan menurut perkiraan saya juga selaku cucunya.
Berarti kan bener berarti Pan Loting itu banyak punya
murid di sini?
Kalau itu kan tidak seperti itu. Kalau yang mampu atau
yang bisa itu mungkin kan hanya kakek saya saja. Jadi dia itu yang mampu
sehaluan dan menangkap ..... ilmunya itu hanya kakek saya saja.
.............dan sampai sekarang masih ada yang sentimen seperti itu, apalagi
kalau jaman dulu.
Apalagi dengan keadaan lingkungan yang mash seram seperti
itu?
Jamannya itu kan memang begitu, maka dari itu saya dipesankan sama kakek, “di mana
kamu belanja maka kamu jangan belanja di tempat orang Bali.”
Takut kena cetik
(racun)?
Ya itu memang salah satunya. Jadi itu kan karena
pengalaman juga.
Berarti setelah Kristen, ilmunya kakek itu ditinggalkan
secara total gitu ya? Jadi kalau ada yang sakit itu hanya cukup dengan didoakan
begitu?
Ya memang seperti itu.
Jadi kalau ada ilmu yang pakai mantranya tapi dia ganti dengan doa dan
sarana obatnya itu kan masih tetap seperti itu. Bahan-bahannya masih tetap juga
digunakan, baik itu dengan di-simbuh (sembur)
atau apa lagi yang lainnya. Jadi itu kan dengan doa, dan doa itu biasanya
ditanya yang sakit, “kamu mau saya doakan?”
Dan harus seperti itu ya Pak?
Ya memang dan itu orangnya itu memang harus menyerah. Jadi kalau mau dia maka dia yang sakit itu
harus ikut dengan dia.
Jadi dengan kata lain yang sakit itu yakin dan
menyerahkan diri sepenuhnya dengan Tuhan Yesus?
Ya. ...............tapi kalau orang itu kan tidak selalu
sekali langsung mau dengan satu kali kita datangi, jadi mereka itu setelah berkali-kali mungkin
didatangi baru akan mau. Dan itu memang ada seperti itu dan kakek saya kan
hanya melakoni saja. Tapi kalau itu kan semua ada yang mengatur di atas.
Berarti kalau begitu baptisannya bisa dibilang barengan
dengan Pan Loting juga ya?
Siapa.
Kakeknya Bapak?
Nah yang itu dah yang saya tidak tahu. Kalau memang
jemaat di Buduk itu tahun 1931, mungkin bersamaan dengan yang di sana, sebab
kalau di sini kan memang tidak ada. Jadi yang dari jemaat Untal-Untal itu kan
memang ada. Kalau orang lain kita sebut saja Made Risin, Ketut Greda, tapi
kalau dilihat tahunnya kan tidak mungkin. Jadinya kan data ini yang menunjukkan.
Jadinya saya menentang kalau Ketut Greda
tahun 1931, tapi kalau menurut saya dia itu kan adiknya kakek saya, kalau
memang dia itu disebut di sana sama-sama, itu menurut saya itu kan tidak benar.
Tempatnya juga berbeda?
Ya kalau dia itu kan di Denpasar.
Sedangkan kakeknya Bapak itu di Untal-untal?
Ya memang di Untal-Untal. Jadi ini memang mereia itu
kakak adik dan memang kalau yang tidak tahu itu dikatakan jadi satu. Kalau yang
tidak tahu itu kan, “kira-kira ini yang tua-tua itu di Denpasar. Jadi begitu,
nah adik kan sudah mengerti sekarang?
Ya?
Ya mungkin juga kalau orang lain, yang tidak tahu, malah
ini yang disebut, lalu kenapa ini disebut. Misalnya ini yang tahun 1932, I Made
Tuges, itu tidak pernah disebut, ini adalah Bapak dari Bapak saya, itu tahun
1932 juga dan sama-sama di Wangaya (jalan Kartini Denpasar) juga.
Made Tuges itu Bapaknya, berarti itu kakeknya dari pihak Bapak
gitu ya?
Ya. jadi ini saudara dengan ini.
Jadinya Pak Gerut saudara dengan Pak Greda? Lalu kalau
Pak Tuges itu Bapaknya?
Ini I Made Tuges ini Bapaknya suami ibu saya, pak kayun
itu.
Berarti kan barengan pak Greda ini dengan pak Tuges ya?
Ya sama dan dengan Made Risin juga. Jadi orang yang tidak
tahu ini, mungkin lain kan begitu jadinya.
Nama lainnya itu ada ya pak?
Ya. saya coba kalau dulu I Gerut itu kan Pan (ayahnya) Sukreg,
dan saya juga tahu kalau Pekak Timotius itu kan bukan saya, dan namanya yang
sebenarnya Wayan Gerut dan orang kan belum tahu itu, pas ketemu ini kan tidak
tahu jadinya, kan kalau dulu itu tidak boleh sebut nama orangtua ya. Jadinya
buyut saya itu namanya siapa, jadinya saya itu kan tidak tahu. lalu Ketut Greda
ini adik dari kakek saya, Pan Rayu kalau disebut dulu, sedangkan namanya adalah
I Ketut Greda.
Tahun 1932 di Wangaya ya?
Ya.
Terus Gumleng ini istrinya?
Terus kalau gumleng istrinya ini tahun 1937. dan ini
adalah kakak atau adik dari I Made Risin begitu lo.
Ini saudaranya berarti ya?
Ya bersaudara, entah yang mana yang lebih tua. ........,
jadi mana yang lebih tua, mana yang lebih tua, misan, mindon dan itu memang
hampir semua mekilit, jadi kebanyakan memang di Untal-Untal itu begitu.
Kalau Made Tuges ini, saudaranya siapa lagi pak?
Kalau itu kan Pan Kayun itu kakek saya, itu anaknya
adalah Pekak Wayan Sugama itu, yang pernah bekerja di kantor sinode itu.
Kalau begitu berarti yang di Wangaya itu kan tiga orang?
Ya memang tiga orang.
Ketut Greda, Made Tuges dan Made Risin itu?
Ya. ini, ini semua dari sini. Dulu kan yang disebut sakti
itu kan Ni redun yang dari Denapsar, ..........Itu nanti saya coba nyari tahun
1932nya itu, istrinya .........., tahun 1934, ............., dia lahir tahun
1919, I Wayan Gerut. Kalau meninggalnya tanggal 10 Pebroari 1965.
Meninggalnya dimana?
Ya meninggalnya di rumah. Di sini juga ada fotonya......,
lalu istrinya dia Ni Wayan Munung, dia itu lahir 1902, dan meninggalnya
28-11-1961, jadinya dalam umur 61 satu tahun. jadi itu dia meninggal dan itu
duluan nenek saya, dan kakek saya yang belakangan[]
No comments:
Post a Comment